Tarif China Hantam Wall Street, Dow Kehilangan Lebih dari 600 Poin
Tuesday, May 14, 2019       05:50 WIB

Ipotnews - Saham Wall Street turun tajam, Senin, setelah China memutuskan untuk menaikkan tarif terhadap beberapa barang Amerika, membangkitkan kembali kekhawatiran sengketa perdagangan selama berbulan-bulan itu bisa memburuk lebih lanjut.
Dow Jones Industrial Average anjlok 617,38 poin, atau 2,38 persen, menjadi 25.324,99 dan membukukan sesi terburuk sejak 3 Januari, demikian laporan   CNBC  dan  AFP , di New York, Senin (13/5) atau Selasa (14/5) pagi WIB.
Sementara, indeks berbasis luas S&P 500 juga mengalami hari terburuk sejak awal Januari, merosot 2,41 persen atau 69,53 poin menjadi 2.811,87. Nasdaq Composite Index menyusut 3,41 persen atau 269,92 poin--kerugian satu hari terbesar tahun ini--ke posisi 7.647,02.
Pada posisi terendah hari itu, Dow turun sebanyak 719,86 poin sedangkan S&P 500 dan Nasdaq masing-masing berkurang 2,8 dan 3,6 persen. Indeks keluar dari posisi terendah dalam sesi petang setelah Presiden Donald Trump mengatakan dia belum memutuskan apakah akan menerapkan tarif tambahan senilai USD325 miliar terhadap barang-barang China.
"Saya pikir ini adalah awal dari hal-hal yang akan terjadi," kata Phil Blancato, CEO Ladenburg Thalmann Asset Management. "Kita harus memperkirakan lebih banyak volatilitas di masa mendatang."
China akan menaikkan tarif impor senilai USD60 miliar, mulai 1 Juni. Barang yang ditargetkan mencakup berbagai produk pertanian. Ini terjadi setelah Trump menaikkan tarif impor China minggu lalu. China mengatakan keputusan AS membahayakan kepentingan kedua negara dan tidak memenuhi "ekspektasi umum masyarakat internasional."
Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengatakan kepada   CNBC  bahwa kedua negara "masih dalam negosiasi." Trump juga mengatakan AS berada dalam "posisi yang bagus," dalam negosiasi tersebut, mencatat bahwa "ekonomi kita sangat kuat; mereka belum."
Saham Caterpillar turun 4,6 persen sementara Apple anjlok 5,8 persen. Saham Boeing turun 4,9 persen di tengah spekulasi pabrikan pesawat itu bisa dibidik China dalam perang perdagangan. Sektor utilitas dan real estat, yang dianggap oleh investor sebagai ruang defensif di pasar, adalah satu-satunya dalam komponen S&P 500 yang ditutup lebih tinggi pada sesi Senin.
"Volatilitas akan bertahan. Investor tidak tahu harus bagaimana," kata JJ Kinahan, Kepala Strategi Pasar di TD Ameritrade. Tetapi "ini lebih merupakan evaluasi ulang terhadap saham daripada kepanikan murni. Obligasi reli selama beberapa pekan terakhir, tetapi jika ini panik kita akan melihat investor memburu obligasi."
Imbal hasil US Treasury 10-tahun turun menjadi 2,39 persen, Senin, sementara tingkat tenor 2-tahun berkurang menjadi 2,17 persen.
Cuitan Trump, Senin, bahwa China akan "sangat terluka jika tidak membuat kesepakatan perdagangan," mencatat bahwa perusahaan akan dipaksa untuk meninggalkan negara itu tanpa perjanjian. Trump juga mengatakan China memiliki "kesepakatan yang bagus", hampir selesai, tetapi mereka "mundur."
"Tidak ada yang menang dari perang dagang, meski China akan menderita lebih banyak," kata Chen Zhao, Kepala Strategi Global di Alpine Macro, dalam sebuah catatan kepada klien.
Wall Street jatuh pekan lalu setelah Trump mengancam akan menaikkan tarif China. Trump menindaklanjuti ancamannya, menaikkan retribusi dari sepuluh persen menjadi 25 persen pada barang-barang China senilai USD200 miliar. S&P 500 dan Nasdaq turun masing-masing 2,2 dan 3 persen minggu lalu, kinerja mingguan terburuk mereka sejak Desember. Dow mengalami pekan terburuk sejak Maret, anjlok 2,1 persen.
"Pasar bersiap untuk momen yang sangat besar dan minggu lalu kita mendapatkannya," kata James Masserio, Kepala Perdagangan Societe Generale.
UnitedHealth Group dan Chevron adalah satu-satunya anggota Dow yang mencatatkan kenaikan sejak ketegangan perdagangan meningkat minggu lalu. Saat itu, dua saham tersebut melonjak sekitar tiga persen. Sementara itu, Dow turun lebih dari empat persen. (ef)

Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM