Momentum Pertumbuhan Yang Kuat Terancam Kebangkitan Kasus Infeksi Baru
Thursday, April 22, 2021       16:40 WIB

Ipotnews - Lonjakan baru kasus infeksi Covid-19 mengancam akan mempertajam kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin dalam perekonomian dunia. Penyebaran wabah virus baru berpotensi merusak pertumbuhan global secara keseluruhan, menggoyahkan sumber utama permintaan dunia.
Pekan lalu, jumlah kasus infeksi baru Covid-19 tercatat sudah lebih tinggi dari sebelumnya, sejak pandemi dimulai. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan ini memperingatkan bahwa infeksi baru meningkat di banyak kawasan kecuali Eropa, dipimpin oleh lonjakan kasus di India, dan peningkatan di Argentina, Turki dan Brasil.
Kondisi tersebut membayangi laju pemulihan ekonomi global yang sebelumnya mulai menguat. Kegagalan untuk mengendalikan virus atau mendistribusikan vaksin secara merata, berisiko mendorong mutasi baru, terutama di  emerging market  dan menjalar ke negara maju yang telah mulai melangkah mengalahkan pandemi.
Dana Moneter Internasional (IMF) bulan lalu mengatakan bahwa pemulihan ekonomi akan kehilangan sekitar USD9 triliun pada tahun 2025 kecuali ada kemajuan yang lebih cepat untuk mengakhiri krisis kesehatan.
Sebelum pandemi,  emerging market  (EM) dan negara berkembang menyumbang dua pertiga dari pertumbuhan global dan menghidupi sekitar 86% dari populasi dunia. Bank Dunia pekan ini mengatakan bahwa EM dan negara berkembang harus bersiap menghadapi kemungkinan hilangnya tenaga pendorong pemulihan.
Kebangkitan ekonomi yang baru muncul di India - ekonomi terbesar keenam di dunia - kini terancam oleh pembatasan sosial baru di seluruh provinsi untuk membendung gelombang baru infeksi yang telah melebihi ncapai 200.000 per hari selama sepekan terakhir.
"Lonjakan kasus baru mewakili realitas ekonomi dunia karena jelas bahwa pandemi masih jauh dari berakhir," kata Tuuli McCully, kepala ekonomi Asia Pasifik di Scotiabank. "Banyak negara berpenghasilan rendah terus menghadapi tantangan berat terkait Covid-19 dan memiliki jalan panjang sebelum mereka kembali ke 'keadaan normal'," imbuhnya, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (22/4).
Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, lebih dari 944 juta vaksin telah disebarkan di 170 negara, dengan dosis yang cukup untuk 6,2% populasi global. Tetapi distribusinya tidak merata. Negara-negara berpenghasilan tertinggi mendapatkan vaksinasi sekitar 25 kali lebih cepat daripada negara-negara dengan pendapatan terendah.
"Saya melihatnya sebagai perlombaan antara mutasi virus dan penyebaran vaksin," kata Rob Subbaraman, kepala riset pasar global di Nomura Holdings Inc.
"Banyak orang tidak menyadari bahwa meskipun flu Spanyol 1918 diyakini dimulai di AS, dan lalu menyebar ke Eropa, akhirnya negara yang paling menderita adalah  emerging market . Itu adalah sinyal sejarah yang tidak menyenangkan, yang terulang kembali," Subbaraman menambahkan.
Pasar menunjukkan tanda-tanda kegelisahan. Indeks saham Asia pada bulan ini tertinggal dari indeks bursa saham global. Sementara itu, rupee India adalah mata uang dengan kinerja terburuk pekan ini di Asia.
Investor mencari  safe haven  tradisional seperti yen Jepang, dan memberi penghargaan kepada mata uang yang memiliki rekam jejak yang lebih baik dalam menghadapi wabah seperti shekel Israel, dolar Taiwan, dan poundstreling Inggris.
"Masalah yang mencolok adalah bahwa meskipun ada upaya keras dari komunitas medis di seluruh dunia, kita bahkan belum bisa menyatakan sudah selesai, sehingga orang dapat memulai lagi atau melanjutkan berbagai hal yang lebih produktif," tulis Stephen Innes, kepala strategi pasar global di Axicorp Financial Services Pty Ltd. di Sydney dalam catatannya kepada klien.
Penyebaran kasus infeksi Covid mengancam apa yang diperkirakan sebagai pemulihan berbentuk V dalam pertumbuhan global, dipimpin oleh AS dan China. IMF saat ini mengekspektasikan ekonomi dunia akan tumbuh 6% tahun ini, terbesar dalam empat dekade pendataan IMF. Tapi IMF menyadari semakin lama pandemi berlangsung, akan semakin sulit untuk mencapai ramalan itu.
"Jendela peluang menutup dengan cepat," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. "Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mempercepat produksi dan peluncuran vaksin, semakin sulit untuk mencapai kenaikan itu."
IMF juga menyusun model skenario penurunan di mana kemacetan pasokan vaksin dan masalah logistik lainnya memungkinkan varian virus yang ada menjadi mengakar dan terjadi mutasi baru, sehingga menyebabkan penundaan untuk mencapai kekebalan kelompok selama enam bulan di negara maju dan sembilan bulan di EM.
Dengan skenario seperti itu - dengan tingkat infeksi yang terus-menerus tinggi dan angka kematian yang memperlambat normalisasi mobilitas - pertumbuhan global dapat menjadi 1,5 poin persentase lebih rendah dibanding kasus skenario kasus dasar pada tahun 2021, dan selanjutnya 1 poin persentase di bawah garis dasar pada tahun 2022.
Menurut Ben Emons, direktur pelaksana strategi makro global di Medley Global Advisors, New York, laju vaksinasi selama beberapa bulan mendatang dan kemampuannya untuk menahan varian baru akan menentukan proses pemulihan selanjutnya.
"Akan membutuhkan sebagian besar kuartal kedua untuk mendapatkan visibilitas jika peluncuran global benar-benar berhasil melawan varian baru," kata Emons. (Bloomberg)

Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM