Di PHK? Bagaimana Keuangan Saya?
Saturday, March 05, 2016       11:40 WIB

Oleh : Ratih Nurmalasari
Di tengah sulitnya persaingan bisnis atau terjadinya gejolak pasar yang bisa mempengaruhi keberlangsungan usaha suatu perusahaan, keputusan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK kadang tidak bisa dihindari. Hal ini tentu menjadi mimpi buruk bagi seorang karyawan yang mengalaminya, terutama bagi orang yang masih belum stabil secara keuangan atau memiliki beberapa masalah keuangan, adanya tanggungan atau hanya memiliki spesialisasi di satu jenis pekerjaan dimana kondisi industri atas pekerjaannya secara keseluruhan sedang kurang baik.
Lalu, jika sampai terkena PHK, apa saja yang harus dilakukan dalam mengatur keuangan pribadi?
Kelola Kepanikan dan Kebingungan Akibat Di PHK
Terdengar agak klise memang, namun kepanikan dan kebingungan yang muncul setelah di-PHK bisa menimbulkan masalah keuangan baru yang bisa memperburuk kondisi keuangan saat ini. Misalnya, stres memacu konsumsi atau pengeluaran impulsif dalam nominal uang yang tidak sedikit, seperti belanja, liburan, makan berlebih, dan bahkan mengambil utang karena merasa dirinya 'tidak punya uang lagi'.
Seperti kata orang bijak, "Bukan senjata yang akan membunuhmu, tetapi kepanikanmu sendiri".
Analisa Pos Pengeluaran
Salah satu cara yang bisa mengurangi kepanikan adalah memahami struktur pos pengeluaran. Apabila selama ini terbiasa membuat rencana anggaran dan catatan pengeluaran aktual, kita pasti sudah paham struktur pengeluaran pribadi sehingga akan lebih mudah menentukan urutan pengeluaran yang bisa dihemat atau ditiadakan terlebih dahulu.
Salah satu pemicu kepanikan adalah selama ini kita tidak menganggap penting urusan memahami ke mana saja larinya uang kita, apakah karena penghasilan yang memang dirasa sudah cukup besar, merasa bisnis perusahaan tempat bekerja akan terus berjalan dan kemungkinan di-PHK kecil, sibuk dengan pekerjaan, dll.
Kita mungkin bisa tahu persis jumlah cicilan KPR atau besaran premi asuransi yang rutin dibayarkan. Namun, kita jarang sekali memperhatikan pengeluaran-pengeluaran harian, seperti uang makan harian, biaya transportasi (bensin, tol, dan parkir), uang belanja dapur, biaya 'ngopi-ngopi centil', dll. Kita akan lebih berhati-hati dalam menggunakan uang jika kita paham untuk apa saja kita mengeluarkannya dan kita bisa mematok jumlah pengeluaran bulanan selama durasi 'menganggur' hingga akhirnya mendapatkan pekerjaan kembali.
Cari Alternatif Penghematan
Mengganti kendaraan yang hemat bahan bakar, hemat listrik dengan disiplin mematikan peralatan elektronik setelah tidak dipakai, belanja di pasar, membuat menu mingguan untuk meminimalkan terbuangnya bahan makanan karena busuk, dan cara-cara lain bisa mengurangi jumlah pengeluaran pribadi.
Analisa Aset dan Utang
Buat daftar aset dan utang yang dimiliki saat ini yang mencakup jenis dan nilai dalam satuan uang. Untuk daftar aset, buatlah urutan dari aset yang mudah dicairkan menjadi uang tunai hingga aset yang kita gunakan atau konsumsi. Jika mendapat uang pesangon, maka jangan lupa untuk memasukkannya ke dalam aset.
Untuk daftar utang, buatlah dalam dua kelompok, yaitu utang jangka pendek dan utang jangka panjang. Jangan lupa untuk menuliskan tingkat suku bunga efektif di masing-masing utang. Jika merasa bingung dengan besaran tingkat suku bunga efektif, kita bisa menanyakan pada pemberi kredit atau menghitung dengan rumus keuangan.
Pusing membuat catatan pengeluaran, aset, dan utang? Gunakan saja fitur Quick Check Up di www.zapfinance.co.id
Lunasi Utang Konsumtif
Jika dalam daftar utang ternyata ada utang konsumtif, maka lunasi utang tersebut dengan tabungan atau dana pesangon yang dimiliki. Urutan pelunasan mulai dari utang konsumtif yang tingkat suku bunganya paling tinggi.
Negosiasi Utang Jangka Panjang
Dengan kondisi keuangan saat ini, lakukanlah negosiasi dengan bank atau pihak yang memberikan pinjaman jangka panjang. Misalnya utang Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kita bisa menegosiasikan penurunan bunga atau menghitung ulang jumlah cicilan untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini.
Kabar baiknya, hingga artikel ini ditulis, Bank Indonesia telah menggunting BI Rate sebesar 50 bps menjadi 7% sejak awal tahun 2016 dan diharapkan masih ada ruang untuk menurunkan kembali suku bunga acuan tersebut.
Gunakan Dana Darurat
Kita bisa menggunakan Dana Darurat untuk menutupi kebutuhan biaya hidup terlebih dahulu apabila dana pesangon belum cair. Namun jika tidak memiliki Dana Darurat, maka gunakan aset yang relatif mudah dicairkan menjadi kas untuk keperluan tersebut, seperti reksadana, unitlink, emas, atau barang-barang yang sudah tak terpakai tapi masih memiliki nilai jual.
