Bagaimana Cara Pensiunan Mempersiapkan Diri Menghadapi Risiko Inflasi?
Monday, October 21, 2024       16:04 WIB

Pada artikel sebelumnya yang berjudul ' Inflasi Atau Deflasi: Mana yang Lebih Berbahaya dalam Perencanaan Pensiun ' kita telah membahas bahwa bagi subjek perencanaan pensiun ( retirement planning ) yang masih aktif bekerja, resiko yang lebih dominan adalah resiko deflasi.
Penyebabnya adalah seorang karyawan yang masih aktif bekerja akan rentan terhadap resiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan resiko PHK lebih nyata pada kondisi ekonomi yang mengalami deflasi dibandingkan pada kondisi ekonomi yang sedang inflasi.
Sebaliknya, jika seorang karyawan  telah pensiun , resiko PHK sudah tidak ada, sehingga resiko yang lebih dominan adalah resiko inflasi, bukan resiko deflasi. Inflasi akan menyebabkan harga-harga barang dan jasa menjadi lebih mahal, sehingga pensiunan yang hanya mengandalkan Dana Pensiun yang jumlahnya tetap menghadapi resiko bahwa Dana Pensiun miliknya akan habis pada waktu pemilik Dana Pensiun masih hidup. Jadi,  untuk pensiunan resiko inflasi ini nyata dan harus ditangani dengan baik. 
Dalam artikel kali ini, kita akan membahas tentang 'Bagaimana Cara Pensiunan Menghadapi Resiko Inflasi'. Sebelum berbicara tentang cara-cara menghadapi resiko inflasi pada masa pensiun, kita akan menyinggung terlebih dahulu tentang tentang Perencanaan Pendapatan Pada Masa Pensiun ( Retirement Income Plan ).
Perencanaan pensiun yang modern telah membedakan antara Perencanaan Pensiun ( Retirement Planning ) pada waktu seorang karyawan masih aktif bekerja, dan Perencanaan Pendapatan Pada Masa Pensiun ( Retirement Income Planning ) pada waktu seorang karyawan telah pensiun.
Perencanaan Pensiun ( Retirement Planning ) yang dilakukan untuk seorang karyawan yang masih aktif bekerja, pada dasarnya bertujuan untuk menentukan berapa jumlah yang harus tersimpan dalam Dana Pensiun sejak perencanaan pensiun itu dibuat hingga saat seorang karyawan memasuki masa pensiun.
Sebaliknya, Perencanaan Pendapatan Pada Masa Pensiun ( Retirement Income Planning ) bertujuan untuk merencanakan jumlah Dana Pensiun yang dapat ditarik setiap bulan dari sumber-sumber Dana Pensiun (aset keuangan maupun aset lainnya), pada waktu seorang karyawan telah pensiun, sampai akhir hayatnya.
Jadi, perencanaan pensiun modern membagi jangka waktu perencanaannya menjadi dua, (1) perencanaan pensiun pada tahap Akumulasi, dan (2) perencanaan pensiun pada tahap Penarikan Dana ( disbursement ).
Pada tahap akumulasi, perencanaan pensiun akan membantu seorang subjek perencanaan pensiun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: kapan waktu terbaik untuk pensiun, di mana sebaiknya aku pensiun, hal-hal apa yang harus dipersiapkan sebelum pensiun, dan berapa banyak Dana Pensiun yang harus disimpan supaya dapat pensiun dengan nyaman.
Sebaliknya, perencanaan pendapatan pada masa pensiun ( retirement income planning ) akan membantu subjek perencanaan pensiun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: jumlah yang aman yang dapat ditarik setiap bulan, di mana sebaiknya kita melakukan investasi atas Dana Pensiun yang telah kita kumpulkan, dan bagaimana cara pensiunan menyiasati resiko inflasi yang mungkin terjadi pada masa pensiun.
