Ipotnews - Harga minyak anjlok 2%, Senin, karena investor semakin menghindari risiko, yang menekan pasar saham dan mendorong dolar AS, membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup merosot USD1,42 atau 1,9%, menjadi USD73,92 per barel setelah tenggelam ke sesi terendah USD73,52, demikian laporan Reuters, di New York, Senin (20/9) atau Selasa (21/9) pagi WIB.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), menyusut USD1,68 atau 2,3%, menjadi berakhir di USD70,29 per barel setelah jatuh serendahnya ke posisi USD69,86.
Dolar, dilihat sebagai safe-haven, melesat karena kekhawatiran tentang solvabilitas pengembang properti China, Evergrande, menakuti pasar ekuitas dan investor bersiap menghadapi Federal Reserve yang akan mengambil langkah lain menuju tapering minggu ini.
"Karena dolar AS biasanya merupakan safe-haven , nilai tukarnya terhadap mata uang lain menguat, suatu perkembangan yang melengkapi lingkungan penghindaran risiko dan mempengaruhi harga komoditas, terutama minyak," kata analis Rystad Energy, Nishant Bhushan.
"Minyak menjadi lebih mahal bagi pasar non-dolar dan harga mendapat pukulan sebagai hasilnya, pergerakan bearish yang didukung oleh pasar saham dalam lingkungan penghindaran risiko."
Namun, minyak mendapat dukungan dari tanda-tanda bahwa beberapa produksi Teluk Amerika akan tetap offline selama berbulan-bulan karena kerusakan akibat terjangan badai.
Brent melambung 43% sepanjang tahun ini, didukung pengurangan pasokan oleh Organisasi Negara Eksportir Minyak dan sekutunya, dan beberapa pemulihan permintaan setelah kehancuran akibat pandemi tahun lalu.
Kejatuhan pada sesi Senin relatif terbatas karena penutupan pasokan di Teluk Meksiko AS gara-gara hantaman dua badai baru-baru ini. Jumat, perusahaan migas mencatat 23% produksi minyak mentah masih offline, atau 422.078 barel per hari.
Minyak mentah memangkas penurunan pada sesi Senin setelah Royal Dutch Shell mengatakan pihaknya memperkirakan instalasi di Teluk Meksiko akan offline untuk perbaikan hingga akhir 2021 karena kerusakan akibat Badai Ida.
Fasilitas tersebut berfungsi sebagai stasiun transfer bagi semua output dari aset perusahaan itu di koridor Mars area Mississippi Canyon ke terminal minyak mentah onshore .
Analis Rystad Energy, Artem Abramov, memperkirakan produksi yang hilang dari Teluk Meksiko AS berkisar antara 200.000 hingga 250.000 barel per hari selama beberapa bulan. Teluk menyumbang sekitar 16% produksi minyak Amerika, atau 1,8 juta barel per hari. (ef)
Sumber : Admin
powered by: IPOTNEWS.COM