Minyak Merosot, Terbebani Lonjakan Stok AS dan Prospek Permintaan Global
Wednesday, June 12, 2019       14:05 WIB

Ipotnews - Harga minyak anjlok hampir dua persen, Rabu siang, terbebani oleh prospek permintaan yang lebih lemah dan lonjakan stok Amerika, meski ada ekspektasi pemotongan pasokan yang dipimpin OPEC mengalami peningkatan.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, turun USD1,16 atau 1,86 persen menjadi USD61,13 per barel pada pukul 13.16 WIB, demikian laporan  Reuters , di Seoul, Rabu (12/6).
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), menyusut USD1,04 atau sekitar 1,95 persen menjadi USD52,23 per barel.
Badan Informasi Energi (EIA) Amerika memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak dunia 2019 dan produksi minyak mentah AS dalam laporan bulanan yang dirilis Selasa.
EIA menurunkan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak dunia 2019 sebesar 160.000 barel per hari (bph) menjadi 1,22 juta bph dan memangkas perkiraan untuk produksi minyak mentah 2019 negara itu menjadi 12,32 juta bph, 140.000 bph lebih rendah dari estimasi Mei.
Lonjakan mengejutkan dalam stok minyak mentah AS juga membuat harga minyak berada di bawah tekanan. "Investor mengkhawatirkan kenaikan baru-baru ini di Amerika," kata ANZ dalam sebuah catatan.
Persediaan minyak mentah AS naik 4,9 juta barel dalam pekan yang berakhir hingga 7 Juni menjadi 482,8 juta barel, menurut data American Petroleum Institute (API), Selasa. Angka itu sangat jauh dibandingkan ekspektasi sejumlah analis yang memperkirakan penurunan 481.000 barel. Data resmi dari Badan Informasi Energi akan dirilis pukul 21.30 WIB, Rabu.
Bersamaan dengan kekhawatiran tentang meningkatnya pasokan, ketegangan perdagangan yang berkelanjutan antara Amerika Serikat dan China, dua konsumen minyak terbesar dunia, turut membebani harga. Presiden Donald Trump, Selasa, mengatakan dia sedang melakukan kesepakatan perdagangan dengan China.
"Harga minyak berjuang untuk mempertahankan kenaikan karena para pedagang tetap berhati-hati mengenai risiko geopolitik yang meningkat dan berlanjutnya pelemahan dalam latar belakang ekonomi global," kata Benjamin Lu, analis komoditas di Phillips Future, Singapura.
Dengan pertemuan Organisasi Negara Eksportir Minyak ( OPEC ) berikutnya akan digelar akhir Juni, pasar menunggu apakah produsen minyak utama dunia itu bakal memperpanjang pengurangan pasokan mereka.
OPEC , bersama dengan negara non-anggota termasuk Rusia dalam kelompok yang disebut OPEC +, telah membatasi produksi minyak mereka sebesar 1,2 juta bph awal tahun untuk menopang harga.
Goldman Sachs mengatakan dalam sebuah catatan bahwa prospek ekonomi makro yang tidak pasti serta produksi minyak yang tidak menentu dari Iran dan lainnya dapat mendorong OPEC melanjutkan kebijakan pengurangan pasokan.
"Kami memperkirakan hasil seperti itu hanya akan sedikit mendukung harga dengan proyeksi kami untuk Brent di kisaran USD65,5 per barel pada kuartal ketiga," kata Goldman.
Menteri Energi Uni Emirat Arab, Suhail bin Mohammed al-Mazroui, mengatakan anggota OPEC hampir mencapai kesepakatan untuk melanjutkan pengurangan produksi.
OPEC dijadwalkan bertemu pada 25 Juni, diikuti perundingan dengan sekutunya yang dipimpin Rusia pada 26 Juni. Namun Rusia menyarankan perubahan jadwal pertemuan menjadi 3-4 Juli, tutur narasumber dalam kelompok itu. (ef)

Sumber : Admin