Jika Perencanaan Pendapatan Pada Masa Pensiun ( Retirement Income Plan ) telah dibuat dengan baik dan benar, kita tinggal memasukkan angka inflasi yang lebih besar ( stress test ) dan melihat apakah perencanaan pensiun yang kita buat telah cukup solid untuk menghadapi resiko inflasi yang lebih tinggi pada masa pensiun.
Jadi, untuk mempersiapkan diri menghadapi resiko inflasi pada masa pensiun, pada Perencanaan Pendapatan Pada Masa Pensiun ( Retirement Income Planning ) kita dapat menambahkan langkah-langkah berikut ini:
1. Masukkan faktor inflasi ke dalam perencanaan pendapatan pada masa pensiun
Bagaimana caranya untuk memasukkan faktor inflasi ke dalam perencanaan pendapatan pada masa pensiun? Jika kita masih bertanya-tanya tentang bagaimana caranya untuk memasukkan faktor inflasi ke dalam Perencanaan Pendapatan Pada Masa Pensiun ( Retirement Income Plan ), cara paling sederhana adalah segera lakukan langkah berikut:
  • Gunakan kalkulator untuk memasukkan faktor inflasi ke dalam angka-angka pengeluaran ( expense ).
  • Buat rencana seakan-akan inflasi akan terjadi lebih tinggi dari pendapat umum.
  • Buat rencana untuk memiliki beberapa investasi yang akan berhasil baik pada situasi inflasi tinggi.

Pengaruh inflasi dalam perencanaan pensiun sering terlewatkan. Hal itu terjadi karena kita cenderung hanya berfokus pada kebutuhan-kebutuhan sekarang yang lebih mendesak ( urgent ).
Sebagai contoh, kita sering berfokus pada bagaimana caranya untuk mempunyai pendapatan yang cukup untuk menutupi semua kebutuhan bulanan (perumahan, makanan, transportasi, dan biaya perawatan kesehatan), tanpa harus mengambil dari tabungan Dana Pensiun. Apalagi untuk sekedar memperhitungkan inflasi yang  mungkin  akan melonjak tinggi dalam dua puluh atau tiga puluh tahun masa pensiun kita.
Akan tetapi, pada akhirnya harus kami katakan, bahwa inflasi adalah resiko yang tidak terlihat tetapi nyata dan sangat penting untuk dipahami dan ditangani dengan baik. Analogi yang baik untuk inflasi ini barangkali adalah efek penuaan pada diri kita.
Jika kita melihat wajah kita di kaca cermin hari, kita tidak bisa melihat perbedaan wajah kita dibandingkan kemarin, minggu lalu, bulan lalu, atau bahkan tahun lalu. Tapi kalender tetap mengatakan bahwa kita semakin hari semakin tua. Cobalah melihat cermin lima tahun atau sepuluh tahun kemudian. Seperti itu lah gambaran resiko inflasi yang nyata penting tetapi tidak terlihat.
2. Diversifikasikan aset-aset investasi dana pensiun
Setelah memasukkan faktor inflasi ke dalam perencanaan pendapatan pada masa pensiun, langkah ke dua untuk mempersiapkan seorang pensiunan menghadapi resiko inflasi dalam masa pensiun adalah melakukan diversifikasi atas aset-aset investasi dalam Dana Pensiun-nya. Diversifikasi investasi bertujuan untuk mengurangi resiko-resiko investasi.
Dalam kaitannya dengan resiko inflasi, diversifikasi berarti kita memiliki beberapa aset investasi (di samping aset lainnya) yang berpeluang untuk berhasil dengan baik pada kondisi inflasi yang tinggi. Aset investasi Dana Pensiun hendaknya tidak dibayangkan hanya terdiri dari aset-aset keuangan saja (saham, obligasi, deposito), tetapi juga terdiri atas aset-aset fisik seperti tanah dan bangunan, emas batangan, dan barangkali juga ternak atau kebun tanaman (untuk pensiunan yang gemar beternak atau bertani).
Sebagai perencana keuangan, kita sudah terlalu sering berpikir bahwa investasi hanya berupa aset keuangan saja. Aset keuangan seringkali dipakai sebagai aset investasi dalam buku teks perencanaan keuangan.
