Investor Khawatirkan Laju Inflasi, Ekonom Melihat Sinyal Pertumbuhan
Thursday, May 13, 2021       18:01 WIB

Ipotnews - Sedikit inflasi mungkin bukan hal yang buruk. Akan tetapi laporan inflasi Departemen Tenaga Kerja AS, Rabu kemarin membuat bursa Wall Street berguguran. Investor gelisah menghadapi kemungkinan kembalinya inflasi.
Para pedagang menyalahkan kenaikan harga sehingga memicu aksi jual yang luas pada saham teknologi. Perhatian mereka tertuju pada berapa banyak yang harus dibayar warga AS untuk mendapatkan barang yang mereka konsumsi.
Kenaikan inflasi di AS, baru-baru ini mungkin hanya sementara. Jika terkendali, inflasi seringkali menjadi produk sampingan yang sehat dari perekonomian yang sedang tumbuh.
Selama bertahun-tahun, para ekonom mengkhawatirkan perubahan makroekonomi secara luas - populasi yang menua dengan lebih sedikit bayi, dan meluasnya otomatisasi - yang akan membuat harga sulit bergerak selama beberapa dekade. Sejumlah stimulus fiskal dan moneter paling ekspansif di Washington tampaknya tidak dapat melakukan trik iersebut.
Terlepas dari pengesahan  Affordable Care Act  tahun 2010, kenaikan utang federal dari 52% dari PDB menjadi 74% antara tahun 2009 dan 2014, dan langkah The Fed menahan suku bunga nol, anggota parlemen AS cenderunh menghindari inflasi yang berkelanjutan pada sebagian besar masa pemerintahan Presiden Barack Obama.
Yang pasti, dari waktu ke waktu harga telah melampaui target 2% Federal Reserve selama dekade terakhir. Antara Desember 2011 dan April 2012, laju inflasi dan indeks harga inti pengeluaran konsumsi pribadi telah melebihi target bank sentral,.
Tetapi tipe inflasi yang kuat dan bertahan lama, yang sekarang diiinginkan The Fed, sampai saat ini tak kunjung terujud. Inflasi hanya memenuhi atau melampaui target 2% bank sentral sebanyak 14 kali selama 121 laporan bulanan dalam satu dekade terakhir.
CNBC menulis, meskipun banyak ekonom tidak memperhatikannya, April 2012 merupakan saat terakhir Presiden Obama melihat inflasi di atas 2%. Pertumbuhan harga tetap di bawah ambang batas hingga memasuki masa jabatan Presiden Donald Trump.
Berdasarkan nilai nominal dan diambil secara terpisah, laporan inflasi pemerintah pada Rabu lalu bisa mengganggu. Biro Statistik Tenaga Kerja menunjukkan bahwa indeks harga konsumen (CPI) bulan April, mengalami akselerasi pada laju tercepat dalam lebih dari 12 tahun .
Perusahaan yang berorientasi pada pertumbuhan, yang cenderung akan terpukul oleh kenaikan inflasi melalui kenaikan suku bunga The Fed,mengalami aksi jual secara menyeluruh sebelum dan setelah laporan inflasi. Nasdaq Composite anjlok lebih dari 5% hanya di bulan Mei saja.
Dan sekarang, dengan triliunan dolar yang digelontorkan Biden ke denyut perekonomian dan Federal Reserve menahan suku bunga mendekati nol - Wall Street mulai bersikap dingin terhadap kembalinya inflasi.
Ke tingkat yang lebih besar daripada yang mereka lakukan selama krisis keuangan lebih dari 10 tahun yang lalu, pembuat kebijakan di Capitol Hill dan di The Fed telah bekerja sama untuk melawan kemunduran permintaan untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19.
Triliunan dana telah dihabiskan dengan berbagai cara untuk mengurangi virus dan dampaknya yang depresif pada bisnis AS. Berbagai putaran tambahan stimulus, peningkatan tunjangan pengangguran, dan moratorium penggusuran semuanya telah diterapkan demi mendorong permintaan warga AS agar membelanjakan uangnya dan menyelamatkan bisnis kecil.
