Energi Mahal Kembali Menghantui Perekonomian Dunia: IEA
Friday, October 12, 2018       17:05 WIB

Ipotnews - Badan Energi Internasional (IEA) memprihatinkan gejolak dramatis harga energi akhir-akhir ini. Dalam laporan bulanan terbaru, IEA mengingatkan tentang harga minyak, gas dan batubaru yang saat ini diperdagangkan di level tertinggi dalam beberapa tahun.
"Posisi kita saat ini adalah menghadapi kembalinya harga energi yang mahal ... dan ini menjadi ancaman untuk pertumbuhan ekonomi," tulis lembaga internasional yang bermarkas di Paris itu, seperti dikutip CNBC , Jumat (12/10).
Sepanjang tahun ini, harga minyak sudah melonjak 25 persen, mengundang spekulasi sejumlah investor tentang kemungkinan kembalinya harga minyak ke tiga digit sebelum akhir tahun.
Melonjaknya harga emergi, mendorong IEA untuk terus merevisi prospek permintaan energi selama dua tahun ke depan. Sekarang ini IEA mengekspektasikan pertumbuhan permintaan akan melambat sebesar 110.000 barel per hari (bph) menjadi 1,3 juta bph pada 2018, dan 1,4 bph pada 2019.
Pagi tadi, patokan minyak mentah internasional, Brent diperdagangkan pada kisaran USD81,29 per barel, atau naik sekitar 1,2 persen. Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) bertahan di USD71,73, atau naik sedikit di atas 1 persen. Keduanya meningkatkembali setelah sebelumnya ditutup turun lebih dari tiga persen di bursa komoditas Amerika.
Sehari sebelumnya, Kamis (11/10), IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2018 dan 2019 sebesar 0,2 persen menjadi 3,7 persen. Lembaga multilateral yang bermarkas di Washington DC ini juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kemungkinan penurunan permintaan minyak.
Menambah kekhawatiran tersebut, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak ( OPEC ) juga memangkas perkiraan pertumbuhan permntaan minyaknya. Mereka meyakini, perekomian global akan mengalami hambatan pada tahun depan akibat perang dagang AS-China dan volatilitas permintaan  emerging market .
Laporan IEA itu muncul kurang dari sebulan, sebelum AS menerapkan sanksi minyak terhadap Iran pada 4 November nanti. Sejauh ini, harga minyak Brent sudah terdongkrak ke atas USD80 per barel.
"Ketegangan ini akan menyertai kita untuk beberapa waktu, dan kemungkinan akan disertai juga dengan harga yang lebih tinggi. Bagaimana pun kami menyayangkan kondisi ini dan potensi dampak negatifnya terhadap perekonomian global," IEA menambahkan.
Beberapa analis pasar energi memperkirakan, sekitar 500.000 bph pasokan minyak akan menghilang setelah pemberlakuan sanksi AS terhadap Iran. Sejumlah analis bahkan memperingatkan kemungkinan hilangnya pasokan minyak sekitar 2 juta bph selama beberapa pekan mendatang.
"Permintaan dan pasokan minyak global kini mendekati titik tertinggi baru secara historis, sebesar 100 juta barel per hari, dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti bertumbuh dalam waktu dekat," kata IEA. "Industri petrokimia sebagai penggerak utama kuatnya permintaan minyak mentah."
Menurut IEA, butuh upaya besar industri minyak global untuk memenuhi kebutuhan pasar hingga 100 juta barel per hari. "Kita telah mencapai puncak kembar baru untuk permintaan dan pasokan dengan memaksa beberapa bagian dari sistem hingga mencapai batasnya," ungkap IEA.
Mereka memperingatkan bahwa peningkatan produksi baru-baru ini telah mengorbankan kapasitas cadangan, menjadi hanya 2 persen dari permintaan global - dengan kemungkinan "pengurangan lebih lanjut" di masa mendatang. ( CNBC /kk)

Sumber : Admin