News & Research

Reader

Mendata dan Mengevaluasi Alternatif Perencanaan Keuangan Pribadi
Tuesday, November 16, 2021       18:23 WIB

Pada artikel sebelumnya tentang Perencanaan Keuangan Pribadi, kita telah mempelajari bahwa tahapan-tahapan perencanaan keuangan pribadi dapat dibagi atas enam bagian, yaitu: (1) mengukur kondisi keuangan saat ini, (2) menyusun tujuan keuangan yang ingin dicapai, (3) mendata alternatif yang ada, (4) mengevaluasi alternatif yang paling mungkin dilakukan, (5) menyusun rencana aksi ( action plan ) dari tujuan keuangan, dan (6) melakukan  review  atas rencana keuangan yang dibuat.
Mengukur kondisi keuangan pada saat ini merupakan langkah pertama untuk membuat rencana keuangan pribadi, dan dapat dilakukan dengan membuat 'neraca' dan melacak penghasilan dan pengeluaran tiap bulan (arus kas) tiap bulan. Untuk membuat neraca yang sederhana, catatlah semua harta yang Anda miliki saat ini, dan juga semua utang-utang yang wajib Anda lunasi.
Harta yang perlu dicatat hanyalah harta berwujud ( tangible asets ) yang mempunyai nilai cukup besar. Anda tidak perlu mencatat semua harta yang nilainya kecil sekali, karena Anda tidak sedang menyusun neraca keuangan yang sesungguhnya.
Harta yang perlu dicatat, misalnya, rumah tinggal dan kendaraan bermotor yang Anda miliki. Jika Anda memiliki deposito berjangka, catatlah jumlah pokoknya saja. Untuk rumah tinggal yang belum lunas KPR-nya catatlah sebagai nilai aset harga rumah saat ini, dan catatlah sebagai kewajiban nilai utang kredit ke bank yang belum lunas. Bunga akrual pada bulan berjalan tidak perlu dicatat.
Cara yang sama juga dipakai untuk mencatat harta bergerak seperti mobil atau motor. Cukup mencatat harga perkiraan nilai sekarang dari harta bergerak itu. Penyusutan nilai harta dapat diabaikan saja.
Selisih antara nilai aset (harta) dengan kewajiban (utang) ini disebut kekayaan bersih ( net worth ).
Pada waktu seseorang baru lulus kuliah, besarnya harta adalah nihil kecuali mungkin beberapa harta pemberian orangtua seperti mobil atau motor. Kondisi dimana nilai kewajiban lebih besar daripada nilai harta, untuk orang muda yang baru lulus kuliah, tidak lazim di Indonesia. Di sini, tidak dikenal utang dana pendidikan ( student loan ), sesuatu yang sangat lazim di Amerika Serikat atau Eropa.
Tetapi besarnya kewajiban (utang), bagi orang muda yang baru lulus kuliah, biasanya juga nihil (besarnya biaya kuliah yang dibayar orangtua tak pernah dihitung sebagai utang oleh anak kepada orangtua). Anda tidak perlu mencatat nilai ijazah Anda sebagai harta tak berwujud, walaupun tentu saja ijazah Anda ada nilainya, apalagi kalau ijazah tersebut diperoleh dari universitas terkenal.
Berikutnya, untuk mengukur kondisi keuangan, Anda perlu mengetahui berapa besar penghasilan dan pengeluaran Anda tiap bulan. Besarnya penghasilan dan besarnya pengeluaran Anda tiap bulan disebut juga arus kas.
Penting sekali untuk mengetahui ke mana uang Anda dibelanjakan setiap bulan. Tetapi Anda tidak perlu mencatat setiap rupiah yang dibelanjakan tiap bulan, karena yang ingin diketahui di sini adalah  pola belanja  Anda tiap bulan.
Berapa jumlah uang yang dipakai untuk belanja rutin, yaitu pengeluaran yang wajib atau ' needs ' (misalnya biaya makan, biaya transport, biaya cicilan rumah)? Berapa jumlah yang dipakai untuk pengeluaran  discretionary  atau pengeluaran yang sifatnya ' wants ' (misalnya nonton bioskop, makan di restoran, piknik keluarga, dan lain-lain), dan berapa banyak uang penghasilan bulanan yang disimpan atau diinvestasikan?
Langkah berikutnya dalam menyusun rencana keuangan pribadi adalah menyusun tujuan keuangan ( goals ) yang ingin dicapai.
Tujuan keuangan ini biasanya dibagi tiga, berdasarkan jangka waktu target pencapaiannya, yaitu tujuan keuangan jangka pendek (1 sampai dengan 3 tahun), tujuan keuangan jangka menengah (3 tahun sampai dengan 10 tahun), dan tujuan keuangan jangka Panjang (di atas 10 tahun).
Tujuan keuangan haruslah SMART, yaitu  specific  (tertentu),  measurable  (dapat diukur),  attainable  (dapat dicapai),  rewarding  (memberi kepuasan), dan  time constraint  (waktunya terbatas).
Misalnya, Anda menyusun tujuan keuangan jangka pendek adalah melunasi semua utang-utang kartu kredit. Tujuan keuangan jangka menengah misalnya adalah menabung biaya pesta pernikahan Anda di usia 30 tahun. Dan tujuan keuangan jangka panjang misalnya adalah memiliki rumah tinggal yang bebas dari semua utang bank sebelum Anda pensiun.
Setelah menyusun tujuan keuangan yang hendak Anda capai, maka langkah ke-tiga adalah mengidentifikasi alternatif-alternatif yang ada, dan langkah ke-empat adalah mengevaluasi alternatif yang paling mungkin dilakukan.
Saya ingin mengambil contoh diri saya sendiri waktu baru pertama kali bekerja di satu cabang Bank komersial swasta di kota Bandung. Latar belakang pendidikan saya sebenarnya adalah Teknik Sipil. Saya bekerja di bank, karena pada waktu itu perbankan sedang ramai-ramainya melakukan rekrutmen ke kampus-kampus perguruan tinggi.
Dulu, pada waktu saya lulus kuliah, belum ada internet dan topik perencanaan keuangan juga belum dikenal di Indonesia. Jadi contoh alternatif yang saya ambil di sini benar-benar hanya contoh saja, walaupun kejadiannya benar-benar terjadi.
Setelah bekerja di bank cabang kota Bandung selama tiga tahun, saya mulai me- review  rencana keuangan pribadi saya. Alternatif-alternatif yang saya punya adalah: (1) melanjutkan kerja di bank yang sama di kota Bandung, (2) pindah kerja ke bank lain di kota Bandung, (3) pindah kerja ke bank di Jakarta, dan (4) pindah ke Jakarta dan kerja di bidang lain.
Melanjutkan kerja di bank yang sama di Bandung adalah cara yang paling mudah bagi saya, karena suasana kerja sudah sangat saya kenal. Tetapi, bagi saya, alternatif ini juga paling tidak menarik dari segi finansial dan dari segi karir.
Pangkat saya waktu itu adalah asisten manajer pada grade 8, sementara posisi tertinggi di bank tempat kerja saya adalah direktur utama pada grade 26. Kalau saya naik pangkat rata-rata setiap dua tahun, maka saya butuh 18 tahun untuk sampai pada puncak karir saya. Umur saya waktu lulus adalah 23 tahun, jadi alternatif ini cukup masuk di akal, walaupun kurang menarik bagi saya.
Aternatif ke-dua adalah pindah kerja ke bank lain di kota Bandung. Banyak teman kerja saya yang pindah kerja ke bank lain, yang umumnya lebih kecil, dengan imbalan gaji yang lebih besar atau pangkat (tanggung jawab) yang lebih tinggi. Strategi ini umumnya diambil kalau seorang karyawan sudah merasa 'mentok' di pekerjaannya. Ini juga bukan merupakan pilihan yang menarik bagi saya.
Alternatif ke-tiga adalah pindah kerja ke bank lain di kantor pusatnya di Jakarta, dan alternatif ke-empat adalah pindah ke Jakarta dan bekerja di bidang lain (termasuk kembali bekerja di bidang konstruksi sesuai dengan bidang kuliah saya).
Jadi, ketika saya mengevaluasi berbagai alternatif yang mungkin dilakukan, saya tiba pada dua pilihan, pertama adalah pindah kerja ke bank lain di Jakarta, dan ke-dua pindah kerja ke Jakarta tapi bekerja di bidang selain perbankan.
Saya lalu mengumpulkan iklan-iklan lowongan kerja yang ada di koran nasional dan mengirim beberapa surat lamaran ke perusahaan-perusahaan di Jakarta. Tak lama kemudian saya mendapat panggilan wawancara dan bekerja di perusahaan  leasing  multinasional di Jakarta.
Hanya bertahan satu tahun lebih sedikit di perusahaan leasing tersebut, saya lalu pindah ke perusahaan multinasional lain yang bergerak di bidang manajemen aset sebagai senior manajer.
Yang saya pelajari di sini adalah: (1) selama usia kita masih muda dan tubuh kita masih sehat, tidak perlu gentar untuk mencoba peluang-peluang baru, (2) setiap alternatif membawa peluang dan tantangan tersendiri, yang perlu kita lakukan adalah mencobanya, (3) kalau kita merasa suatu alternatif tidak cocok atau tidak memberikan kepuasan (finansial), kita harus berani untuk mencoba alternatif lain.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM