Dipicu Ekspektasi Pengetatan Kebijakan The Fed, Imbal Hasil Obligasi Indonesia Meningkat
Thursday, December 09, 2021       11:14 WIB

Ipotnews - Prospek pengetatan kebijakan moneter Federal Reserve AS memicu aksi jual obligasi jangka panjang Indonesia.
Selisih antara imbal hasil surat utang negara 5 dan 10 tahun melebar ke level tertinggi 14 bulan pada pekan ini. Sejauh ini, arus keluar dari pasar surat utang negara telah menyentuh USD4 miliar pada kuartal ini, yang terbesar sejak tiga bulan pertama tahun 2020.
"Memburuknya sentimen risiko global sejak minggu terakhir November telah mendorong penurunan tajam kurva imbal hasil surat utang Indonesia, dipimpin oleh pelemahan rupiah dan disertai dengan arus keluar portofolio," ujar Jennifer Kusuma, ahli strategi suku bunga Asia senior di Australia & New Zealand Banking. Group Ltd., Singapura.
"Sentimen akan tetap rapuh menjelang akhir tahun, karena aktivitas perdagangan biasanya akan turun pada periode tersebut," imbuhnya, seperti dikuip Bloomberg, Kamis (9/12).
Arus keluar adalah sinyal bahwa investor  emerging market  (EM) sudah memposisikan suku bunga Federal Reserve AS akan mulai meningkat tahun depan, sehingga akan mempersempit perbedaan imbal hasil US Treasuries dengan surat utang rupiah. Meskipun sebagian besar analis memperkirakan arus keluar modal yang lebih rendah dibanding perisiwa  taper tantrum  2013, kurva imbal hasil yang lebih curam masih dapat meningkatkan biaya pinjaman untuk Indonesia.
Imbal hasil obligasi 10-tahun Indonesia naik menjadi 6,3% pada pekan ini, tertinggi sejak Agustus. Kenaikan tersebut membuat  spread  dengan obligasi 5 tahun, yang dikaitkan dengan kebijakan moneter longgar Bank Indonesia, menjadi 136 basis poin.
Namun, meskipun terjadi aksi jual, valuasi obligasi rupiah bertenor panjang masih dinilai belum menarik. Selisih antara obligasi Indonesia bertenor 10 tahun dan US Treasuriy bertenor serupa mendekati 480 basis poin, atau 0,4 standar deviasi di bawah rata-rata lima tahun. Sebagai perbandingan, ukuran yang sama untuk obligasi Thailand dan Malaysia setidaknya 1,2 standar deviasi di atas rata-rata lima tahun, menandakan premi yang lebih besar.
Kepemilikan asing atas obligasi negara Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia sekitar 20%, turun dari 25% di awal tahun di tengah kekhawatiran investor terhadap monetisasi surat utang bank sentral. (Bloomberg)


Sumber : Admin

berita terbaru