Pasar Obligasi Kirim Sinyal Resesi, Wall Street Berbalik ke Zona Merah
Wednesday, August 28, 2019       05:13 WIB

Ipotnews - Dow Jones Industrial Average menghapus reli 155 poin, Selasa, karena indikator resesi dari pasar obligasi memburuk dan kekhawatiran seputar perang perdagangan AS-China membebani bursa Wall Street.
Dow ditutup turun 120,93 poin atau 0,47% menjadi 25.777,90, membalikkan reli pagi yang mengirim indeks  blue-chips  itu melonjak lebih dari 150 poin, demikian laporan   CNBC   dan  AFP , di New York, Selasa (27/8) atau Rabu (28/8) pagi WIB.
Sementara itu, indeks berbasis luas S&P 500 menyusut 0,32% atau 9,22 poin menjadi 2.869,16, sedangkan Nasdaq Composite Index berkurang 26,79 poin atau 0,34% menjadi 7.826,95, di tengah pelemahan saham Netflix, Nvidia dan T-Mobile.
Perbedaan antara imbal hasil US Treasury 10-tahun dan 2-tahun turun menjadi negatif 5 basis poin, level terendah sejak 2007. Ini disebut inversi kurva imbal hasil. Para ahli mengkhawatirkannya karena di masa lalu biasanya mendahului periode resesi. Imbal hasil US Treasury 3 bulan juga diperdagangkan lebih tinggi dari  yield  obligasi 30 tahun.
"Hal utamanya adalah imbal hasil turun dan turun lagi dengan beberapa akselerasi," kata Art Cashin, Direktur UBS.
Saham perbankan berguguran. Bank of America turun 1,1%, sementara Citigroup merosot 1,6%. Saham J.P. Morgan Chase melemah 1%.
Pergerakan Selasa mengikuti reli di sesi sebelumnya. Dow, S&P 500 dan Nasdaq Composite semua melejit lebih dari 1%, Senin, dengan saham semikonduktor dan Apple menguat. Indeks utama semuanya turun setidaknya 3,7% untuk Agustus.
Indeks utama naik setelah Presiden Donald Trump mengatakan dia memperkirakan AS akan mencapai kesepakatan perdagangan dengan China, mengutip tekanan ekonomi pada Beijing. China juga menyerukan resolusi untuk perselisihan yang sedang berlangsung.
Namun, klaim Trump di KTT G-7 bahwa China menghubungi negosiator perdagangan AS untuk menghidupkan kembali perundingan dipertanyakan oleh Pemred Global Times, Hu Xijin, yang mengatakan negosiator dari kedua negara tidak berbicara melalui telepon. Tabloid Hu dijalankan oleh People's Daily, surat kabar resmi Partai Komunis China yang berkuasa.
Chris Low, analis FTN Financial, mengatakan investor menyerap kenyataan bahwa, meskipun ada ekspektasi dari Trump, Senin, tentang peluang untuk kesepakatan perdagangan, kedua belah pihak sebenarnya tidak lebih dekat.
"Kita terpukul oleh komentar dari pihak China bahwa tidak ada yang berubah," katanya.
Hubungan Beijing-Washington memanas kembali setelah China meluncurkan tarif baru minggu lalu atas barang-barang AS senilai USD75 miliar. Trump juga mengumumkan tarif yang lebih tinggi pada banyak produk China.
"Tarif adalah pajak bagi konsumen AS," kata Michael Geraghty, analis Cornerstone Capital Group. "Sejauh ini, konsumen tampaknya tergantung di sana, tetapi masih harus dilihat apa yang akan terjadi ketika tarif berlaku selama beberapa bulan ke depan dan apakah mereka mempengaruhi belanja konsumen. Jika ya, itu akan menjadi beban yang cukup besar terhadap saham AS."
Di antara perusahaan individu, raksasa  healthcare  AS, Johnson & Johnson, melejit 1,4 persen sehari setelah hakim Oklahoma menemukan perusahaan itu bertanggung jawab dalam krisis opioid di negara bagian tersebut, tetapi memerintahkannya untuk membayar denda hanya USD572 juta, jauh lebih sedikit dari yang diminta pemerintah.
JM Smucker jatuh 8,2 persen setelah laporan kinerja kuartalan yang kurang memuaskan dan panduan laba yang lebih rendah untuk 2020.
Pabrikan rokok, Philip Morris International, ditutup dengan kerugian 7,8 persen setelah mengumumkan dimulainya pembicaraan merger dengan mantan induknya, perusahaan AS Altria Group, yang menghapus kenaikan awal, turun hampir empat persen. (ef)

Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM