Pasokan Menyusut, Timah Shanghai Cetak Rekor Kenaikan Mingguan
Friday, September 06, 2019       15:44 WIB

Ipotnews - Timah Shanghai tergelincir, Jumat petang, tetapi membukukan rekor terbaik pekan ini, sementara harga di London berada di jalur untuk mencatatkan kenaikan mingguan terbaik dalam lebih dari tiga tahun, didukung pengurangan produksi oleh produsen utama.
Beberapa produsen timah olahan terbesar dunia mengumumkan pengurangan produksi menyusul penurunan harga baru-baru ini.
Sejumlah produsen termasuk dua yang terbesar di dunia--Yunnan Tin China dan PT Timah Tbk ()--berencana mengurangi produksi sekitar 30.000 ton tahun ini, yang berarti sekitar 8% dari pasokan 2019 dapat keluar dari pasar.
Kontrak timah yang paling aktif diperdagangkan di Shanghai Futures Exchange (ShFE) melambung 10% pekan ini, kenaikan mingguan tertinggi dalam sejarah, meski ditutup turun 1% petang ini, demikian laporan Reuters, di Singapura, Jumat (6/9).
Harga timah patokan di London Metal Exchange (LME) merosot 1,3% menjadi USD17.220 per ton pada pukul 14.14 WIB, tetapi masih melejit 5,3% sepanjang pekan ini, di jalur untuk minggu terbaik sejak Maret 2016.
Harga tembaga London melesat 2,5% sejauh minggu ini, terbaik sejak Juni, sementara tembaga Shanghai naik karena berita China dan Amerika Serikat sepakat untuk menggelar perundingan perdagangan tingkat tinggi, menghidupkan kembali harapan untuk mengakhiri sengketa yang berkepanjangan.
Logam dasar lainnya tercatat variatif. Tembaga ShFE menguat 1%, aluminium naik 0,3%, sedangkan nikel menyusut 4,3%. Tembaga LME turun 0,4%, aluminium berkurang 0,4%, seng melemah 1%, sedangkan nikel menyusut 0,5%.
"Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa para penambang dapat mencari kuota ekspor baru, yang akan berlaku hingga akhir tahun. Ini kemungkinan akan menghasilkan lonjakan ekspor bijih nikel menjelang larangan yang direncanakan pada 1 Januari 2020," kata ANZ.
Kamis, Indonesia mengeluarkan keputusan yang mengizinkan kuota ekspor baru untuk diterbitkan, tetapi hanya untuk validasi sampai akhir tahun ini.
Analis Goldman Sachs memperkirakan surplus besar untuk pasar seng global pada 2020 dan 2021, setelah keseimbangan global bergerak menuju surplus pada 2019 menyusul tiga tahun defisit besar. (ef)

Sumber : Admin