Pasar Khawatirkan Inflasi dan Suku Bunga AS, Minyak Tertekan
Tuesday, May 21, 2024       04:03 WIB

Ipotnews - Harga minyak merosot, Senin, karena pejabat Federal Reserve mengatakan mereka sedang menunggu lebih banyak tanda bahwa inflasi menurun sebelum bank sentral mulai memangkas suku bunga.
Dua petinggi the Fed mengatakan mereka belum siap untuk mengatakan bahwa tren inflasi kembali bergerak secara berkelanjutan kembali ke target bank sentral sebesar 2%, setelah data minggu lalu menunjukkan pelonggaran tekanan harga konsumen pada April.
Suku bunga yang lebih rendah akan mengurangi biaya pinjaman bagi konsumen dan dunia usaha, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup turun 27 sen, atau 0,3%, menjadi USD83,71 per barel, demikian laporan  Reuters,  di New York, Senin (20/5) atau Selasa (21/5) pagi WIB.
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melemah 26 sen, atau 0,3%, menjadi USD79,80 per barel.
Hal ini membuat premi Brent atas WTI mendekati level terendah sejak Maret untuk hari ketiga berturut-turut. Premi yang lebih kecil membuat kurang menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan energi untuk mengirim kapal ke Amerika guna mengambil kargo minyak mentah untuk diekspor. Hal ini menyisakan lebih banyak minyak di Amerika yang harus dikonsumsi atau disimpan.
Premi front-month Brent atas bulan kedua, yang dikenal di industri sebagai backwardation, melorot ke level terendah sejak Januari.
Ketika pasar berada dalam backwardation, perusahaan energi lebih cenderung mengeluarkan minyak dari penyimpanannya dan menggunakannya sekarang daripada menunggu harga turun di masa depan. Jika pasar beralih ke contango, dengan kontrak berjangka bernilai lebih dari front-month, perusahaan energi dapat mulai menyimpan minyak untuk masa depan, sehingga dapat menekan harga.
Namun pasar tampak tidak terpengaruh oleh ketidakpastian politik di dua negara penghasil minyak utama setelah Presiden Iran meninggal dalam kecelakaan helikopter dan putra mahkota Arab Saudi menunda perjalanan ke Jepang karena kesehatan ayahnya, sang raja.
Kebijakan perminyakan Iran seharusnya tidak terpengaruh oleh kematian mendadak presiden karena Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei memegang kekuasaan tertinggi yang berhak memutuskan semua urusan negara.
Di Arab Saudi, pasar sudah terbiasa dengan kepemimpinan Putra Mahkota Mohammed Bin Salman di sektor energi, kata Saul Kavonic, analis MST Marquee.
"Keberlanjutan strategi Saudi diperkirakan terlepas dari masalah kesehatan ini," papar dia.
Organisasi Negara Eksportir Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC +, dijadwalkan bertemu pada 1 Juni.
"Pasar juga tampak semakin kebal terhadap perkembangan geopolitik, kemungkinan karena besarnya kapasitas cadangan yang dimiliki OPEC ," kata Warren Patterson, analis ING.
Data menunjukkan ekspor minyak mentah Arab Saudi meningkat selama dua bulan berturut-turut pada Maret, mencapai level tertinggi dalam sembilan bulan.
Rusia tetap menjadi pemasok minyak utama China pada April selama 12 bulan, dengan volume meningkat 30% dari tahun sebelumnya karena penyulingan terus mendapatkan keuntungan dari pengiriman dengan potongan harga, sementara pasokan dari Arab Saudi turun seperempat karena harga yang lebih tinggi.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan produksi gas naik sebesar 8% dalam empat bulan pertama tahun ini tetapi produksi minyak menyusut 1,8%, penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh pengurangan produksi berdasarkan perjanjian OPEC +.
Meski kilang minyak Slavyansk di wilayah Krasnodar Rusia dirusak oleh serangan pesawat tak berawak pada akhir pekan, Rusia mengatakan pihaknya menangguhkan larangan ekspor bensin hingga 30 Juni. Namun, negara tersebut mengatakan akan memberlakukan kembali larangan tersebut pada 1 Juli hingga 31 Agustus. (ef)

Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM