Apakah Teknik Pengelolaan Dana Secara Pasif adalah Investasi yang Sungguh Lebih Menguntungkan?
Thursday, March 25, 2021       15:09 WIB

Dalam beberapa artikel sebelumnya telah banyak dibahas masalah pergeseran teknik investasi pengelolaan dana, dari teknik investasi aktif ke teknik investasi pasif yang sedang marak terjadi di seluruh dunia.
Teknik investasi aktif adalah teknik dimana manajer investasi diberi keleluasaan untuk menentukan sendiri saham atau obligasi yang dianggap baik untuk dimasukkan ke dalam portofolio. Tujuannya adalah supaya portofolio memberikan hasil setinggi-tingginya sesuai arahan kebijakan investasinya.
Sebaliknya, dalam teknik investasi pasif, manajer investasi tidak memiliki keleluasaan apa pun untuk memilih saham atau obligasi yang akan dimasukkan ke dalam portofolio. Suatu saham atau portofolio hanya akan dibeli untuk masuk ke dalam portofolio apabila saham atau obligasi itu ada dalam indeks yang menjadi acuan portofolio.
Disini, tujuan pengelolaan portofolio bukanlah mencari imbal hasil yang setinggi-tingginya tetapi imbal hasil yang setara dengan indeks. Tetapi, Manajer Investasi reksadana pasif percaya bahwa portofolio yang dikelola secara aktif tidak akan dapat mengalahkan indeks yang menjadi tolok ukurnya.
Contoh teknik pengelolaan aktif adalah semua jenis reksadana konvensional yang ada saat ini, kecuali reksadana indeks. Contoh teknik pengelolaan pasif adalah reksadana indeks dan reksadana Bursa (Exchange Traded Fund atau ETF).
Menjadi pertanyaan bagi semua orang yang berinvestasi mengikuti teknik pengelolaan dana secara pasif adalah: apakah teknik pengelolaan dana secara pasif benar-benar menghasilkan imbal-hasil yang lebih tinggi dari teknik pengelolaan dana secara aktif?
Banyak sekali riset yang dilakukan (di AS) yang mengevaluasi kinerja reksadana ( mutual fund ) yang dikelola secara aktif dibandingkan dengan tolok ukurnya ( benchmark ). Sebagian besar hasil riset itu mendapatkan bahwa, setelah memperhitungkan biaya-biaya, reksadana yang dikelola secara aktif ternyata memberikan hasil lebih rendah ( underperform ) dibandingkan dengan tolok ukurnya, walaupun besarnya  underperformance  yang dilaporkan berbeda-beda dalam tiap riset.
Berdasarkan bukti-bukti riset yang ada (misalnya, lihat misalnya " Are Passive Funds Really Superior Investments? An Investor Perspective " by Edwin J.Elton, Matin J.Gruber & Andre de Souza, published by  Financial Analysts Journal  tgl 18 June 2019. Buat pembaca yang tertarik untuk melakukan riset sendiri, dapat membaca artikel ini pada link https://doi.org/10.1080/0015198x.2019.1618097), banyak akademisi dan penasehat investasi yang telah merekomendasikan kepada para pemodal untuk menggunakan reksadana indeks atau reksadana Bursa untuk mencapai tujuan investasinya.
Rekomendasi seperti ini telah menyebabkan lonjakan pada porsi dana kelolaan ( asset under management ) yang dialokasikan untuk reksadana pasif. Dalam lima tahun terakhir (2014-2019) menurut riset riset EdwinJ.Elton dkk di atas , reksadana pasif telah meningkat dari 16,4% menjadi 26% dari total dana kelolaan reksadana di Amerika Serikat.
Bahkan menurut hasil riset yang lain di AS, pada tahun 2020, jumlah dana yang masuk ke dalam reksadana pasif (reksadana indeks dan reksadana Bursa) telah mengalahkan jumlah dana yang masuk ke dalam reksadana aktif.
Tetapi riset-riset di atas, dan temuan hasil risetnya bahwa teknik pengelolaan dana secara pasif akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan teknik pengelolaan dana secara aktif, dilakukan di Amerika Serikat, bukan di Indonesia.
Mungkin pertanyaan yang lebih tepat untuk diajukan oleh pemodal di Indonesia adalah: apakah reksadana yang dikelola secara pasif sungguh investasi yang lebih menguntungkan (dibanding reksadana aktif)  di Indonesia ?
Perbedaan kondisi investasi di AS dan di Indonesia perlu ditekankan di sini. Misalnya, di Amerika Serikat, data tentang kinerja reksadana telah tersedia dengan lengkap dan untuk waktu yang sangat panjang. Selanjutnya, para pemodal di Amerika Serikat dapat kita anggap lebih maju dalam arti lebih mengikuti perkembangan teknologi investasi dan akan melakukan investasi berdasarkan teknik investasi yang telah terbukti memberikan imbal hasil yang lebih tinggi.
Jumlah rumah tangga di Amerika Serikat yang berinvestasi pada reksadana juga sudah sangat tinggi, sekitar 60%, dan jumlah reksadana Bursa (ETF) di Amerika Serikat saat ini ada sekitar 1800 reksadana.
