Dolar Terus Bangkit dari Level Terendah Tiga Pekan, Ini Faktor Pemicunya...
Thursday, January 14, 2021       05:35 WIB

Ipotnews - Dolar melanjutkan kebangkitan dari posisi terendah hampir tiga pekan, Rabu, menguat secara luas di tengah harapan pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi oleh pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden dan pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung dari krisis virus korona.
Kenaikan imbal hasil US Treasury, didorong ekspektasi bahwa pemerintahan Biden akan meningkatkan anggaran pengeluaran, membantu mengatrol dolar yang terpukul dalam beberapa sesi terakhir, demikian laporan  Reuters  dan  Xinhua,  di New York, Rabu (13/1) atau Kamis (14/1) pagi WIB.
Dolar juga mendapat dukungan dari ekspektasi kelanjutan pemulihan ekonomi di Amerika Serikat, bahkan ketika banyak negara di Eropa melakukan  lockdown  untuk menahan gelombang kedua Covid-19.
"Kita melihat kelanjutan dari perdagangan Amerika yang berkinerja lebih baik," kata Karl Schamotta, Kepala Strategi Pasar di Cambridge Global Payments, Toronto.
Imbal hasil US Treasury turun pada sesi Rabu karena Departemen Keuangan menyelesaikan penjualan akhir senilai USD120 miliar dalam bentuk penawaran kupon pekan ini, di mana investor menunjukkan permintaan yang kuat untuk obligasi jangka panjang.
Imbal hasil US Treasury bertenor 10 tahun turun menjadi 1,071%, melorot dari level tertinggi hampir 10-bulan 1,187% pada sesi Selasa.
Namun, kenaikan imbal hasil Treasury 10-tahun di atas 1% menempatkan dasar yang lebih kuat bagi dolar, ungkap Joe Manimbo, analis Western Union Business.
Indeks Dolar AS (Indeks DXY), ukuran  greenback  terhadap sekeranjang enam mata uang utama, naik 0,37% menjadi 90,359. Indeks tersebut melonjak 1,3% sejak jatuh mendekati level terendah tiga tahun di 89,21 pekan lalu.
Reli tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang kelangsungan spekulasi pada kerugian lebih lanjut bagi dolar setelah penurunan 7% tahun lalu.
Data yang dirilis Rabu menunjukkan harga konsumen Amerika meningkat dengan kokoh pada Desember di tengah lonjakan harga bensin, meski inflasi yang mendasarinya tetap lemah karena pandemi Covid-19 membebani pasar tenaga kerja dan industri jasa.
Poundsterling mencapai level tertinggi tujuh pekan terhadap euro, Rabu, melanjutkan penguatan dari sesi sebelumnya ketika Gubernur Bank of England menolak gagasan suku bunga negatif, sementara optimisme atas kecepatan peluncuran vaksinasi Inggris juga menawarkan dukungan.
Pada akhir perdagangan di New York, euro turun menjadi USD1,2154 dari USD1,2201 di sesi sebelumnya, dan pound melemah jadi USD1,3630 dari USD1,3663. Dolar Australia menyusut ke posisi USD0,7743 dari USD0,7769.
Dolar AS dibeli 103,88 yen, lebih tinggi dari 103,80 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Sementara,  greenback  menguat jadi 0,8879 franc Swiss dari 0,8868 franc Swiss, dan merosot ke level 1,2697 dolar Kanada dari 1,2723 dolar Kanada. (ef)

Sumber : Admin