Pasar Antisipasi Pertemuan AS-China Akhir Pekan Ini, Mayoritas Mata Uang Asia Melemah
Wednesday, August 12, 2020       16:24 WIB

Ipotnews - Mayoritas mata uang Asia mengalami pelemahan dalam penutupan Rabu sore (12/8), saat pasar cenderung hati-hati menjelang pertemuan peninjauan Perjanjian Dagang Fase I AS-China yang akan berlangsung 15 Agustus mendatang.
Sore ini hanya peso, won, dan dolar Taiwan yang tercatat mengalami penguatan. Penguatan terbesar dialami dolar Taiwan 0,41% dan won 0,03%. Selebihnya, yen, yuan, rupee, rupiah, ringgit,dan dolar Singapura mengalami pelemahan. Pelemahan terbesar dialami rupiah -0,48%, disusul oleh yen -0,26%, demikian laporan dari Reuters.
Mata uang negara berkembang Asia telah mengalami penguatan selama beberapa waktu karena dorongan tren pelemahan pada dolar karena The Federal Reserve AS menyuntik stimulus miliaran dolar tambahan ke dalam sistem keuangan agar perekonomian AS segera bangkit dari dampak kasus Covid-19.
Namun tren tersebut telah berbalik dalam seminggu terakhir, setelah imbal hasil obligasi AS semalam, yang melampaui rekor sebesar USD38 miliar dalam lelang obligasi Rabu ini, sehingga memberikan greenback dorongan menguat lagi.
"Tekanan jangka pendek dolar tampaknya masih berlangsung, dan sentimen di Asia agak berhati-hati menjelang pertemuan peninjauan perjanjian perdagangan AS-China yang akan berlangsung pada 15 Agustus, " kata analis Maybank mengatakan dalam sebuah catatan.
Sementara bursa saham Asia juga sebagian mengalami pelemahan, seperti China, India, Malaysia dan Taiwan. Sementara bursa saham Jepang, Indonesia, Fillipina, Korea Selatan dan Singapura mengalami penguatan. Penguatan terbesar dialami bursa Indonesia sebesar 0,83% dan bursa Fillipina 0,69%.
Bursa yang mengalami pelemahan sore ini adalah China, India, Malaysia, dan Taiwan. Pelemahan terbesar dialami oleh Taiwan -0,86% dan China -0,68%.
Sementara bursa saham Thailand libur nasional pada hari ini.
Suasana keseluruhan di pasar saham Asia hari ini memang sedang suram. Bursa China melemah setelah data menunjukkan perlambatan pertumbuhan jumlah uang beredar dan pertumbuhan pinjaman bank, yang membuat kabur sinyal menggembirakan yang sempat muncul pada minggu lalu.
"Data uang dan kredit bulan Juli semuanya di bawah ekspektasi," kata Analis Goldman Sachs mengatakan dalam catatan kliennya.
China adalah negara yang pertama kali keluar dari penguncian akibat pandemi virus korona. Sejumlah indikator ekonominya mulai menunjukkan menunjukkan tanda-tanda kembali ke posisi semula, tetapi investor belum yakin sepenuhnya bahwa jalan menuju pemulihan ekonomi China dan Asia telah jelas.
Selandia Baru, negara yang dilihat oleh banyak orang telah berhasil menahan wabah sejak awal, menerapkan kembali pembatasan ketat pada Rabu setelah kasus C0vid-19 sejumlah kasus baru kembali ditemukan.
Top Glove Corp Malaysia, perusahan produsen sarung tangan medis terbesar dunia dan saingan lokalnya, Hartalega Holdings, mengalami kejatuhan masing -masing sekitar 8,9% dan 7,5%, yang akhirnya menyeret kejatuhan indeks saham Malaysia ke posisi lebih rendah.
Produsen sarung tangan, yang menikmati lonjakan permintaan selama itu krisis virus Corona, telah berada di bawah tekanan akhir-akhir ini seiring kebijakan pemerintah Malaysia terhadap pekerja migran.(Adhitya)

Sumber : admin

powered by: IPOTNEWS.COM