Bagaimana dengan kondisi berinvestasi di Indonesia? Data reksadana di Indonesia dapat dikatakan belum terlalu panjang (dibandingkan di US yang telah berusia 100 tahun lebih), dan masih sedikit sekali (atau bahkan tidak ada) data riset yang dapat diakses publik yang dilakukan tentang kinerja reksadana aktif dibanding tolok ukurnya. Selanjutnya, para pemodal reksadana di Indonesia jumlahnya masih sangat terbatas (sekitar 2% dari jumlah penduduk Indonesia).
Banyak pemodal reksadana di Indonesia bahkan belum bisa membedakan antara reksadana yang dikelola secara aktif (konvensional) dengan reksadana yang dikelola secara pasif (reksadana indeks dan reksadana Bursa atau  exchange traded fund ). Di Indonesia, reksadana Bursa ( exchange traded fund  atau ETF) relatif masih baru (2008), dan hanya ada sekitar 30 ETF yang beredar.
Kembali ke hasil riset di AS yang mengatakan bahwa secara agregat reksadana aktif akan memberikan imbal hasil lebih rendah atau di bawah tolok ukurnya...
Pada artikel sebelumnya yang berjudul " Mengapa Teknik Pengelolaan Dana Secara Pasif Berhasil? " kita telah melihat bahwa ada tiga faktor utama yang membuat teknik pengelolaan dana secara pasif ini berhasil (setidaknya secara teoritis), yaitu: 1) biaya-biaya pengelolaan dana yang lebih rendah, 2) investasi adalah  zero sum game , dan 3) efisiensi pasar ( efficient market hypothesis ).
Secara khusus kita akan melihat faktor ke dua, yaitu bahwa investasi adalah  zero sum game . Kita akan membuktikan bahwa  pengelolaan dana   tidak seratus persen merupakan zero sum game , dan bahwa mengelola dana secara aktif tetap dapat memberikan nilai tambah bagi pemodal.
Ada satu persamaan ( equality ) yang terkenal (lihat The  Arithmetic of Active Management, Financial Analyst Journal  Vol.47, Jan/Feb 1991) dari William Sharpe (pemenang hadiah nobel bidang finance yang terkenal) tentang kinerja teknik pengelolaan dana secara aktif yang mengatakan bahwa " before cost, the return on the average actively managed dollar will equal the return on the average passively managed dollar ".
Persamaan aritmetika dari Sharpe ini telah dikutip oleh Warren Buffet, dan sering dinyatakan sebagai fakta yang tidak terbantahkan oleh pembicara-pembicara pada konferensi bidang investasi, dan dikutip sebagai bukti bahwa  teknik pengelolaan dana secara aktif sudah tamat .
Persamaan Sharpe yang sering dikutip ini, pada intinya mengatakan bahwa keuntungan ( gain ) dari seorang pemodal aktif adalah kerugian ( loss ) bagi pemodal aktif lainnya. Persamaan ini hanyalah benar pada waktu kita hanya melihat sekumpulan saham-saham (atau obligasi-obligasi)  dalam satu jangka waktu tertentu saja .
Akan tetapi, dalam kenyataannya, "sekumpulan" saham-saham (atau obligasi-obligasi) yang ada di pasar berubah terus dengan berjalannya waktu. Walaupun kelihatannya sepele (minor), portofolio pasar berubah sejalan dengan waktu, sedemikian sehingga bahkan pemodal 'pasif' pun harus bertransaksi secara teratur, sehubungan dengan penerbitan saham baru, pembelian kembali saham-saham lama, masuk atau keluarnya saham-saham ke atau dari dalam indeks, dan sebagainya.
Setiap kali pemodal-pemodal pasif ini bertransaksi untuk mempertahankan bobot saham-sahamnya dalam portofolio, mereka mungkin bertransaksi pada harga yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan harga yang didapat oleh pemodal aktif. Kondisi tersebut,  akan membuat persamaan Sharpe tidak terpenuhi .
Dalam hal ini, teknik pengelolaan dana secara aktif dapat menunjukkan nilai tambah yang positif, yang membuat manajer investasi reksadana aktif memainkan peran yang penting dan bermanfaat untuk ekonomi, yaitu membantu menghimpun dana dan mengalokasikan sumber daya secara efisien.
Untuk pembaca artikel ini yang tertarik untuk mempelajari lebih dalam lagi tentang asumsi-asumsi Sharpe, atau bagaimana caranya manajer investasi reksadana aktif dapat memberikan kinerja lebih baik dibandingkan tolok ukurnya (karena portofolio pasar yang tidak tetap), dapat membaca riset " Sharpening the Arithmetic of Active Management " oleh Lesse Heje Pedersen, yang dipublikasikan oleh  Financial Analyst Journal  (2018) dengan link https://doi.org/10.2469/faj.v74.n1.4
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 
 Disclaimer: Semua hal yang ditulis dalam artikel ini adalah tanggung jawab penulis sendiri, dan bukan merupakan opini atau pendapat dari PT.Indo Premier Sekuritas atau PT. Indo Premier Investment Management. 

Sumber : IPS