Ipotnews -Otoritas moneter China memangkas suku bunga pinjaman acuan untuk pertama kalinya sejak Oktober pada Selasa (21/5), sebagai bagian dari upaya melonggarkan kebijakan moneter guna menopang perekonomian yang terdampak perang dagang China-AS.
Langkah yang telah lama diperkirakan ini bertujuan mendorong konsumsi dan pertumbuhan kredit di tengah pelemahan ekonomi, sambil tetap melindungi margin keuntungan bank komersial yang menyusut.
Bank Sentral China (People's Bank of China/PBOC) mengumumkan bahwa suku bunga pinjaman utama satu tahun (Loan Prime Rate/LPR), yang menjadi acuan mayoritas pinjaman baru dan yang masih berjalan di China, dipangkas sebesar 10 basis poin menjadi 3,0%. Sementara itu, LPR lima tahun - yang memengaruhi suku bunga hipotek - juga diturunkan 10 basis poin menjadi 3,5%.
Pengumuman ini dirilis tak lama setelah lima bank besar milik negara di China mengumumkan pemangkasan suku bunga simpanan mereka. Suku bunga simpanan jangka waktu dipotong sebesar 5 basis poin menjadi 0,05%, suku bunga simpanan satu tahun turun 15 basis poin menjadi 0,95%, dan suku bunga simpanan tiga dan lima tahun masing-masing dipangkas 25 basis poin.
Pemangkasan suku bunga simpanan oleh bank-bank besar ini diharapkan menjadi acuan bagi bank-bank kecil untuk melakukan langkah serupa.
Menurut laporan Reuters pada Senin (20/5), bank-bank utama milik negara di China memang telah berencana menurunkan suku bunga simpanan mulai Selasa, berdasarkan sumber internal.
Pemangkasan ini merupakan bagian dari paket kebijakan yang diumumkan oleh Gubernur PBOC Pan Gongsheng bersama regulator keuangan lainnya, menjelang pertemuan bilateral antara China dan AS di Jenewa awal bulan ini yang berhasil meredakan ketegangan perdagangan kedua negara.
Seiring meredanya ketegangan dagang, sejumlah bank investasi global pun merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi China tahun ini. Meski demikian, para analis tetap skeptis terhadap pencapaian target pertumbuhan "sekitar 5%" yang ditetapkan Beijing.
"Kami masih meyakini bahwa Beijing akan menghadapi tantangan besar untuk mencapai target pertumbuhan tersebut kecuali jika mereka meluncurkan paket stimulus dalam skala besar," kata Ting Lu, Kepala Ekonom China di Nomura, dalam catatan riset pekan ini. "Dengan meredanya tekanan dari perang dagang, Beijing mungkin tak lagi merasa terdesak untuk segera meluncurkan stimulus dan reformasi besar."
Data ekonomi terbaru menunjukkan pertumbuhan yang masih lemah. Harga rumah baru di China pada April tercatat stagnan dibanding bulan sebelumnya, memperpanjang tren tanpa pertumbuhan selama hampir dua tahun, meski ada berbagai upaya stabilisasi dari pemerintah. Sementara itu, penyaluran kredit baru oleh perbankan juga anjlok lebih dalam dari perkiraan pada bulan lalu. (Reuters)

Sumber : Admin