IHSG Terendah Sejak Desember 2015, Hadapi dengan Empat Strategi Ini
Wednesday, March 18, 2020       14:52 WIB

Ipotnews - Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) mencapai titik terendah sejak Desember 2015. Dalam kondisi tertekan seperti ini, ada empat strategi yang bisa dipertimbangkan bagi para investor.
Analis Kresna Sekuritas, Etta Rusdiana Putra mengatakan, kondisi pasar saham sebetulnya sudah sangat murah dengan level IHSG sedemikian rendahnya. Sayangnya, kepanikan dan kecemasan akibat semakin luasnya wabah virus corona menekan psikologis para investor atau pelaku pasar.
"Jadi meski IHSG sudah sangat murah, tetap belum ada peningkatan permintaan dan aksi beli saham," kata Etta saat dihubungi Ipotnews, Rabu (18/3).
Mengutip data Ipotnews hari ini pukul 14.01 WIB, IHSG berada pada level 4.328. Posisi ini melemah 2,88% atau 128 poin dibandingkan penutupan perdagangan terakhir. IHSG pernah menyentuh titik terendah pada 14 Desember 2015 di level 4.374,19. Sepanjang tahun berjalan (year to date), IHSG sudah longsor 31,2%.
Etta menjelaskankrisis yang dialami IHSG ini terjadi karena kekhawatiran perlambatan ekonomi akibat penyebaran virus yang memaksa pengurangan aktivitas di level global. Beberapa sektor terdampak lebih dalam dibandingkan yang lain, seperti penerbangan dan pariwisata.
"Solusi utama dari krisis akibat Covid-19 adalah obat dan/atau vaksin yang efektif, dan ini membutuhkan waktu," jelas Etta.
Upaya bank-bank sentral di dunia dengan memberikan respon yang mirip ketika menghadapi krisis 2008, yaitu dengan menurunkan suku bunga (The Fed hingga 0.0-0.25%) dan memberikan tambahan likuiditas (Quantitative Easing), sejauh ini belum ampuh untuk membalik kembali tekanan penurunan global.
Namun, langkah ini setidaknya membuat Ette optimistis bahwa pasar dapat kembali pulih seiring dengan meningkatnya optimisme pelaku pasar. Terutama jika dampak tekanan wabah Covid-19 semakin mereda, meskipun pemulihan ekonomi berlangsung lebih lama.
Menurut Etta, sejauh ini tidak ada obat tunggal yang bisa diberikan untuk seluruh investor saham. Setiap investor memiliki ketahanan finansial yang berbeda, tujuan dan target yang berbeda. Oleh sebab itu, ia memberikan empat alternatif strategi yang bisa dipilih oleh para investor.
Pertama,  hold  atau bertahan dengan posisi sebelumnya. Kerugian akan menjadi kenyataan jika dieksekusi, sebelumnya adalah 'potensi kerugian'. Kelemahan strategi ini adalah kita kehilangan momentum diskon harga dan kehilangan waktu (menunggu harga kembali) - yang menurunkan rata-rata tingkat keuntungan.
Kedua, Dollar Cost Averaging atau strategi Piramida. Strategi ini dapat dilakukan jika memiliki posisi  cash .  Entry point  dapat dilakukan baik secara bertahap dalam jumlah yang sama, atau menggunakan struktur piramida. Target utama dari strategi ini adalah mendapatkan nilai rata-rata terendah.
Ketiga, menurunkan nilai rata-rata. Strategi ini dilakukan jika kita memiliki keterbatasan  cash . Strategi ini memiliki risiko yang lebih tinggi. Cara eksekusi strategi ini adalah dengan menjual sebagian saham ketika harganya tinggi dan diakumulasi di level yang lebih rendah - tanpa perpindahan saham. Namun, batas  auto reject  asimitris membuat strategi ini sulit dilakukan.
Keempat, penyederhanaan portofolio. Strategi ini dapat dilakukan jika kita memiliki portfolio seperti  supermarket . Manusia memiliki keterbatasan pikiran dan emosi. Sederhanakan portfolio menjadi lebih kecil. Strategi ekstrem dari ini adalah 'Sniper Trading' - satu saham, satu hasil.
Dengan fokus pada satu saham, potensi pemulihan tergantung dari pergerakan saham itu. Strategi ini hanya cocok untuk nilai dalam jumlah kecil dan tidak menganggu pergerakan harian. Saat ini, beta indeks terbesar adalah sektor keuangan.
Etta menyarankan agar para investor pasar saham untuk tetap tenang, fokus dengan strategi masing-masing. Kondisi seperti ini membutuhkan ketenangan dan eksekusi strategi yang terstrukur. Setiap investor memiliki gaya investasi yang berbeda.
Keputusan sempurna dan ideal adalah hal yang sulit dicapai. "Sesuaikan manajemen krisis sesuai dengan karakter masing-masing karena setiap orang memiliki profil dan daya tahan keuangan yang berbeda," tutup Etta. (Adhitya)

Sumber : Admin