PGAS Mengaku Kenaikan Harga Gas Untuk Industri Masih Dalam Kajian
Monday, August 26, 2019       13:27 WIB

Ipotnews - PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN ( PGAS ) tengah mempertimbangkan menaikkan tarif gas khususnya ke sektor industri. Pasalnya dalam tujuh tahun terakhir belum pernah ada penyesuaian atau adjustment tarif gas, padahal HPP (harga pokok penjualan) sudah ada revisi beberapa kali.
Direktur Utama PGAS , Gigih Prakoso, mengatakan meski ada wacana menaikkan harga gas namun saat ini masih dalam tahap pendataan. Ia menawarkan kepada pelanggan atas opsi tersebut. Dipastikan apabila nantinya fix bakal ada kenaikan tingkat layanan dan ketahanan suplai gas kepada pelanggan industri akan semakin meningkat.
"Kami sedang dalam proses melakukan survei untuk melihat kemungkinan untuk itu, kita diskusi dengan pelanggan kita. Kita akan tawarkan ke pelanggan seperti apa termnya nanti," kata Gigih dalam konferensi pers usai menggelar public expose live di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (27/8).
Diketahui rencana untuk menaikkan tarif gas ke pelanggan industri ini sedianya bakal dilakukan pada 1 Oktober 2019 mendatang. Namun untuk kepastian waktu dan besaran kenaikan tarif masih akan dilakukan pembahasan mendalam oleh PGAS . Baginya, kata Gigih, sekalipun nantinya ada kenaikam harga gas, tidak akan berpengaruh besar terhadap cashflow perusahaan.
"Ya hargaya tergantung dari harga beli kami dari pasar atau Pertamina, ini masih tahap pembahasan dan diskusi dengan pelanggan kami," sambung Gigih.
Sementara itu, Wakil Komisi Tetap Industri Hulu dan Petrokomia Kadin Indonesia, Achmad Widjaja, menolak rencana PGN menaikkan tarifnya. Sebab hal itu dinilai bertentangan dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan harga gas melalui holding industri migas. Pasalnya dalam holding migas yang diresmikan sebelumnya, pemerintah menegaskan holding akan mengefisiensikan cost produksi gas sehingga pada akhirnya akan menekan harga gas ke konsumen.
Dia mempertanyakan manfaat dari holding perusahaan migas antara PGAS dengan PT Pertamina Gas yang menjadi anak usaha dari PT Pertamina (Persero). Sewaktu awal pembentukan holding migas, pemerintah menjanjikan adanya efisiensi, struktur gas lebih sederhana serta tidak adanya tumpang tindih dalam pengelolaan infrastuktur gas sehingga menjadikan harga gas menjadi lebih kompetitif. Namun pada kenyataannya justru kenaikan harga terjadi, ini menunjukkan efiensi yang dijanjikan tidak terjadi.
"Saat terjadi merger kedua perusahaan energi (PGN-Pertagas) kan sudah ada disebut perhitungan kajian efisiensi, sekarang tidak efisien kenapa? Kalau naik harga gas berarti tidak efisien, jadi ada biaya yang dikeluarkan, jangan dibebankan ke industri," tegas Achmad.(Marjudin)

Sumber : admin