Bursa Pagi: Asia Cenderung Melemah, IHSG Bakal Variatif Menguat
Monday, March 30, 2020       09:15 WIB

Ipotnews - Sejumlah bursa utama Asia pada Senin (30/3) pagi dibuka bervariasi cenderung melemah, saat investor kembali dikhawatirkan oleh dampak pandemi global virus corona (COVID-19) yang masih menyebar dengan cepat dan kini Amerika Serikat menjadi episentrum.
Di Jepang, Nikkei 225 turun 4,18% karena saham utama di indeks tersebut serta saham konglomerat Softbank Group turun 8,82%. Demikian juga indeks Topix turun 4,59%.
Di Korea Selatan, indeks utama di bursa Seoul, Kospi, melorot 3,06%.
Sebelumnya, indeks saham utama di Australia, S&P/ASX 200, naik 2,14% menjelang siap waktu setempat atau pagi ini WIB, sedikit menghapus penurunan tajam 5% pada penutupan pekan lalu.
Lalu, Indeks Hang Seng di Hong Kong merosot 2,02%, sedangkan saham di Mainland China, indeks Shanghai Composite turun 1,4% dan indeks komposit di Shenzen melorot 1,9%.
Secara keseluruhan, indeks MSCI Asia di luar Jepang diperdagangkan 1,33% lebih rendah pada pukul 08.55 WIB.
Harga ETF saham Indonesia ( EIDO ) di New York Stocks Exchange anjlok 5,35% menjadi USD14,34.
Tim Riset Indo Premier berpendapat, IHSG diprediksi akan bergerak bervariasi cenderung menguat dengan support di level 4.330 dan resistance di level 4.760.
Amerika Serikat dan Eropa
Perdagangan saham di bursa Wall Street akhir pekan lalu ditutup menurun tajam, investor kembali fokus pada wabah virus korona karena AS mencatatkan angka tertinggi jumlah kasus infeksi virus korona. melampaui China dan Italia. Kasus virus korona secara global telah melonjak menjadi lebih dari 542.700, dengan setidaknya 85.996 di AS. Senat AS meloloskan RUU stimulus virus senilai USD 2 triliun di awal pekan ini, dan DPR AS menyetujui paket stimulus terbesar sepanjang sejarah AS itu jelang akhir pekan.
Secara mingguan, rata-rata indeks utama bursa Wall Street membukukan kenaikan yang kuat. Dow melambung 12,8%, kenaikan mingguan terbesar sejak 1938. S&P 500 melesat 10,3% dan Nasdaq melejit 9,1% secara mingguan. Namun secara keseluruhan, indeks masih 20% di bawah rekor tertinggi yang dicetak bulan lalu.
Saham Boeing rontok 10,3%, Chevron dan Disney masing-masing merosot lebih dari 8%. Sektor energi dan teknologi memimpin penurunan indeks S&P 500, masing-masing turun 6,9% dan 4,6%. Harga minyak mentah melorot 4,8%. Investor memindahkan USD259,8 miliar dananya dari saham dan reksadana saham ke reksadana pasar uang, memasuki pekan ketiga menurut Refinitiv Lipper.
Dow Jones Industrial Average anjlok 4,06% (- 915,39 poin) ke level 21.636,78.
S&P 500 tergelincir 3,37% (-88,6 poin) menjadi 2.541,47.
Nasdaq Composite terperosok 3,79% (-295,16 poin) ke posisi 7.502,38.
Bursa saham utama Eropa juga menutup pekan lalu di zona merah, setelah parlemen Eropa gagal menyepakati paket stimulus untuk mengatasi dampak buruk wabah virus korona terhadap perekonomian. Hal ini terjadi setelah polemik antara Eropa Selatan yang dilanda wabah serta Eropa utara yang konservatif secara fiskal.
Parlemen Eropa hanya memperpanjang batas waktu kesepakatan paket stimulus penyelematan ekonomi secara komprehensif hingga 2 pekan. Sentimen diperburuk dengan pengumuman PM Inggris Boris Johnson yang positif terinfeksi virus korona. Di sisi lain, sebagian besar Eropa praktis sudah mengalami lockdown sehingga diperkirakan resesi akan segera terjadi.
Indeks STOXX 600 tergelincir 3,26% menjadi 310,9 setelah pengumuman hasil tes Johnson, emiten produsen mobil Eropa memimpin penurunan, terjerembab 5,8%. Saham Volkswagen turun 7,3%. Saham sektor perjalanan dan wisata juga terjungkal 5,8%. Harga saham operator kapal pesiar Carnival Corp longsor hampir 21%. Saham sektor perbankan terpenggal 5,4%, karena Federasi Perbankan Eropa mengatakan harus menghentikan pembayaran dividen 2020 untuk mempertahankan modal.
FTSE 100 London rontok 5,25% (-305,4 poin) ke level 5.510,33.
DAX 30 Frankfurt anjlok 3,68% (-368,44 poin) menjadi 9.632,52.
CAC 40 Paris terperosok 4,23% (-192,09 poin) ke posisi 4.351,49.
Nilai Tukar Dolar AS
Dolar AS membukukan penurunan mingguan terbesar dalam lebih dari satu dekade pada akhir perdagangan pekan lalu, ketika triliunan dolar stimulus digelontorkan oleh sejumlah pemerintah dan bank sentral dunia untuk meredam dampak ekonomi akibat wabah virus korona. Dolar melonjak pada Maret karena jatuhnya pasar saham dan surat utang, memperebutkan dolar sebagai safe haven. Akan tetapi persetujuan Senat dan DPR AS untuk stimulus fiskal senilai USD2,2 triliun, dan upaya terkoordinasi oleh bank sentral di seluruh dunia untuk meningkatkan pasokan dolar telah mendukung reli mata uang lain.
Indeks dolar, yang mengukur kurs greenback terhadap enam mata uang dunia turun 0,99 persen menjadi 98,36. Indeks dolar AS anjlok 3,90% pada pekan lalu, penurunan mingguan terbesar sejak Maret 2009, setelah membukukan kenaikan mingguan terbesar sejak krisis keuangan, pada pekan sebelumnyaRilis data Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS menunjukkan spekulan meningkatkan posisi net short dolar pada pekan lalu menjadi USD8,88 miliar, dari USD 8,27 miliar pada pekan sebelumnya.
Nilai Tukar Dolar AS di Pasar Spot

Currency

Value

Change

% Change

Euro (EUR-USD)

1.1141

0.0109

+0.99%

Poundsterling (GBP-USD)

1.2460

0.0257

+2.11%

Yen (USD-JPY)

107.94

-1.64

-1.50%

Yuan (USD-CNY)

7.0960

0.0233

+0.33%

Rupiah (USD-IDR)

16,170.0

-135.0

-0

Sumber : Bloomberg.com, 27/3/2020 (ET)
Komoditas
Harga minyak mentah West Texas Intermediate dan Brent North Sea di bursa komoditas New York Mercantile Exchange dan London ICE Futures Exchanges mengakhiri pekan lalu dengan menukik hampir 5%, berada di jalur pelemahan mingguan kelima berturut-turut. Kerusakan permintaan minyak akibat virus korona sudah melebihi upaya stimulus oleh para pembuat kebijakan di seluruh dunia.
Kepala Badan Energi Internasional mengtakan, dengan 3 miliar orang berada di area lockdown, berpotensi menurunkan permintaan minyak global hingga 20%, dan meminta produsen utama seperti Arab Saudi untuk membantu menstabilkan pasar minyak. Kelompok riset minyak dan gas JBC Energy memperkirakan permintaan minyak turun drastis pada 2020, rata-rata turun 7,4 juta barel per hari.
Harga minyak mentah berjangka Brent rontok 5,1% menjadi USD24,99 per barel. Harga minyak mentah berjangka WTI anjlok 4,8% menjadi USD21,51 per barel.
Harga emas di bursa berjangka COMEX New York Mercantile Exchange juga mengakhiri pekan lalu dengan penurunan, meskipun masih mampu mempertahankan kenaikan mingguan terbaik sejak 2008. Analis mengatakan, aksi jual di bursa ekuitas AS telah membebani semua kelompok aset. Meskipun emas terbilang sebagai aset safe haven, namun ada keengganan investor untuk menambah risiko. Harga emas telah naik lebih dari 8% pada pekan lalu, didukung oleh lonjakan terbesar data klaim pengangguran mingguan AS, dan langkah-langkah stimulus ekonomi Federal Reserve AS dan stimulus fiskal senilai USD2,2 triliun yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pelaku pasar juga terus mengawasi pasokan fisik karena lockdown yang disebabkan oleh virus menghentikan rantai pasokan. Sedangkan platinum dan paladium berada di jalur kenaikan mingguan terbesar seiring kekhawatiran pasokan akibat lockdown produsen utama Afrika Selatan. Di antara logam mulia lainnya, paladium turun 3% menjadi USD2,261,88 per ounce, setelah meningkat sekitar 38,6% secara mingguan. Platinum flat di level USD 36,06 per ounce meski naik sekitar 21% sepanjang pekan lalu. Perak turun 0,3% menjadi USD14,35, tetapi mencatatkan kenaikan mingguan terbesar sejak 2008.
Harga emas di pasar spot turun 0,5% menjadi USD 1.620,81 per ounce.
Harga emas berjangka AS turun 1,7% menjadi USD 1.623.30 per ounce.
(AFP, CNBC , Reuters)

powered by: IPOTNEWS.COM