Dipimpin Apple, Wall Street Melejit Setelah AS Tunda Tarif Barang China
Wednesday, August 14, 2019       05:09 WIB

Ipotnews - Saham Wall Street melambung, Selasa, setelah AS memutuskan akan menunda bea masuk pada sejumlah barang China dan mengeluarkannya dari daftar tarif, membangkitkan kembali harapan Washington dan Beijing dapat mencapai resolusi jangka panjang.
Dow Jones Industrial Average, yang melonjak sebanyak 529 poin, ditutup 372,54 poin lebih tinggi, atau 1,44%, menjadi 26.279,91, demikian laporan   CNBC  , di New York, Selasa (13/8) atau Rabu (14/8) pagi WIB.
Sementara itu, indeks berbasis luas S&P 500 melonjak 42,57 poin atau 1,48% menjadi 2.926,32 sedangkan Nasdaq Composite Index melesat 1,95% atau 142,95 poin menjadi 8.016,36, dipimpin saham Apple yang melejit lebih dari 4%.
Perwakilan Dagang Amerika Serikat ( USTR ), Selasa, mengumumkan produk-produk tertentu termasuk pakaian dan telepon seluler dikeluarkan dari daftar tarif berdasarkan "kesehatan, keselamatan, keamanan nasional dan faktor lain" dan tidak akan menghadapi tarif tambahan 10%. Tarif lain akan ditunda hingga 15 Desember dari 1 September untuk artikel tertentu, katanya.
"Produk dalam kelompok ini termasuk, misalnya, ponsel, komputer laptop, konsol video game, mainan tertentu, monitor komputer, dan beberapa item alas kaki dan pakaian," kata USTR .
Perusahaan ritel menyambut potensi penundaan kenaikan bea masuk impor pakaian dan elektronik. Saham Best Buy melonjak lebih dari 6%, sementara Nike menguat 2% dan Nordstrom juga naik hampir 2%.
Selasa, Presiden Donald Trump mengatakan bahwa dia menunda tarif menjelang musim Natal untuk menghindari dampak potensial terhadap musim belanja liburan akhir tahun. Dia menambahkan China sangat ingin membuat kesepakatan perdagangan.
"Kendati perkembangan AS-China pagi ini sangat positif, perlu diingat bahwa bahkan jika rencana tarif (1 September) benar-benar ditinggalkan, S&P 500 masih akan berjuang untuk kembali berasa di atas level 3.000," kata Adam Crisafulli, Direktur Pelaksana JP Morgan. "Langkah besar selanjutnya terkait hubungan AS-China adalah menyangkut Huawei dan pertanian."
Trump tiba-tiba mengakhiri "gencatan senjata" dengan Beijing, 1 Agustus, dengan mengancam akan mengenakan tarif tambahan pada impor China yang menghindari bea masuk di putaran sebelumnya pada Mei. Saham mengalami hari terburuk dalam setahun pada 5 Agustus setelah China membiarkan mata uangnya turun terhadap dolar di bawah level psikologis yang tidak terlihat sejak 2008.
Negosiator perdagangan dari AS dan China mengadakan percakapan telepon, Selasa, dan sepakat untuk membahas lagi dalam dua pekan, menurut  Xinhua , Selasa.
Saham Wall Street melemah sebelum pengumuman USTR tersebut, karena pasar obligasi mengibarkan bendera merah, memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi global dapat membawa dunia menuju resesi. Menurut FactSet,  s  pread  imbal hasil 2 tahun hingga 10 tahun sekarang hanya 2 basis poin. Inversi kurva imbal hasil menjadi indikator resesi yang dapat diandalkan dan dicermati oleh Federal Reserve serta banyak analis pasar.
Laporan indeks harga konsumen dari Departemen Tenaga Kerja menunjukkan inflasi seperti yang diprediksi bulan lalu. Kurva imbal hasil terus menyempit setelah laporan tersebut.
"Saya pikir ada banyak ketakutan yang tertanam di pasar obligasi," kata Jim Paulsen, Kepala Strategi Investasi The Leuthold Group.Inversi kurva imbal hasil "adalah risiko terbesar saat ini. Itu kekhawatiran nomor satu saya, tapi saya pikir itu berlebihan. Jika laporan ekonomi terus membaik, maka saya pikir orang akan memutuskan ini tidak terlihat seperti resesi."
Unjuk rasa yang memanas di Hong Kong dan jatuhnya peso Argentina juga mendorong investor untuk memburu aset "safe haven" seperti obligasi AS, emas, dan yen Jepang. (ef)

Sumber : Admin