Musim Berutang Emerging Market yang Dipicu Pandemi akan Segera Berakhir
Thursday, December 09, 2021       10:04 WIB

Ipotnews - Nilai total pinjaman emiten  emerging market  di pasar surat utang terbesar dunia diperkirakan akan melambat karena kenaikan suku bunga dan pengurangan pengeluaran pandemi.
Kompilasi data Bloomberg menunjukkan, pemerintah dan perusahaan di  emerging market  (EM) sedikitnya telah mengumpulkan USD745 miliar, dalam mata uang dolar, euro, dan yen hingga 7 Desember. Raihan tersebut menjadikan 2021 sebagai tahun terbaik kedua untuk penerbitan surat utang sejak dua dekade lalu.
Namun, meskipun membanjirnya kesepakatan baru saat peminjam berlomba untuk membiayai kembali pinjamannya ketika suku bunga masih rendah, sepertinya volume utang tahun ini akan melampaui rekor 2020 yang bernilai lebih dari USD771 miliar.
Dari titik sini, garis tren diperkirakan akan stabil - atau mungkin mengarah ke bawah.
"Jika kebijakan pasar negara maju yang lebih ketat datang bersamaan dengan perlambatan pertumbuhan global dan sentimen risiko yang lebih lemah, maka kami ekspektasikan penerbitan surat utang EM secara keseluruhan akan menurun, dan sebaliknya," kata Sara Grut, ahli strategi di Goldman Sachs Group Inc., London, sepertti idkutip Bloomberg, Kamis (9/12).
Jumlah pinjaman EM pada tahun ini lebih banyak dari sebelumnya pada tahun 2020, karena pandemi memaksa kota-kota untuk tutup, mencekik ekonomi dan mendorong pihak berwenang mencari pendanaan. Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, otoritas di EM sekarang menghadapi setidaknya sekitar USD478 miliar pinjaman dalam dolar, euro dan pokok utang berdenominasi yen yang jatuh tempo tahun depan.
Perhatian ekstra ada pada penjualan obligasi China pada tahun 2021, di tengah masalah utang China Evergrande Group dan risiko limpahan ke emiten lain. Meskipun kerugian terjadi di beberapa surat utang sektor real estat China, kesepakatan perusahaan memungkinkan negara itu untuk mengkompromikan sekitar 25% dari total penerbitan surat utang EM dalam  hard-curency  tahun ini, berdasarkan data 7 Desember
Untuk tahun 2022, Bank of America mengekspektasikan penambahan USD179 miliar dari penjualan obligasi negara eksternal bruto dan USD500 miliar penjualan utang perusahaan, sehingga total perkiraan menjadi USD679 miliar penerbitan utang luar negeri. JPMorgan Chase & Co. memperkirakan penambahan USD152 miliar penerbitan obligasi pemerintah pada 2022, turun 22% dari perkiraan tahun 2021, ditambah sekitar USD525 miliar penjualan obligasi perusahaan. Goldman Sachs memprediksi penambahan sekitar USD130 miliar obligasi dolar EM, dipimpin oleh emiten dari Amerika Latin.
Tingkat penjualan surat utang negara yang lebih rendah tahun ini dan selanjutnya, menunjukkan kembalinya tren setelah anomali tahun 2020, kata Cristian Maggio, kepala strategi portofolio di Toronto Dominion Bank, London.
Salah satu alasan untuk pinjaman yang diperkirakan lebih rendah adalah antisipasi kebijakan moneter yang lebih ketat dari Federal Reserve AS dan bank sentral negara maju lainnya. Selain itu, banyak perekonomian telah dibuka kembali, atau setidaknya mulai pulih, sehingga memungkinkan pemerintah untuk terus mengurangi stimulus fiskal meskipun varian virus korona tetap menjadi ancaman.
Menurut Goldman Sachs, imbal hasil US Treasury dan harga minyak yang lebih tinggi juga cenderung berkorelasi dengan lebih sedikit penerbitan surat utang EM, terutama untuk surat utang kategori layak investasi. Pencairan USD650 miliar dalam hak penarikan khusus ( special drawing right ) dari Dana Moneter Internasional menawarkan sumber pendanaan alternatif bagi sejumlah negara.
Ada juga pertanda bahwa membeli obligasi EM akan meningkat tahun depan, bahkan jika beberapa pihak mewaspadai kerugian yang diderita obligasi baru pada tahun ini, menambah tekanan pada pasokan yang sudah lebih sedikit.
"Kami mengekspektasikan dukungan kuat dari investor  crossover  ke surat utang EM karena kurangnya pasokan obligasi AS dan EUR di pasar korporasi," tulis ahli strategi Bank of America Securities Inc. Jane Brauer dan Lucas Martin dalam catatannya akhir November lalu.
Penjualan obligasi berkelanjutan di Chili membantu menjadikan negara Amerika Latin itu sebagai penjual obligasi pemerintah dalam mata uang asing terbesar tahun ini, meningkatkan lebih dari USD16 miliar surat utang dalam dolar dan euro yang - semuanya kecuali pada beberapa surat utang - tidak akan jatuh tempo pada setidaknya satu dekade.
Itu adalah tahun yang istimewa untuk surat utang yang dialokasikan untuk pembelanjaan lingkungan, sosial, atau belanja yang berkelanjutan (ESG). Pemerintah dan perusahaan menjual USD82,3 miliar hingga 7 Desember lalu, terbesar sepanjang tahun. Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, jumlah tersebut meningkat 180% dari semua utang ESG dalam  hard currency  yang dijual di EM pada tahun 2020. (Bloomberg)


Sumber : Admin