Pasar Merespons Data Inflasi Amerika, Greenback Jatuh dari Posisi Tertinggi Satu Tahun
Thursday, October 14, 2021       06:00 WIB

Ipotnews - Dolar jatuh dari level tertinggi satu tahun, Rabu, karena imbal hasil US Treasury bertenor lebih panjang turun setelah data inflasi Amerika Serikat menunjukkan harga naik dengan kuat bulan lalu.
Di sisi lain, risalah dari pertemuan September Federal Reserve mengkonfirmasi pengurangan stimulus akan dimulai "segera", demikian laporan  Reuters,  di New York, Rabu (13/10) atau Kamis (14/10) pagi WIB.
Indeks harga konsumen (IHK) naik 0,4% pada bulan lalu versus peningkatan 0,3% yang diantisipasi ekonom dalam survei  Reuters.  Secara tahunan, IHK meningkat 5,4%, dari kenaikan 5,3% pada Agustus. Tidak termasuk komponen makanan dan energi yang  volatile , yang disebut IHK inti, naik 0,2% pada September dibandingkan 0,1% pada bulan sebelumnya.
Imbal hasil US Treasury jangka pendek, yang biasanya bergerak seiring dengan ekspektasi suku bunga, meningkat setelah laporan tersebut, sementara imbal hasil yang lebih lama turun, menunjukkan pasar masih belum memperhitungkan periode inflasi yang berkelanjutan.
Kesenjangan antara US Treasury 2-tahun dan 10-tahun mendekati level tersempit dalam dua minggu setelah melebar ke level tertinggi tiga setengah bulan pada Jumat.
"Pasar sekarang melihat poros utama di sini sejauh bagaimana inflasi menunjukkan lebih banyak tanda-tanda persisten daripada sementara, dan itu kemungkinan akan memaksa The Fed untuk menaikkan suku bunga jauh sebelum apa yang diantisipasi banyak orang," kata Edward Moya, analis Oanda.
Pasar memperkirakan kenaikan suku bunga untuk Desember 2022, tetapi sekarang mencermati September tahun itu, kata dia.
Dolar AS awalnya bergerak positif setelah data IHK tersebut, menyentuh level tertinggi hampir tiga tahun versus yen Jepang, sebelum merayap lebih rendah bersama dengan imbal hasil obligasi bertenor lebih panjang.
Indeks Dolar (Indeks DXY), yang mengukur  greenback  terhadap sekeranjang enam mata uang utama, terakhir turun 0,515% menjadi 94,036 dari Selasa, ketika menyentuh 94,563, level tertinggi sejak akhir September 2020.
"Dolar bergerak lebih tinggi cukup signifikan dan sudah siap untuk mundur di sini, dan saya pikir ini kemungkinan akan memicu hal itu," kata Moya.
Dolar melemah 0,29% versus yen menjadi 113,275 yen.
Euro naik 0,56% menjadi USD1,15945, rebound dari level terendah hampir 15 bulan di USD1,1522 yang dicapai pada sesi sebelumnya.
Lonjakan harga energi menambah kekhawatiran seputar inflasi dan memicu spekulasi bahwa The Fed mungkin perlu bertindak lebih cepat untuk menormalkan kebijakan daripada yang diproyeksikan sebelumnya.
Dolar Aussie yang terkait komoditas naik 0,35% menjadi USD0,7370, mendekati level tertinggi satu bulan di USD0,7384 yang disentuh pada sesi Selasa.
Risalah dari pertemuan kebijakan September The Fed mengisyaratkan petinggi bank sentral dapat mulai mengurangi dukungan era krisis mereka bagi perekonomian pada pertengahan November, meski mereka tetap terpecah atas seberapa besar ancaman yang ditimbulkan oleh lonjakan inflasi dan seberapa cepat mereka mungkin perlu menaikkan suku bunga sebagai tanggapan.
"Pengurangan stimulus sudah tercermin dalam proyeksi pasar," kata Kathy Bostjancic, Kepala Ekonom Oxford Economics.
"Pertanyaan utamanya adalah apakah dinamika inflasi akan membuat mereka menjadi lebih agresif dan lebih cepat dalam menaikkan suku bunga? Jadi kenaikan suku bunga sekarang menjadi fokus utama bagi pasar, dan di situlah kita benar-benar melihat pergerakan harga di sepanjang kurva imbal hasil," tuturnya.
Gubernur The Fed Lael Brainard dan Michelle Bowman akan berpidato Rabu. (ef)

Sumber : Admin