Kesalahan-kesalahan Umum (Pemodal Pemula) dalam Berinvestasi ETF
Tuesday, May 11, 2021       18:58 WIB

Reksadana Bursa atau Exchange Traded Fund (ETF) tergolong jenis investasi yang baru, tidak hanya bagi sebagian besar pemodal di Indonesia, tetapi juga bagi pemodal di dunia.
ETF pertama di Indonesia terbit pada bulan Desember 1997, yaitu ETF berbasis ekuitasyang mengacu pada indeks LQ45 yang dibuat oleh BEI dan ETF R- ABFI yang mengacu pada indeks iBoxx ABF Index yang diterbitkan oleh lembaga independen yang bermarkas di Frankfurt Jerman. Sedangkan ETF pertama di dunia diterbitkan tahun 1993 dengan kode SPDR (spider) yang mengacu indeks ekuitas S&P500.
ETF di Indonesia dikenal juga dengan nama Reksadana Bursa, yaitu reksadana yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa efek. Perkembangan ETF di dunia sangatlah pesat, dengan 1800an ETF di Amerika Serikat saja.
Di Indonesia, saat ini ada 48 ETF yang telah terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia), sebagian besar di antaranya berbasis ekuitas. ETF di Indonesia sekarang sudah cukup banyak, dan kita mulai dapat memilah-milah kesalahan-kesalahan yang umumnya dibuat oleh pemodal ETF itu.
Kesalahan para pemodal ETF yang sering ditemui adalah:
1. Tidak melakukan riset yang memadai ( due diligence ) tentang ETF yang dituju.
Sebagai pemodal, ada beberapa hal tentang ETFyang harus Anda pertimbangkan sebelum berinvestasi, di antaranya adalah:
Tolok ukur dan metodologi. Pemodal yang berinvestasi di ETF harus memahami terlebih dahulu tipe ETF yang ditujunya, apakah ETF aktif atau ETF pasif? Kalau ETF itu aktif, apakah Anda sudah memahami produk ini? Kalau ETF pasif, apa indeks acuannya? Siapa yang menyusun indeks itu? Berapa lama indeks akan disesuaikan ( rebalancing )? Bagaimana kriteria suatu saham bisa masuk atau keluar dari indeks? Apa metode yang dipakai penyusun indeks? Sudah berapa lama indeks itu ada? Bagaimanakah popularitas indeks tersebut di antara pemodal?
Biaya-biaya. Biaya berinvestasi di reksadana bursa atau ETF terutama adalah biaya ( fee ) Manajer Investasi dan Bank Kustodian. ETF yang pasif tidak membutuhkan analisis atas kondisi ekonomi tetapi investasi hanya, secara pasif, mengikuti indeks. Jadi, biaya Manajer Investasi reksadana ETF pasif haruslah serendah mungkin. Biaya lain-lain seperti biaya yang dibayarkan kepada penyedia indeks biasanya bernilai tetap, sehingga biaya indeks ini dapat menjadi besar (dan ditanggung oleh semua pemodal) apabila dana kelolaan (AUM) ETF itu masih kecil.
Likuiditas. Jika Anda termasuk pemodal kecil yang berinvestasi di bawah satu Unit Kreasi (satuan perdagangan di pasar primer ETF), maka Anda harus membeli unit penyertaan ETF tersebut di pasar sekunder. Berbeda dari reksadana biasa, dimana hanya ada satu harga untuk membeli dan menjual unit penyertaan, untuk membeli unit penyertaan ETF di pasar sekunder (bursa), pemodal harus memperhitungkan juga selisih harga penawaran beli ( bid ) dan harga penawaran jual ( offer ) unit penyertaan ETF, sama seperti saham biasa. Untuk ETF yang 'tidak likuid' dalam arti tidak banyak terjadi transaksi di pasar sekunder, dan tidak banyak penawaran jual ( offer ) yang ada di pasar, maka selisih harga penawaran jual ini dengan indikasi Nilai Aktiva Bersih atau i(NAB) bisa cukup signifikan.
Ukuran dana kelolaan (AUM). Walaupun tidak selalu benar, ETF yang memiliki ukuran dana kelolaan (AUM) yang besar umumnya juga memiliki likuiditas ( bid/offer spread ) yang lebih baik karena memiliki lebih banyak pemegang unit penyertaan dan memiliki resiko pembubaran reksadana yang lebih kecil.
Kinerja ETF dan  tracking error . Jika data yang memadai tersedia, pelajarilah kinerja ETF itu untuk jangka waktu satu, tiga dan lima tahun, atau lebih lama. Pastikan bahwa Anda sudah cukup puas dengan kinerja indeks yang menjadi acuan ETF. Juga, pelajari seberapa bagus ETF ini mengikuti indeks acuannya ( tracking error ). Saat ini semua ETF pasif masih menggunakan metode  full replication , tetapi perlu diingat bahwa peraturan OJK tentang reksadana indeks membolehkan Manajer Investasi hanya menginvestasikan 80% portofolionya ke dalam indeks yang dituju, sehingga ada kemungkinan di kemudian hari ETF yang dituju tidak melakukan  full replication  lagi.
2. Berusaha mencari waktu terbaik untuk membeli ETF ( trying to time the market )
Seringkali orang yang berinvestasi di ETF bertindak seperti pemodal yang membeli saham individual, dalam arti berusaha mencari harga 'terbaik' untuk masuk. Perlu diingat bahwa ETF pada dasarnya adalah reksadana, sehingga harga ETF sudah merupakan harga 'rata-rata' dari semua saham yang ada di dalamnya.
Untuk ETF pasif yang terdiversifikasi dengan baik, pergerakan harga ETF dalam sehari tidak terlalu lebar untuk membuat Anda menjadi khawatir. Di sini ada pameo yang baik untuk Anda ingat selalu " time in the market is better than timing the market ".
Sebagai contoh, kalau kita mengambil contoh data saham Australia (riset sejenis tidak tersedia untuk data saham di BEI), jika kita 'melewatkan' dua puluh hari terbaik pada bursa saham Australia selama 22 tahun (1996 s/d 2018), maka kita akan kehilangan hampir separuh dari imbal hasil dana yang kita investasikan dibandingkan jika kita tetap berinvestasi penuh pada semua saham di pasar.
3. Membeli dan menjual ETF berkali-kali
Berinvestasi pada ETF saham yang pasif seringkali dianggap membosankan, apalagi mengingat semua fleksibilitas yang ditawarkan ETF ini. Ya, ETF memang reksadana yang unit penyertaannya diperdagangkan di bursa. ETF berbeda dengan reksadana konvensional yang harus dijual kembali kepada Manajer Investasi, dan harga penjualan unit penyertaan tidak diketahui oleh pemodal pada waktu pemodal melakukan penjualan kembali.
Pemodal ETF dapat setiap saat melakukan penjualan kembali kepada pemodal mana saja di bursa dan pada harga yang sudah kelihatan pula. Kalau pemodal tidak puas dengan penjualan ETF yang dilakukannya, pemodal dapat membelinya kembali di bursa dengan cara yang sama, bahkan sebelum uang hasil penjualan unit penyertaan diterimanya.
Mungkin hal di bawah ini bisa diingat sebelum Anda mulai ingin melakukan jual dan beli unit penyertaan ETF di bursa. "Kebanyakan orang  overestimate  apa yang dapat dikerjakannya dalam waktu satu tahun tetapi  underestimate  apa yang dapat dilakukannya dalam waktu sepuluh tahun".
Anda adalah pemodal, bukan trader yang sehari-hari yang memang kerjanya adalah jual dan beli unit penyertaan ETF atau saham-saham. Berinvestasi haruslah dilakukan secara  long term , dan berinvestasi itu umumnya 'membosankan', berbeda dengan berdagang (jual dan beli) unit penyertaan atau  trading  yang penuh dinamika (bukan keuntungan).
4. Tidak memperhatikan masalah alokasi aset, dan tidak melakukan perubahan bobot atas kelas-kelas aset dalam portofolio ( rebalancing )
Dalam teori manajemen portofolio, dikatakan bahwa alokasi aset menentukan 90% imbal hasil portofolio. Setelah itu barulah urusan menentukan saham-saham yang akan dibeli ke dalam portofolio ( investment selection ) dan kapan sebaiknya saham-saham tersebut dibeli ( market timing ). Dalam hal ini, kita tetap perlu ingat bahwa portofolio yang baik adalah portofolio yang terdiversifikasi atas beragam aset kelas, dan selanjutnya tiap-tiap kelas aset tersebut juga terdiversikasi atas bermacam instrumen.
ETF adalah instrumen yang sangat baik untuk alokasi aset, tetapi kesalahan pemodal yang sering dilakukan adalah tidak berpikir secara alokasi aset pada waktu membeli ETF. Pemodal seringkali hanya melihat pada individual ETF secara sendiri-sendiri ( stand alone ), dan bukan kepada bagaimana ETF-ETF dalam portofolio bekerja bersama-sama. Sebagai contoh, pemodal yang telah banyak berinvestasi padabarangkali tidak perlu membeli IDX30 yang indeks acuannya adalah portofolio pasar Indonesia secara keseluruhan.
Demikian pula, bobot kelas aset yang berbeda dalam portofolio (saham dan obligasi) secara berkala harus ditinjau ulang (misalnya setiap enam bulan sekali). Pemodal yang baik akan melakukan perubahan bobot kelas aset yang berbeda ( rebalancing ) secara berkala. Dapat dikatakan bahwa  rebalancing  merupakan salah satu pekerjaan terpenting dalam mengelola portofolio investasi.
 Rebalancing  meliputi menjual investasi-investasi yang telah bertumbuh pesat (sehingga bobot kelas aset yang diwakilinya dalam portofolio naik banyak) daripada kelas aset yang lain, dan membeli lebih banyak lagi atas kelas aset yang nilainya telah turun sehingga bobot masing-masing kelas aset tersebut kembali ke nilainya semula.
5. Kesalahan pada waktu membeli atau menjual Unit Penyertaan ETF (trading)
Market order. Pada waktu pemodal ingin membeli atau menjual ETF, hindari menggunakan  market order . Dengan  market order , maka investasi akan langsung dieksekusi pada harga pasar yang berlaku saat itu. Kecuali unit penyertaan ETF yang dituju sangatlah likuid, dengan harga  bid  dan harga  offer  yang besar relatif terhadap jumlah  bid  atau  offer  yang dimasukkan, jarang sekali  market oder  akan memberikan hasil yang memuaskan. Apalagi jika ETF yang dituju tidak terlalu likuid. Lebih bijaksana buat pemodal untuk menggunakan  limit order  saja (dan ditinjau secara berkala).
Trading pada waktu mendekati pembukaan pasar atau penutupan pasar. Sebaiknya pemodal tidak bertransaksi pada waktu mendekati jam pembukaan pasar atau penutupan pasar. Mengapa? Karena pada waktu-waktu tersebut, selisih antara harga  bid  dan  offer  cenderung melebar dan harga ETF cenderung menjauh daripada NAB indeks yang menjadi acuan ETF. Biarkan harga-harga ETF menjadi stabil dulu, sehingga selisih harga  bid  dan  offer  menjadi stabil, dan berada dekat pada nilai aktiva bersih indeks yang menjadi acuan.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS

powered by: IPOTNEWS.COM