Krisis Evergrande Masih Bikin Cemas, Rupiah Melemah di Akhir Pekan
Friday, September 24, 2021       15:46 WIB

Ipotnews - Investor masih mencemaskan dampak krisis Evergrande yang terancam bangkrut. Ini membuat kurs rupiah terhadap dolar AS melemah di penutupan akhir pekan ini.
Mengutip data Bloomberg, Jumat (24/9) pukul 15.00 WIB, kurs rupiah akhirnya ditutup pada level Rp14.257 per dolar AS. Posisi tersebut menunjukkan pelemahan 15 poin atau 0,11% apabila dibandingkan dengan posisi penutupan pasar spot pada Kamis sore kemarin (23/9) di level Rp14.242 per dolar AS.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk (), Josua Pardede mengatakan kecemasan investor terhadap krisis Evergrande meningkat lagi. "Ini membuat investor menjauhi aset - aset berisiko dan rupiah jadi melemah," kata Josua saat dihubungi Ipotnews, Jumat sore.
Krisis utang yang menimpa Evergrande membuat China ketar-ketir. Perkembangan terbaru otoritas Negeri Tirai Bambu meminta pejabat lokal mempersiapkan diri soal 'kemungkinan badai' jika 'kematian' perusahaan real estat raksasa itu terjadi.
Hal ini terungkap dalam laporan The Wall Street Journal (WSJ), Kamis (23/9). Pemerintah Xi Jinping juga mengatakan pejabat lokal hanya boleh turun tangan pada menit terakhir untuk mencegah efek domino kasus.
Laporan WSJ menunjukkan kemungkinan pemerintah pusat China masih memiliki keinginan untuk menyelamatkan Evergrande, terlepas dari implikasi globalnya. Kekhawatiran soal Evergrande yang tak bisa membayar utang telah meningkat beberapa minggu terakhir dan menjadi biang keladi aksi jual di seluruh pasar dunia sejak Senin lalu.
Evergrande sendiri dalam perkembangan terakhirnya mengaku telah membayar obligasi lokal Rabu kemarin. Ini membuat pasar di Asia sedikit tenang meski tidak jelas kapan perusahaan membayar bunga obligasi luar negerinya yang jatuh tempo kemarin.
Faktor kedua, investor juga masih mencemaskan sinyal tapering dari The Federal Reserve pada akhir tahun ini. "Ini juga masih mendorong dolar AS menguat dan rupiah menjadi terdepresiasi," tutur Josua.
Sebagaimana diketahui, The Fed mengatakan kemungkinan akan mulai mengurangi pembelian obligasi bulanan (tapering) segera setelah November 2021. The Fed juga mengisyaratkan kenaikan suku bunga mungkin lebih cepat dari yang diharapkan karena bank sentral AS mendapat momentum untuk melakukan pergantian dari kebijakan krisis akibat pandemi.
(Adhitya)

Sumber : Admin