Obligasi Indonesia dan Malaysia Mengungguli Pasar Asia Tenggara
Thursday, August 18, 2022       16:21 WIB

Ipotnews - Hasil investasi obligasi Indonesia dan Malaysia akan terus mengungguli pasar obligasi regional. Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan tekanan harga yang lebih rendah di kedua negara akan menjadi pendorong ketika risiko stagflasi mengancam secara global.
Obligasi Indonesia telah mengungguli pasar obligasi Asia Tenggara sepanjang tahun ini, dengan penurunan hanya 2,9%. Sementara itu, indeks US Treasuries AS anjlok sebesar 8,5% pada periode yang sama. Sedangkan total penurunan surat utang Malaysia mencapai 6,5%, lebih baik daripada penurunan  return  obligasi Thailand dan Filipina setidaknya 10%, sehingga membuat investor keluar dari pasar obligasi kedua negara itu.
Natwest Group plc adalah salah satu dari mereka yang meyakini bahwa  sweet spot  ekonomi yang ada di Inonesia dan Malaysia akan memikat investor  emerging market  (EM) global. Produk domestik bruto (PDB) kuartal kedua Indonesia naik 5,4% dan Malaysia sebesar 8,9%, dari tahun sebelumnya, melampaui perkiraan. Sebaliknya pertumbuhan Filipina dan Thailand yang meleset lebih rendah dari perkiraan.
"Jika pasar negara maju (DM) melihat risiko stagflasi menjadi lebih mengakar, kita mungkin melihat peningkatan alokasi ke perekonomian dengan fundamental yang baik sebagai gantinya," kata Galvin Chia, ahli strategi mata uang EM di Natwest Markets di Singapura.
"Pemimpin pertumbuhan di Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia bisa mendapatkan keuntungan," imbuhnya, seperti ditulis laman The Edge Market, mengutip Bloomberg, Kamis (18/8).
Di EM, pertumbuhan pasar obligasi yang lebih baik, karena membaiknya kondisi makroekonomi, akan menarik investor global. Imbal hasil untuk obligasi bertenir lebih pendek, yang lebih sensitif terhadap ekspektasi suku bunga domestik, relatif telah melonjak di Filipina dan Thailand dibanding peningkatan yang lebih kecil di Indonesia dan Malaysia.
Inflasi utama Malaysia hanya 0,4% di atas rata-rata jangka panjang sebesar 3%, sedangkan di Indonesia, berada di 4,9%, lebih tinggi dari target bank sentral 2% hingga 4%.
Sementara itu, Thailand dan Filipina menghadapi lonjakan tekanan harga. Inflasi Juli di Thailand mencapai 7,6%, mendekati level tertinggi 14 tahun dan jauh di atas kisaran target bank sentral 1% hingga 3%.
Salah satu alasan di balik lebih rendahnya inflasi di Indonesia dan Malaysia adalah adanya subsidi bahan bakar dari pemerintah. Meskipun demikian, kedua negara telah berhasil menjaga defisit fiskal mereka, terutama karena rejeki nomplok dari ekspor komoditas.
Malaysia diperkirakan akan memenuhi target defisit fiskal sebesar 6% dari PDB tahun ini. Pada saat yang sama, Indonesia menargetkan defisit fiskal sebesar 2,85% dari PDB pada 2023 nanti, kembali di bawah target 3%, yang terlampaui selama krisis Covid-19. (The Edge Market)

Sumber : Admin

berita terbaru