Hal ini wajar, karena aset keuangan memiliki banyak keunggulan (misalnya mudah dipecah-pecah menjadi jumlah yang kecil-kecil, mudah dan murah untuk dipindah tangankan, nilai aset keuangan mudah diketahui setiap saat, dan sebagainya), dan buku-buku teks perencanaan keuangan banyak yang berasal dari negara-negara maju  di mana pasar modalnya telah berdiri selama ratusan tahun dan telah sangat maju .
Untuk kondisi Indonesia sendiri, menempatkan investasi Dana Pensiun seluruhnya ke dalam aset keuangan ( financial assets ) agak berbahaya dan tidak dapat kami anjurkan di sini. Berinvestasi dalam aset keuangan memang memiliki banyak keunggulan, tetapi bukan tanpa resiko juga. Aset keuangan, misalnya, nilai valuasinya dapat bergerak naik dengan cepat, tetapi juga dapat bergerak turun dengan cepat bahkan menjadi nol.
Ingat misalnya, pada kondisi krisis moneter tahun 1998 (keadaan  hyper-inflation  yang dipicu oleh kondisi  imported inflation ), di mana banyak emiten di BEJ (Bursa Efek Jakarta) yang gulung tikar dan saham-sahamnya dikeluarkan dari BEJ ( delisting ).
Kondisi yang sama juga dialami oleh banyak emiten obligasi di BES (Bursa Efek Surabaya), dan pada sejumlah Bank swasta nasional yang menerbitkan deposito dan sertifikat deposito ( certificate of deposit ). Pada saat itu, belum ada lembaga LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) yang menjamin simpanan masyarakat di bank. Mirisnya lagi, hal itu baru terjadi 25 tahun yang lalu.
3. Lihat masalah inflasi ini dari sudut pandang jangka panjang
Langkah ketiga atau terakhir untuk mempersiapkan seorang pensiunan menghadapi resiko inflasi adalah Anda harus melihat masalah inflasi ini dari sudut pandang jangka panjang. Jadi, misalnya, terjadi inflasi yang sangat tinggi di negara kita.
Janganlah kita lalu menganggap bahwa kondisi inflasi yang tinggi itu akan berlangsung selamanya. Kondisi inflasi yang tinggi mungkin dapat berlangsung sampai beberapa tahun, tetapi inflasi yang tinggi tidak akan berlangsung terus menerus. Para pelaku pasar (konsumen, produsen, dan pemerintah) pasti akan mencari cara ( disinflasi ) untuk menghentikan kondisi inflasi yang tinggi ini dan kembali ke kondisi inflasi yang normal.
 Catatan:  Inflasi harus dijaga supaya tidak berlebihan, tetapi kita juga tidak boleh membuatnya menjadi nol, atau bahkan negatif (inflasi negatif dikenal dengan nama deflasi) . Inflasi dalam jumlah yang wajar berguna bagi perekonomian, terutama pada kondisi terjadi kenaikan harga akibat naiknya permintaan ( demand pull inflation ), karena naiknya permintaan menunjukkan daya beli yang semakin baik.   
Kalau kita sudah melakukan apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi resiko inflasi ini (1) memasukkan faktor inflasi ke dalam perhitungan pengeluaran ( expenses ) pada perencanaan pensiun, (2) mengasumsikan laju inflasi yang sedikit lebih tinggi dari pendapat umum, dan (3) memiliki beberapa investasi yang akan berhasil baik pada kondisi inflasi tinggi (diversifikasi investasi), maka selanjutnya, apa bila kondisi inflasi itu datang kita hanya perlu tetap berpegang pada rencana pensiun yang telah disusun itu.
Jadi, jika terjadi kondisi inflasi yang tinggi, tidak berarti Anda harus segera mengalihkan semua investasi Anda ke aset-aset yang berhasil baik pada kondisi inflasi tinggi.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS

powered by: IPOTNEWS.COM