Dolar AS Bangkit, Mayoritas Mata Uang Asia Melemah
Wednesday, August 12, 2020       12:58 WIB

Ipotnews - Mayoritas mata uang emerging market Asia melemah terhadap dolar AS yang bangkit kembali saat penutupan siang pada perdagangan hari Rabu (12/8). Sementara itu sebagian besar bursa Asia juga tercatat mengalami pelemahan pada siang ini.
Kecuali rupee dan dolar Taiwan, semua mata uang negara berkembang Asia melemah. Mulai dari yen, yuan, rupiah, ringgit, peso, won, dan dolar Singapura, demikian laporan dari Reuters di Bengaluru.
Rupee bergerak stagnan terhadap dolar AS. Dolar Taiwan menguat 0,40% pada mata uang AS tersebut. Pelemahan terbesar dialami rupiah sebesar -0,41% dan yen sebesar -0,17%.
Walaupun seringkali disukai karena daya tariknya sebagai safe-haven asset, greenback telah berjuang menahan pelemahan pada tahun ini setelah The Federal Reserve AS memompa miliaran dolar tambahan ke dalam sistem keuangan AS untuk mengantisipasi dampak ekonomi kasus virus Covid-19 yang melonjak.
Namun tren itu agak berbalik dalam seminggu terakhir dan lonjakan imbal hasil obligasi AS semalam, menjelang lelang obligasi yang mencapai rekor USD38 miliar pada Rabu, memberi mata uang itu dorongan menguat terhadap seluruh mata uang dunia.
Di Asia, rupiah Indonesia mengalami penurunan terbesar, yakni -0,41%. "Tekanan jangka pendek oleh dolar tampaknya masih berlangsung, dan sentimen di Asia agak berhati-hati menjelang pertemuan peninjauan pakta perdagangan AS-China yang dijadwalkan sekitar 15 Agustus," kata analis Maybank dalam sebuah catatan.
Pasar saham Asia ditutup bervariasi, separuhnya seperti Jepang, India, Indonesia, dan Fillipina mengalami penguatan siang ini. Sisanya bursa saham China, Malaysia, Korea Selatan, Singapura dan Taiwan mengalami pelemahan.
Pelemahan terbesar dialami bursa saham China -1,74% dan Malaysia -0,86%. Sementara penguatan terbesar dialami bursa saham Fillipina 0,47% dan Indonesia 0,39%.
China pertama kali keluar dari penguncian virus korona dan telah melaporkan data ekonomi yang menggembirakan dalam seminggu terakhir, tetapi investor belum yakin apakah jalan menuju pemulihan ekonomi China sudah jelas.
Selandia Baru, negara yang dilihat oleh banyak orang telah berhasil mengatasi wabah sejak awal, memberlakukan kembali pembatasan ketat pada hari Rabu setelah sejumlah kasus baru bermunculan.
Di luar China, pasar saham Malaysia paling terpukul, terkoreksi sebesar -0,86%. Top Glove Corp, pembuat sarung tangan medis terbesar di dunia, dan saingan lokalnya, Hartalega Holdings, sahamya turun sekitar 12% menyeret kejatuhan saham lain yang lebih luas ke level terendah sejak 3 Juli. Emiten pembuat sarung tangan berada di bawah tekanan atas perlakuan mereka terhadap pekerja migran.
Sementara bursa saham Thailand ditutup hari ini karena hari libur nasional.
(Adhitya)

Sumber : Admin