Mata Uang Asia Bisa Hadapi Tekanan Kurva Imbal Hasil AS yang Lebih Curam
Monday, January 18, 2021       16:31 WIB

Ipotnews - Mata uang Asia kemungkinan akan dapat mengatasi tekanan depresiasi dari kurva imbal hasil AS yang lebih curam, jika sejarah menjadi panduan.
Kenaikan imbal hasil Treasury 10-tahun pada bulan ini, yang sudah di atas 1%, telah menimbulkan kekhawatiran akan menghambat permintaan untuk aset  emerging market.  Namun episode sebelumnya pada tahun 2013 dan 2018, menunjukkan bahwa nilai tukar mata uang di kawasan Asia lebih rentan terhadap periode peningkatan suku bunga Federal Reserve AS dan kurva yang semakin mendatar.
Indeks Dolar Asia JPMorgan Bloomberg, yang melacak 10 mata uang regional, turun 4,6% ke level terendah dari puncaknya pada 2013, karena kurva imbal hasil AS menanjak sekitar 100 basis poin. Kurva yang semakin mendatar secara berkepanjangan pada tahun 2018 - didorong oleh langkah Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga jangka pendek di atas 1% - menyebabkan penurunan indeks hingga sebanyak 8,1%.
Ditambah dengan pertumbuhan yang lebih kuat di Asia, dan dorongan pertumbuhan ekonomi China 2,3% pada tahun 2020, mata uang regional tampaknya akan tetap tangguh, setidaknya sampai Fed mulai menaikkan suku bunga acuan.
"Pendorong utama dari imbal hasil yang lebih tinggi kali ini bukanlah ekspektasi bahwa The Fed  rate  akan segera naik, melainkan karena defisit fiskal AS yang lebih besar,  rebound  pertumbuhan yang kuat dan ekspektasi inflasi yang lebih tinggi," kata Khoon Goh, kepala riset Asia di Australia & New Zealand Banking Group Ltd., Singapura.
"Pemulihan ekonomi yang lebih kuat di Asia juga akan membantu menumpulkan dampak dari imbal hasil AS yang lebih tinggi pada mata uang Asia, karena arus masuk investor asing ke wilayah tersebut akan tetap kuat," imbuhnya, seperti dikutip Bloomberg, Senin (18/1).
Mata uang Asia telah mengalami reli selama tujuh bulan berturut-turut terhadap dolar, dengan indeks Bloomberg-JPMorgan mencapai level tertinggi sejak 2018 pada awal Januari.
Meskipun reli telah terhenti dalam beberapa hari terakhir, investor dan ahli strategi di beberapa perusahaan seperti BNP Paribas Asset Management dan Goldman Sachs Group Inc. masih mengekspektasikan nilai tukar mata uang negara berkembang akan bertumbuh di lingkungan yang lebih tinggi.
Ada juga pengaruh dolar dari penunjukkan Janet Yellen sebagai Menteri Keuangan yang perlu dipertimbangkan. Wall Street Journal melaporkan, Yellen akan mengatakan AS berkomitmen pada nilai dolar yang ditentukan pasar dalam kesaksian kepada Komite Keuangan Senat pada hari Selasa besok.
"Meskipun valuta Asia mungkin menghadapi beberapa hambatan jangka pendek, saya tidak berpikir hasil yang lebih tinggi yang didorong oleh  rebound  dolar akan berkelanjutan, mengingat virus dan latar belakang ekonomi di AS," kata Stephen Chiu, ahli strategi mata uang dan suku bunga di Bloomberg Intelligence, Hong Kong.
"The Fed mungkin tetap berkomitmen untuk mempertahankan suku bunga mendekati nol hingga 2023 dan melanjutkan pembelian aset, sehingga membuat pelemahan dolar tetap utuh," kata Chiu, ia menambahkan indeks mata uang Asia mungkin naik sebanyak 10% tahun ini. (Bloomberg)

Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM