Euro dan Mata Uang Berisiko Melejit, Terkatrol Stimulus ECB
Friday, June 05, 2020       14:29 WIB

Ipotnews - Euro melesat ke level tertinggi tiga bulan, Jumat siang, setelah Bank Sentral Eropa (ECB) meningkatkan stimulusnya lebih besar dari ekspektasi untuk menopang perekonomian yang mengalami resesi terburuk sejak Perang Dunia Kedua.
Langkah ECB itu mendukung selera untuk mata uang berisiko, mengangkat dolar Australia ke tingkat tertinggi lima bulan dan poundsterling menembus posisi tertinggi selama dua bulan terakhir, demikian laporan  Reuters,  di Tokyo, Jumat (5/6).
ECB meningkatkan skema pembelian obligasi darurat sebesar 600 miliar euro menjadi 1,35 triliun euro, dan memperpanjang skema tersebut hingga pertengahan 2021.
Euro naik 0,25% menjadi USD1,1367, level tertinggi dalam hampir tiga bulan. Sepanjang pekan ini, mata uang tunggal itu melonjak 2,4% dan di jalur untuk mencatat kenaikan minggu ketiga berturut-turut.
Kepercayaan investor pada euro juga meningkat setelah Jerman, bulan lalu, merilis proposal dana pemulihan Uni Eropa, melepaskan diri dari tradisi yang telah lama dipegangnya untuk menolak langkah menuju integrasi fiskal dalam blok mata uang tersebut.
"Tindakan baru-baru ini oleh Komisi Uni Eropa, serta ECB mengurangi  tail risk  seputar prospek ekonomi kawasan euro tersebut," kata Zach Pandl, co-Head of Global Foreign Exchange di Goldman Sachs, New York.
"Tantangan utama Eropa adalah arsitektur kebijakan fiskalnya yang tidak lengkap. Namun, sejumlah institusi Eropa membuat perubahan penting untuk memperbaiki kelemahan itu. Dan itu termasuk pembelian obligasi ECB serta proposal dana pemulihan UE, yang kami pikir akan sangat membantu meningkatkan koordinasi kebijakan fiskal di kawasan euro."
Terhadap yen, mata uang bersama itu berpindah tangan di posisi 124,43, level tertinggi 13 bulan, dan versus franc Swiss, mata uang  safe-haven  lainnya, euro menyentuh tingkat tertinggi lima bulan, yakni 1,08645.
Indeks Dolar AS (DXY), ukuran  greenback  terhadap sekeranjang enam mata uang utama, berada di jalur untuk membukukan pelemahan minggu ketiga berturut-turut, di posisi 96,510, mendekati level terendah dalam hampir tiga bulan.
Dolar AS menguat menjadi 109,33 yen, mendekati level tertinggi dalam dua bulan.
Tekanan pada mata uang  safe-haven  mencerminkan optimisme yang luas di pasar keuangan ketika pelonggaran  social distancing  mendukung harapan pemulihan ekonomi.
Laporan klaim pengangguran mingguan AS menunjukkan jumlah warga Amerika yang mengajukan tunjangan turun di bawah 2 juta, pekan lalu, untuk kali pertama sejak pertengahan Maret, meski angka tersebut masih tiga kali lebih besar dari level tertinggi selama krisis keuangan global.
Data ketenagakerjaan resmi AS yang dijadwalkan Jumat, diperkirakan menunjukkan angka penggajian non-pertanian turun 8 juta pada Mei setelah rekor penurunan 20,54 juta pada April.
Tingkat pengangguran diperkirakan meningkat menjadi 19,8%, rekor pasca Perang Dunia II, dari 14,7% di April.
"Pasar dalam pola  risk-on  meski tingkat pengangguran meroket. Tetapi semua orang masih waspada bahwa  mood  tersebut bisa berubah dan memberikan order  stop-loss  yang ketat. Tidak ada keyakinan yang kuat," kata Bart Wakayabashi, Manajer Cabang State Street Bank, Tokyo.
Dolar Australia, sering dilihat sebagai proksi risiko di pasar mata uang, naik 0,70% menjadi USD0,6993, sempat menguat di atas USD0,70 untuk kali pertama sejak awal Januari.
Dolar Hong Kong naik terhadap  greenback  menjadi 7,7500, di ujung yang kuat dari  trading band  7,75-7,85, untuk pertama kalinya sejak 21 Mei, mendorong Otoritas Moneter Hong Kong untuk melakukan intervensi pasar.
Penguatan itu terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang masa depan kota tersebut setelah China, bulan lalu, mengumumkan akan memberlakukan undang-undang keamanan nasional. (ef)

Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM