Ipotnews - Dolar bergerak lebih tinggi secara keseluruhan, Senin, memperpanjang rebound dari level terendah hampir tiga tahun pekan lalu, mengambil kekuatan dari lonjakan imbal hasil US Treasury baru-baru ini dan prospek dorongan pertumbuhan dari stimulus fiskal Amerika Serikat yang lebih tinggi.
Presiden terpilih Amerika, Joe Biden, yang akan menjabat pada 20 Januari, dengan Partai Demokrat mampu mengendalikan kedua majelis Kongres, menjanjikan pengeluaran bantuan pandemi ekstra "triliunan" dolar, demikian laporan Reuters dan Xinhua, di New York, Senin (11/1) atau Selasa (12/1) pagi WIB.
Biasanya, rencana pengeluaran tambahan akan mendorong kekhawatiran investor tentang kenaikan inflasi dan efek merugikannya pada dolar AS dalam ekonomi yang lemah, tetapi greenback didukung dalam beberapa pekan terakhir berkat kenaikan imbal hasil US Treasury.
Imbal hasil surat utang pemerintah Amerika mencatat pergerakan besar dalam beberapa sesi terakhir, dengan kurva yield US Treasury mengalami peningkatan signifikan dalam imbal hasil obligasi bertenor lebih panjang.
Imbal hasil US Treasury 10 tahun melesat ke level tertinggi 10-bulan, Senin, karena investor memperkirakan anggaran pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi di bawah pemerintahan Joe Biden dan sebelum Departemen Keuangan akan menawarkan surat utang jangka panjang yang baru.
Pada 99 basis poin, selisih antara imbal hasil US Treasury 2 tahun dan 10 tahun berada pada titik tertinggi sejak Juli 2017.
Indeks Dolar (Indeks DXY), ukuran greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama, menguat 0,2% menjadi 90,494, kenaikan sesi keempat berturut-turut. Indeks tersebut jatuh ke level terendah 89,21 pekan lalu, tingkat terlemah sejak Maret 2018.
"Apresiasi dolar itu datang pada saat tidak hanya terjadi kenaikan imbal hasil tetapi juga periode risk-off yang diciptakan oleh meningkatnya ketidakpastian tentang perkembangan politik di Amerika," kata Paresh Upadhyaya, Direktur Amundi Pioneer Asset Management di Boston. "Saya pikir itu melebih-lebihkan kekuatan dolar."
Spekulan di pasar FX tetap sangat bearish terhadap dolar, berdasarkan data Komisi Perdagangan Komoditas Berjangka Amerika, Jumat.
Dolar yang lebih kuat menggigit poundsterling, setelah kepala penasihat medis Inggris memperingatkan bahwa beberapa pekan ke depan pandemi akan menjadi yang terburuk.
Pada akhir perdagangan di New York, euro turun menjadi USD1,2163 dari USD1,2212 di sesi sebelumnya, dan pound melemah jadi USD1,3524 dari USD1,3560. Dolar Australia jatuh ke posisi USD0,7708 dari USD0,7747.
Dolar AS dibeli 104,15 yen, lebih tinggi dari 103,93 yen pada sesi sebelumnya. Sementara, greenback naik menjadi 0,8894 franc Swiss dari 0,8865 franc Swiss, dan menguat ke level 1,2775 dolar Kanada dari 1,2711 dolar Kanada. (ef)
Sumber : Admin
powered by: IPOTNEWS.COM