Libya Berencana Tingkatkan Produksi, Harga Minyak Dunia Tertekan
Tuesday, October 20, 2020       03:46 WIB

Ipotnews - Minyak bergerak lebih rendah, Senin, dibebani kekhawatiran atas lonjakan kasus virus korona secara global dan rencana Libya untuk meningkatkan produksi. Tetapi harapan untuk kesepakatan paket fiskal Amerika memberikan beberapa dukungan.
Analis juga fokus pada pertemuan komite pemantauan menteri OPEC Plus, Senin. Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan komite tersebut merekomendasikan untuk tetap berpegang pada kesepakatan global kelompok itu untuk mengurangi produksi minyak.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup turun 31 sen menjadi USD42,62 per barel, demikian laporan  Reuters,  di New York, Senin (19/10) atau Selasa (20/10) pagi WIB.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), patokan Amerika Serikat, melemah 5 sen menjadi menetap di USD40,83 per barel.
Arab Saudi, anggota terbesar Organisasi Negara Eksportir Minyak, mengatakan tidak ada yang meragukan komitmen kelompok tersebut untuk memberikan dukungan, sementara tiga narasumber dari negara-negara produsen mengatakan peningkatan produksi yang direncanakan dari Januari dapat dibatalkan jika perlu.
OPEC Plus, kelompok OPEC dan sekutunya termasuk Rusia, membatasi produksi minyak sebesar 7,7 juta barel per hari (bph), turun dari pemotongan 9,7 juta bph, dan akan mengurangi pemangkasan 2 juta bph lagi pada Januari.
"Tidak ada kejutan besar dari pertemuan OPEC Plus," kata Phil Flynn, analis Price Futures Group di Chicago. "Mereka mengatakan semua hal yang benar, tetapi tidak ada kejutan besar sehingga pasar cukup stabil."
Membebani harga, Libya secara signifikan meningkatkan produksinya setelah pelonggaran blokade oleh pasukan timur pada September. Ladang minyak Abu Attifel berkapasitas 70.000 bph diperkirakan memulai kembali aktivitas pada 24 Oktober setelah ditutup selama berbulan-bulan, kata dua insinyur.
Sementara, kasus virus korona di seluruh dunia melampaui 40 juta, Senin, menurut penghitungan  Reuters.  Banyak negara Eropa memperketat penguncian untuk mengekang penyebaran virus tersebut, memperbaharui kekhawatiran tentang permintaan minyak.
"Pembatasan ketat terbaru ini pasti akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan merusak pemulihan permintaan bahan bakar," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.
Harapan untuk paket stimulus AS yang baru memberikan beberapa dukungan untuk harga. Gedung Putih "sangat optimistis" bahwa Ketua DPR Nancy Pelosi mungkin bergerak menuju kesepakatan tentang RUU stimulus virus korona yang baru, kata seorang juru bicara, Senin.
Bank of America memproyeksikan Brent dan WTI rata-rata mencapai USD44 dan USD40 per barel pada 2020, dan USD50 dan USD47 per barel, masing-masing, pada 2021.
Di sisi lain, hiruk pikuk pembelian minyak China awal tahun ini diperkirakan melambat pada kuartal keempat. Pabrik penyulingan China memperlambat laju pemrosesan pada September. (ef)

Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM