Defisit Perdagangan Melebar, Dampak B30 Belum Terlihat, Tantangan Virus Korona Mengadang
Tuesday, February 18, 2020       11:05 WIB

Ipotnews - Rilis neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2020 oleh Badan Pusat Statistik, Senin kemarin, memperlihatkan adanya kotraksi ekspor dan impor masing-maing 3,71% dan 4,78% dibanding tahun lalu (yoy). Defisit perdagangan melebar menjadi USD0,87 miliar, dari USD0,01 miliar.
Tim Riset Indo Premier mencatat, pelebaran defisit perdagangan disebabkan oleh volume impor minyak yang lebih tinggi, meskipun tidak dengan nilainya. "Oleh karena itu, hal ini tidak akan mempengaruhi nilai tukar USD-IDR dalam jangka pendek," tulis ekonom Indo Premier Luthfi Ridho dalam kesimpulan kajiannya, Senin (17/2).
Namun mengingatkan, ekspor akan mendapatkan tantangan lebih berat di bulan-bulan mendatang di tengah permintaan yang lebih rendah dari Cina.
Ia mencatat impor minyak dan gas (OG) selama Januari 2020 tumbuh lebih tinggi yaitu 20% (yoy), dari 5,3% (yoy) pada Desember lalu. "Impor minyak yang lebih tinggi itu tidak terduga karena impor minyak musiman biasanya terjadi sekitar dua bulan sebelum musim Lebaran," ungkap Lutfhi.
"Secara implisit, impor minyak yang tinggi pada bulan Januari juga menunjukkan program B30 yang teredam," imbuhnya. Padahal program B30 seharusnya berpotensi mengurangi konsumsi minyak domestik sebesar 5-10% di atas program B20 tahun lalu (sekitar 20% volume impor minyak lebih rendah).
Sementara itu, larangan sepenuhnya ekspor bijih mineral mulai Januari, yang diharapkan akan tergantikan oleh produk olahan (dengan nilai tambah yang lebih besar), tidak terlihat di Januari. Pada saat yang sama, ekspor non-migas lainnya (NOG) seperti batubara dan minyak mengalami kontraksi selama bulan tersebut sebesar 14,4% dan 13,7% (yoy).
Dengan kinerja perdagangan yang kurang menggembirakan di Januari, "Kami berpandangan bahwa wabah virus korona akan menimbulkan tantangan terbesar untuk ekspor dalam waktu dekat," kata Lutfhi.
Tantangan akan tersalurkan melalui harga komoditas global dan permintaan dari Cina yang lebih rendah. "Simulasi kami menunjukkan kontraksi 2,0% yoy ke ekspor riil." (Tim Riset Indo Premier)

Sumber : Admin