Dengan lebih dari setengah populasi AS divaksinasi dan pembukaan kembali bisnis, pemerintahan Biden terus mengiklankan infrastruktur dan belanja rumah tangga sebagai stimulus yang sangat dibutuhkan.
Presiden Joe Biden mengulangi pesan itu pada Jumat lalu, setelah pemerintah melaporkan angka penggajian April yang jauh lebih lemah dari perkiraan.
"Dalam pandangan saya, laporan hari ini hanya menggarisbawahi betapa pentingnya tindakan yang kita ambil," kata Biden. "Upaya kami mulai membuahkan hasil, tetapi tanjakan terjal, dan jalan kita masih panjang," imbuh Biden, seperti dikutip CNBC , Rabu (12/5).
Meskipun pedagang ekuitas mungkin menggerutu terhadap potensi inflasi yang akan mengikis daya beli dari keuntungan perusahaan di masa depan, para ekonom mencoba mengingatkan dunia tentang beberapa fakta utama: Inflasi sering kali merupakan produk sampingan dari pertumbuhan ekonomi dan kemungkinan bersifat sementara.
Menurut Nathan Sheets, ekonom dan mantan pejabat Departemen Keuangan AS, bahkan faktanya akan baik bagi perekonomian jika campuran stimulus moneter dan fiskal masih dapat memicu inflasi dan kekhawatiran inflasi.
"Saya rasa Jay Powell dan rekan-rekannya di The Fed cukup santai menghadapi prospek inflasi," tulis Sheets, yang pernah menjabat sebagai wakil menteri keuangan untuk urusan internasional. Sheets, yang sekarang kepala ekonom di Pendapatan Tetap PGIM , mencatat bahwa selama 10 tahun terakhir, bank sentral telah berjuang untuk menghasilkan pertumbuhan harga yang sehat.
"The Fed telah berjuang keras untuk menaikkan inflasi. Kalaupun kenaikan inflasi aktual bersifat sementara, tetap bisa membantu mereka mencapai target, "imbuhnya. "Minimal, paruh kedua tahun ini akan menunjukkan bahwa ekonomi modern, paling tidak, memmungkinkan untuk menghasilkan inflasi - sesuatu yang belum pernah kita lihat selama bertahun-tahun."
Betapapun lambannya inflasi di AS selama bertahun-tahun, situasi domestik masih jauh lebih baik daripada di luar negeri.
Di Eropa, para pejabat bank sentral masih kerepotan melawan kebalikan dari inflasi, yaitu deflasi. Meski para ekonom AS mencemaskan kenaikan harga yang terlalu tinggi, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde selama berbulan-bulan mencoba mencegah kejatuhan harga hingga kembalinya aktivitas pariwisata reguler dan perdagangan pra-pandemi.
Deflasi bisa sangat sulit untuk diatasi karena penurunan harga dapat memulai spiral penurunan pendapatan dan kontraksi keuntungan. Keuntungan yang lebih rendah dapat menyebabkan peningkatan kebangkrutan bisnis, yang pada gilirannya dapat menyebabkan lonjakan pengangguran dan kontraksi harga lebih lanjut.
Sementara itu, pejabat Fed sejauh ini tidak terpengaruh tentang kekhawatiran inflasi pasar. Gubernur Fed Lael Brainard, yang dipandang sebagai calon penerus Powell, menawarkan pandangan yang tidak bermasalah itu pada Selasa lalu.
"Kenaikan inflasi secara material yang terus-menerus tidak hanya akan membutuhkan kenaikan upah atau harga pada periode setelah pembukaan kembali ekonomi, tetapi juga ekspektasi luas bahwa mereka akan terus meningkat dengan kecepatan yang lebih tinggi secara terus-menerus," ujarnya.
"Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa banyak bisnis cenderung menekan margin dan mengandalkan otomatisasi untuk mengurangi biaya daripada meneruskan kenaikan harga sepenuhnya," Brainard menambahkan.
Seorang pejabat senior pemerintahan menggemakan sentimen tersebut kepada CNBC dengan mengatakan, perekonomian?masih perlu banyak melalui landasan untuk melaju," sebelum inflasi yang lebih tinggi dapat dianggap persisten ketimbang temporer.
Pejabat itu menambahkan bahwa jalur inflasi kemungkinan akan bergejolak dan, meski tren naik, merupakan cerminan dari ekonomi yang pulih dengan cepat dari resesi Covid-19.
Masalah ekonomi sebenarnya mungkin, sebenarnya, tersembunyi di bagian belakang dari separuh kutipan Brainard.
Ekonom terkemuka, yang dipimpin oleh mantan Menteri Keuangan Larry Summers, telah berulang kali memperingatkan bahwa lonjakan inflasi sementara tidak memperbaiki perubahan makroekonomi yang mendasarinya, seperti otomatisasi dan perlambatan pertumbuhan penduduk, yang telah membuatnya tetap di bawah target begitu lama.
Summers yakin bahwa ekonomi AS sedang berada di tengah apa yang dikenal sebagai stagnasi sekuler.
Tidak seperti pasang surut siklus ekonomi yang terjadi setiap beberapa tahun, Summers berpendapat bahwa AS sedang berada di tengah proses yang lambat dan bertahap, yang pada akhirnya akan menghasilkan PDB jangka panjang dan pertumbuhan inflasi yang lebih rendah.
"Menurut saya, ada aspek lain dari situasi yang perlu kita perhatikan dengan seksama dan cenderung tidak mendapat refleksi yang memadai. Dan ini adalah: Peran pria atau wanita, atau orang dewasa, di Amerika Serikat yang bekerja saat ini pada dasarnya sama dengan empat tahun lalu," kata Summers pada pertemuan ekonom di Dana Moneter Internasional tahun 2013.
Bahkan aliran uang tunai yang sangat besar dari pemerintahan Biden dan The Fed, tidak dapat mengubah dampak jangka panjang, misalnya, penurunan tingkat kelahiran di AS dan, pada gilirannya, tidak lagi dibutuhkan begitu banyak pabrik, toko, dan bisnis.
 Easy money  tidak bisa secara tak terbatas mendorong tingkat pertumbuhan PDB riil yang sama, jika pertumbuhan penduduk stagnan atau menurun.
Dalam hal ini, Summers mulai berargumen pada 2013, tingkat bunga ekuilibrium riil sebenarnya bisa negatif. Dia mengulangi teorinya pada bulan lalu dalam wawancara dengan Financial Times.
"Saya melihat ekonomi global dan, memang, pada ekonomi AS selama periode pra-Covid dan apa yang saya lihat adalah; pada tingkat bunga riil yang mendekati nol, ada kesenjangan yang cukup besar antara tabungan swasta dan investasi, didorong oleh demografi, barang modal murah, ketimpangan dan teknologi," katanya kepada Financial Times.
Di sini Summers mengatakan bahwa penabung telah memindahkan lebih banyak uang tunai dari rekening tabungan tradisional karena calon investor sama sekali tidak menginginkan dana tambahan, sebuah fakta yang dapat menyebabkan suku bunga riil negatif.
Suku bunga negatif dapat berimplikasi bahwa tingkat investasi dalam perekonomian saat ini - jumlah pabrik, rumah, dan modal lainnya - terlalu tinggi, dengan mengingat pada apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh bisnis dan konsumen.
"Kesenjangan substansial itu berarti kecenderungan deflasi, salah satunya menuju kelesuan dan tabungan mengalir ke aset yang ada dan menciptakan gelembung aset," Summers menambahkan. ( CNBC )


Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM