News & Research

Reader

Investor Lepas Aset Berisiko, Saham dan Mata Uang EM Asia Berguguran
Tuesday, September 22, 2020       16:41 WIB

Ipotnews - Mayoritas indeks saham dan mata uang emerging markets Asia mengalami pelemahan pada Selasa sore (22/9), ketika investor melepas aset berisiko setelah wabah virus corona di Eropa memupuskan harapan terhadap pemulihan ekonomi global yang cepat.
Indeks saham EM Asia yang melemah adalah China -1,04%, Indonesia -1,31%, India -0,63%, Fillipina -0,25%, Korea Selatan -2,38%, Singapura -0,86%, Taiwan 1,17%, dan Thailand -0,46%. Hanya Malaysia yang menguat 0,46%, demikian laporan dari Reuters.
Indeks saham Korea Selatan memimpin pelemahan terbesar di pasar EM Asia. Taiwan dan Indonesia juga mengalami pelemahan karena tertekan oleh meningkatnya penyebaran virus corona. Indeks saham Jakarta mencapai level terendah dalam dua minggu terakhir.
Indeks saham Singapura mencapai level terendah dalam lima bulan terakhir setelah DBS Group Holdings termasuk di antara bank yang disebutkan dalam laporan pada hari Minggu (20/9) yang mengatakan sejumlah perbankan global utama telah memfasilitasi dana USD 2 triliun yang dicurigai ilegal selama dua dekade terakhir.
Saham emiten perbankan di negara kota itu kehilangan USD 2 miliar, dengan tiga emiten bank teratas harga sahamnya jatuh antara 0,6% hingga 1,7%.
Mata uang EM Asia yang melemah adalah rupee -0,15%, rupiah -0,34%, ringgit -0,41%, peso -0,07%, won -0,60%, dolar Singapura -0,19%, dan baht -0,54%. Hanya yuan dan dolar Taiwan yang masing-masing menguat 0,16% dan 0,54%.
Mata uang EM Asia mayoritas melemah karena pesimisme pelaku pasar membuat mereka memburu safe haven asset dolar AS.
Rupiah melemah terhadap dolar AS setelah Indonesia melaporkan rekor peningkatan kasus baru virus corona pada hari Senin.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih curam pada tahun ini dari perkiraan sebelumnya. Kondisi ini menambah masalah bagi pemerintah yang telah membuat takut para investor asing melalui rancangan UU BI yang mengancam independensi bank sentral.
Analis di DBS mengatakan dalam sebuah catatan bahwa jika investor asing yang keluar ternyata tidak kembali ke pasar obligasi Indonesia dalam beberapa bulan mendatang, maka beban bagi perbankan dan Bank Indonesia untuk terus mendukung pembiayaan fiskal pada 2021 akan tetap berat.(Adhitya)

Sumber : admin

powered by: IPOTNEWS.COM