Kondisi 2021 Berbeda dengan 2013, Ketakutan Taper Tantrum Salah Alamat: Ashmore
Sunday, February 28, 2021       13:00 WIB

Ipotnews - Bursa saham Indonesia menutup pekan terakhir Februari, (Jumat. 26/2) dengan membukukan penurunan IHSG sebesar 0,76% ke level 6.241, namun secara mingguan masih menguat 0,16% dibanding akhir pekan sebelumnya di posisi 6.231. Investor asing membukukan arus masuk dana bersih sebesar USD82 juta.
PT Ashmore Asset Management Indonesia, mencatat beberapa peristiwa penting yang mempengaruhi pergerakan dana di pasar modal dalam dan luar negeri, antara lain;
  • Update Covid: WHO telah melaporkan penurunan kasus virus korona global selama enam pekan berturut-turut. FDA AS menyatakan vaksin Johnson & Johnson Covid-19 memenuhi persyaratan untuk otorisasi penggunaan darurat.
  • Lelang obligasi AS mencatatkan lonjakan imbal hasil US Treasury ke atas 1,50% pada Kamis lalu. Investor mengajukan penawaran senilai USD62 miliar untuk obligasi bertenor 7 tahun. Departemen Keuangan AS melaporkan nilai penawaran mencapai USD2,04 untuk setiap dolar yang terjual, terendah sejak 2009.
  • Penggunan tempat tidur di rumah sakit Jakarta telah menurun, menjadi 68% untuk ruang isolasi dan 71% untuk ruang ICU, jauh lebih rendah dari 85% dan 86% pada bulan lalu. Rata-rata tambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia dalam tujuh hari (7D) telah melambat sebesar 31% menjadi 9 ribu kasus harian.
  • Belanja pemerintah meningkat 32,4% yoy pada Januari 2021 (melonjak tinnggi dibanding rata-rata Januari 2015-2020), dipimpin oleh lonjakan belanja sosial (program transfer tunai) dan belanja modal. Kontraksi pendapatan menyempit karena pajak turun, menjadi -5,1% yoy (dari -17% di FY20). Stimulus PEN meningkat menjadi Rp699,4 triliun (dari Rp695 triliun tahun lalu) sebagian besar untuk perawatan kesehatan. Meskipun stimulus PEN diperbesar, defisit anggaran diasumsikan tetap di -5,7% dari PDB tahun ini dari realokasi anggaran.

Mengacu pada perkembangan tersebut di atas, berikut pendapat Ashmore dalam  Weekly Commentary  ( Jumat,26/2);
Kondisi Indonesia 2021: Mengapa ketakutan akan  taper tantrum  salah alamat?
Yield US Treausury telah meningkat sekitar 100 basis poin sejak akhir Juli 2020. Menurut Ashmore, sebagian besar kenaikan imbal hasil nominal dapat dikaitkan dengan  repricing  ekspektasi inflasi di masa mendatang dari 1,55% menjadi 2,16%. Kondisi tersebut menimbulkan spekulasi yang membandingkannya dengan situasi  taper tantrum  pada 2013 lalu.
Namun Ashmore menilai, ada empat hal yang membedakan kondisi ekonomi 2013 dengan saat ini:
  1. Reaksi Fed sangat berbeda. Risalah rapat FOMC pada Januari lalu menyebutkan bahwa The Fed akan bersabar dan mempertahankan kebijakannya pada tingkat yang sangat akomodatif sampai krisis Covid-19 dapat dilalui.
  2. Secara agregat neraca transaksi berjalan EM dalam kondisi surplus. Pada tahun 2013, rata-rata negara EM mengalami defisit transaksi berjalan yang setara dengan 1,8% dari PDB, mendekati level terendah sejak 2002. Sebaliknya, saat ini negara-negara EM mengalami surplus transaksi berjalan rata-rata sebesar 1,3% dari PDB, mendekati level terkuat dalam 20 tahun.
  3. Mata uang EM diperdagangkan mendekati posisi terendah sepanjang masa, sedangkan pada tahun 2013 nilai tukar mata uang EM relatif tinggi. Indeks GBI EM GD FX, yang mengukur nilai tukar mata uang EM, pada Jumat lalu berada di posisi 39,9% lebih lemah dibandingkan pada bulan April 2013. "Perlu dicatat bahwa, saat ini ada bukti anekdot yang kuat bahwa investor memiliki eksposur yang jauh lebih sedikit di pasar lokal EM dibandingkan pada tahun 2013. Dibanding 2013, pasar lokal EM telah mengalami arus masuk modal dalam jumlah besar berkat kinerja yang kuat dari tahun 2009 hingga 2012," ungkap Ashmore.
  4. Harga komoditas bergerak lebih tinggi karena ekonomi global pulih dari guncangan Covid-19. "Harga komoditas hanya mempengaruhi beberapa negara EM, tetapi perekonomian negara-negara itu cenderung sangat sensitif terhadap pergerakan harga komoditas, dan harga yang lebih tinggi akan mendukung mata uang mereka," imbuh Ashmore.

Dalam beberapa bulan ke depan, Ashmore memperkirakan, US Treasury akan terus berubah mengikuti kombinasi suku bunga riil yang lebih tinggi dan peningkatan ekspektasi inflasi, seiring dengan peningkatan inflasi karena efek dasar. "Skenario ini konstruktif untuk pertumbuhan PDB global dan akan mendukung mata uang dan obligasi berimbal hasil tinggi yang memiliki  spread  kredit lebih luas sehinga dapat berfungsi sebagai bantalan terhadap imbal hasil US Treasury yang lebih tinggi," tulis Ashmore.
Alasan yang bagus untuk meningkatkan porsi ekuitas?
"Kami pikir begitu. Meskipun obligasi berimbal hasil tinggi tetap menguntungkan dalam skenario  bull  ish  jangka panjang, kami menyarankan untuk bersikap defensif pada obligasi dan ekuitas untuk saat ini." (Ashmore)

Sumber : admin

powered by: IPOTNEWS.COM