Minyak Berjangka Rebound, Terkatrol Ekspektasi Pengetatan Pasokan Global
Wednesday, September 27, 2023       03:55 WIB

Ipotnews - Harga minyak melonjak hampir 1%, Selasa, rebound dari level terendah dua minggu di awal perdagangan karena ekspektasi pasokan yang lebih ketat melampaui kekhawatiran prospek ekonomi yang tidak menentu akan menghambat permintaan.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup menguat 67 sen, atau 0,7%, menjadi USD93,96 per barel, demikian laporan  Reuters,  di New York, Selasa (26/9) atau Rabu (27/9) pagi WIB.
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate, meningkat 71 sen atau 0,8%, menjadi USD90,39 per barel.
Senin, Rusia melonggarkan larangan ekspor bensin dan solar. Ekspor produk yang sudah diterima oleh Russian Railways dan Transneft dapat dilanjutkan, sementara bahan bakar gas dan bahan bakar yang mengandung sulfur lebih tinggi akan dikecualikan dari larangan tersebut.
Namun larangan ekspor solar dan bensin berkualitas tinggi tetap berlaku.
Pasokan minyak masih terbatas karena Rusia dan Arab Saudi memperpanjang pengurangan produksi hingga akhir tahun.
"Pasokan minyak diperkirakan mengecewakan permintaan di masa mendatang, dan oleh karena itu pelemahan apa pun, meskipun sangat mengejutkan, tidak akan bertahan lama," kata Tamas Varga, analis PVM.
Bank sentral top dunia, Federal Reserve dan Bank Sentral Eropa, dalam beberapa hari terakhir menegaskan kembali komitmen mereka untuk memerangi inflasi, yang menandakan kebijakan moneter ketat mungkin akan bertahan lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Suku bunga yang lebih tinggi memperlambat pertumbuhan ekonomi, sehingga membatasi permintaan minyak.
"Produk olahan masih berada di bawah tekanan karena kekhawatiran akan harga minyak yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama, dan ditambah suku bunga yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dapat menekan permintaan," kata Andy Lipow, Presiden Lipow Oil Associates LLC.
Membatasi kenaikan, dolar AS mencapai level tertinggi 10 bulan, Selasa, karena melambungnya imbal hasil US Treasury menarik investor untuk memilih greenback.
Sebagai mata uang utama yang digunakan untuk menentukan harga minyak, penguatan dolar biasanya membebani permintaan minyak karena harga menjadi lebih mahal bagi importir dibandingkan mata uang lokal mereka.
Lembaga pemeringkat Moody's, Senin, mengatakan government shutdown Amerika akan merugikan kredit negara tersebut, peringatan ini muncul satu bulan setelah Fitch menurunkan rating AS satu tingkat karena krisis plafon utang.
"Ancaman government shutdown AS dan potensi dampaknya terhadap peringkat kredit negara itu juga dapat menjadi faktor yang membuat minyak semakin sulit mencapai target USD100 per barel," tambah Varga.
American Petroleum Institute akan merilis data persediaan mingguan Amerika, Selasa. Analis memperkirakan penurunan 300.000 barel untuk pekan hingga 22 September, berdasarkan jajak pendapat awal  Reuters. 
Kekhawatiran investor terhadap pengetatan pasokan di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma, juga mendorong harga, kata analis Price Futures Group, Phil Flynn.
Stok minyak mentah di Cushing berada pada titik terendah dalam 14 bulan terakhir karena kuatnya permintaan penyulingan dan ekspor, sehingga memicu kekhawatiran mengenai kualitas minyak yang tersisa dan potensi penurunan di bawah tingkat operasi minimum. (ef)

Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM