Pola Perdagangan tak akan Jauh dari Historisnya, Volatilitas Menawarkan Kenaikan - Ashmore
Sunday, October 02, 2022       08:11 WIB

Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan di pekan terkahir September, Jumat (30/9), dengan mencatatkan kenaikan tipis IHSG sebesar 0,07 persen diposisi 7.040, namun jauh lebih rendah dari posisi penutupan akhir pekan sebelumnya di level 7.179. Investor asing membukukan  outflow  sebesar USD206 juta dalam sepekan terakhir.
PT Ashmore Asset Management Indonesia mencatat beberapa perisaiwa penting yang mempengaruhi pergerakan pasar modal sepanjang pekan ini, antara lain;
  • The Fed menaikkan  the fed funds rate  sebesar 75 bps ke kisaran 3% -3,25% dalam rapat September, kenaikan tiga perempat poin ketiga berturut-turut dan mendorong biaya pinjaman ke level tertinggi sejak 2008.
  • Tingkat inflasi tahunan di Kawasan Euro melonjak menjadi 10% pada September 2022, dari 9,1% pada Agustus, mencapai dua digit untuk pertama kalinya, lebih tinggi dari perkiraan sebesar 9,7%.
  • PDB Inggris tumbuh 4,4% yoy, pada kuartal kedua 2022, lebih tinggi dari perkiraan awal 2,9%, tingkat pertumbuhan terendah dalam lima kuartal.
  • Perkiraan awal inflasi harga konsumen tahunan Jerman melonjak menjadi 10% pada September 2022, rekor tertinggi dan jauh di atas ekspektasi pasar sebesar 9,4%.
  • PMI Manufaktur Umum Caixin China secara tak terduga turun menjadi 48,1 pada September 2022 dari 49,5 pada bulan sebelumnya, di tengah dampak pengendalian Covid. Ini adalah angka terendah sejak Mei, karena output turun untuk pertama kalinya dalam empat bulan, pesanan baru menyusut paling besar sejak April, dan penjualan ekspor turun pada tingkat tertajam dalam empat bulan.
  • Bank of Japan mempertahankan suku bunga jangka pendek utamanya di -0,1% dan imbal hasil obligasi 10-tahun sekitar 0% dalam rapat September, beberapa jam setelah AS menyampaikan kenaikan suku bunga 75bps.
  • Uang Beredar M2 di Indonesia turun menjadi Rp 7.894.100 miliar pada Agustus dari Rp 7.846.500 miliar pada Juli 2022.

Dengan mencermati perkembangan selama sepekan terakhir, berikut pendapat Ashmore dalam Weekly Commentary, Jumat (30/9)
Haruskah kita takut akan volatilitas, atau sudah waktunya untuk mendapatkan aset murah?
Ashmore mencermati, telah terjadi beberapa peristiwa dalam beberapa minggu terakhir di sejumlah bursa besar, yang telah meningkatkan ketidakpastian pasar. Termasuk diantaranya, pernyataan The Fed tentang resesi, pemotongan pajak di Inggris, dan meningkatnya risiko politik di China. Akibatnya, indeks volatilitas (VIX) meningkat 11% dalam lima hari terakhir.
Meskipun ada kenaikan, VIX tetap diperdagangkan pada  band  historis satu tahun. Misalnya, VIX telah mencapai kisaran 30-33 enam kali dalam setahun terakhir. Semuanya berumur pendek, termasuk ketidakpastian yang didorong oleh perang Ukraina-Rusia.
"Mengingat bahwa tidak ada kejadian luar biasa yang menyebabkan volatilitas saat ini, kami memandang bahwa pola perdagangan tidak akan menyimpang terlalu jauh dari historisnya. Contohnya, secara historis, volatilitas turun dalam 3 minggu," tulis Ashmore.
Apakah volatilitas diterjemahkan ke semua pasar?
Ashmore milihat adanya data menarik yang menunjukkan bahwa beberapa pasar termasuk Indonesia memiliki volatilitas yang relatif lebih rendah. "Dalam pandangan kami, hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk alokasi aset global, likuiditas pasar, dan elemen struktural ekonomi makronya," ungkap Ashmore.
Volatilitas indeks ekuitas Indonesia saat ini berada pada level terendah dalam setahun di angka 10, yang hanya sepertiga dari volatilitas di S&P500 yang berada di 31. Menurut Ashmore volatilitas adalah indikator yang baik dari potensi arbitrase di pasar.
"Banyak investor menghasilkan keuntungan luar biasa selama waktu ini, dan kami pikir kali ini akan sama," sebut Ashmore. Selama titik awal pandemi, VIX mencapai 83, yang menyebabkan titik terendah S&P500 sebelum menghasilkan  return  40% dalam waktu tiga bulan.
Oleh karena itu, Ashmore percaya bahwa volatilitas saat ini menawarkan kenaikan yang pantas dan Ashmore akan merekomendasikan investor untuk mulai mengumpulkan kelemahan pasar. "Semua produk  cap equity  akan menjadi pilihan pertama kami untuk memasuki pasar, diikuti oleh  small cap  dan ekuitas sektoral." (Ashmore)

Sumber : admin

powered by: IPOTNEWS.COM