Nah, berapa Dana Darurat yang sebaiknya dimiliki? Tergantung dari kebutuhan dan kondisi masing-masing orang. Namun, setidaknya kita memiliki Dana Darurat minimal 3-6 kali pengeluaran bulanan.
Buat Alokasi Penggunaan Uang Pesangon
Uang pesangon yang diterima harus dialokasikan ke beberapa pos, yaitu pos biaya hidup (minimal untuk 2 tahun), pos Dana Darurat (jika belum ada) dan pos berwirausaha untuk yang ingin membuka usaha atau tidak berencana bekerja kembali.
Jangan gunakan seluruh uang pesangon untuk berbisnis karena risiko terburuk adalah kita akan kehilangan seluruh uang. Selain itu, bisnis tentunya butuh waktu hingga bisa memberikan pendapatan yang cukup stabil bagi keuangan pribadi kita sehingga paling tidak alokasikan sebagian uang pesangon untuk menutup biaya hidup sampai pendapatan dari bisnis bisa diandalkan.
Pos Dana Darurat harus tetap ada untuk berjaga-jaga jika terjadi kebutuhan darurat, seperti kulkas rusak, genting bocor, pintu rusak, biaya berobat ketika sakit, dll. Ingat bahwa asuransi kesehatan dari perusahaan hanya ditanggung ketika kita masih bekerja. Jika kita sudah terdaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan dari perusahaan, teruskan membayar iuran premi dari kantong pribadi.
Jika merasa tidak yakin dengan alokasi yang sudah dibuat, sebaiknya konsultasikan dengan perencana keuangan yang telah berpengalaman menangani kasus PHK atau pensiun dini.
Berhati-Hati Ketika Memutuskan untuk Berbisnis
Berbisnis seringkali menjadi satu-satunya ide yang diyakini bisa memberikan pendapatan yang bisa menggantikan gaji setelah di-PHK. Sayangnya, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Misalnya, jika seseorang selama bertahun-tahun terbiasa bekerja secara prosedural dengan tingkat kreativitas yang minim dan tidak pernah melakukan inovasi, pilihan berbisnis tentu menjadi tantangan yang tidak ringan.
Kita sendiri yang harus mengukur kemampuan dan karakter diri sebelum memutuskan untuk berbisnis. Jika memiliki hobi yang dirasa bisa dijadikan pintu masuk untuk memulai bisnis, maka bisa dimulai dari situ. Namun jika merasa bahwa berbisnis tidak sesuai dengan karakter diri, maka cari alternatif lain yang bisa memberikan penghasilan pasif untuk kita, seperti instrumen keuangan (deposito, obligasi ritel, sukuk ritel, dll).
Mengaktifkan Aset
Punya rumah atau kendaraan pribadi? Kita bisa menyewakan kamar kosong di rumah kita sebagai kos-kosan atau menyewakannya kepada pelancong, misalnya via Airbnb. Ini bisa menjadi alternatif untuk mendapatkan penghasilan pasif.
Sementara untuk motor atau mobil, kita bisa menggunakannya dengan menjadi pengemudi ojek atau mobil sewaan berbasis aplikasi.
Mencari Pekerjaan Paruh Waktu atau Pekerjaan Lepas
Saat ini, banyak sekali situs-situs maupun aplikasi yang menyediakan aplikasi pekerjaan paruh waktu dan pekerjaan lepas. Tidak ada salahnya untuk mencoba mengambil pekerjaan di situs-situs tersebut. Tentunya yang memiliki kredibilitas dan terpercaya, khususnya dalam mekanisme pembayaran honor pekerjaan.
Cairkan Dana Pensiun
Sebelum memutuskan untuk menjual harta paling berharga, seperti rumah yang ditempati saat ini, kita bisa mencairkan dana pensiun yang telah terkumpul selama bekerja apabila sudah tidak ada lagi aset yang bisa dicairkan dan digunakan untuk menutup biaya hidup.
Hati-Hati dengan Tawaran Investasi dan Bisnis yang Menjanjikan Keuntungan Pasti
Dengan besarnya dana pesangon yang diterima, sudah bukan rahasia lagi jika kita akan banyak ditawari berbagai macam skema investasi atau bisnis dari pihak-pihak tertentu. Kita harus sangat hati-hati apabila menemui agen penjual yang menjanjikan keuntungan investasi atau bisnis yang persentasenya cukup fantastis. Ingat bahwa suatu investasi atau bisnis tidak dapat dipastikan hasilnya sehingga kita harus lebih kritis terhadap tawara-tawaran seperti itu. Kita juga bisa menggunakan aturan 72 atau rule of 72 untuk menganalisis secara cepat apakah suatu keuntungan atau imbal hasil cukup wajar atau tidak.
Yang paling penting tentu saja adalah hanya membeli produk atau bisnis yang kita benar-benar paham cara kerja atau mekanismenya. Jika ada sedikit saja yang tidak kita pahami, lebih baik lupakan! Risiko terbesar ada ketika kita tidak paham apa yang kita lakukan.
Semoga tips di atas bisa membantu. Terus semangat untuk berkarya! Fighting! Live a Beautiful Life!
http://zapfinance.co.id/2016/02/19/di-phk-bagaimana-keuangan-saya/
Sumber : ZAPFINANCE.CO.ID

powered by: IPOTNEWS.COM