Jalur Pemulihan Terpecah, ADB Pangkas Prospek Pertumbuhan Asia
Wednesday, September 22, 2021       10:02 WIB

Ipotnews - Jalur pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia terpencar ke dua arah. Beberapa negara berjuang untuk menahan wabah virus korona, sementara negara-negara yang menghindari pembatasan ketat, atau memiliki kampanye vaksinasi lanjutan memperoleh keuntungan dari permintaan global yang lebih kuat.
Rilis Development Outlook Update, Asian Development Bank (ADB) yang dirilis pagi ini menunjukkan produk domestik bruto kawasan diprediksi meningkat 7,1% tahun ini, turun dari perkiraan 7,3% pada April lalu. Namun demikian angka tersebut berbalik drastis dari proyeksi kontraksi 0,1% pada tahun lalu. ADB meproyeksikan pertumbuhan Asia berkembang moderat menjadi 5,4% pada tahun 2022.
"Negara berkembang Asia masih rentan terhadap pandemi Covid-19," tulis Joseph Zveglich, penjabat kepala ekonom ADB dalam pernyataan yang menyertai rilis tersebut. "Varian baru memicu wabah, yang mengarah pada pembatasan baru pada mobilitas di beberapa perekonomian," imbuhnya, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (22/9).
Alur pemulihan kawasan tidak searah. "Kemajuan vaksinasi yang tidak merata berkontribusi pada perbedaan alur pertumbuhan," kata ADB.
Beberapa negara yang dengan cepat meluncurkan vaksin dan menahan wabah dapat menghindari pembatasan yang lebih ketat, memungkinkan mereka untuk memanfaatkan peningkatan permintaan global. Ekspor Asia Timur terbantu oleh lonjakan permintaan global, ungkap ADB.
Proyeksi pertumbuhan untuk China, ekonomi terbesar di kawasan itu, tetap pada 8,1% pada 2021 dan 5,5% tahun depan. Prospek tahun ini untuk Hong Kong, Korea Selatan, dan Taiwan meningkat.
Sementara itu, ADB menurunkan perkiraan pertumbuhan Asia Tenggara menjadi 3,1% dari 4,4%, di tengah penurunan proyeksi untuk Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Sedangkan perkiraan pertumbuhan India tahun ini dipotong menjadi 10% dari 11%.
Asia Tenggara termasuk di antara kawasan yang paling parah dilanda varian delta Covid-19 awal tahun ini. Penutupan pabrik di kawasan itu berkontribusi pada tersendatnya rantai pasokan di seluruh dunia.
Kini wabah telah mereda, dan banyak negara di kawasan mulai bergerak untuk membuka kembali perekonomiannya.
"Langkah-langkah kebijakan seharusnya tidak hanya fokus pada penahanan dan vaksinasi, tetapi juga pada dukungan berkelanjutan untuk perusahaan dan rumah tangga dan reorientasi sektor," kata Zveglich.
Secara keseluruhan, ADB berpendapat inflasi tetap jinak, tetapi akan meningkat di beberapa negara. Inflasi regional diperkirakan sebesar 2,2% tahun ini sebelum meningkat menjadi 2,7% pada tahun 2022.
Kebangkitan wabah tetap menjadi risiko utama. Tetapi pembuat kebijakan juga harus memperhatikan risiko lain, termasuk perubahan iklim, geopolitik, dan kondisi keuangan yang semakin ketat. (Bloomberg)


Sumber : admin