Penerbitan Inpres No 1/ 2024 Kecewakan Pelaku Usaha Air Minum
Wednesday, September 18, 2024       16:55 WIB

Ipotnews - Penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2024 mengecewakan pelaku usaha. Inpres tersebut tentang percepatan penyediaan air minum dan pengelolaan air limbah domestik yang diharapkan dapat mempercepat pembangunan sambungan rumah tangga (SR) untuk air minum dan pengelolaan sanitasi.
Wakil Ketua Umum Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) Arief Wisnu Cahyono menilai kekecewaan ini muncul lantaran penerapan Inpres tersebut harus ditunda karena ketersediaan anggaran pemerintah yang terbatas.
Di dalam rencana, pemerintah mengalokasikan dana untuk program air minum dan sanitasi mencapai Rp16,6 triliun ekuivalen 3 juta SR untuk akses air minum. Namun di dalam perjalanannya dari total pengajuan 363.263 SR di 151 kota/ kabupaten, hanya 47.364 SR (13 persen) yang bisa dilanjutkan melalui proses lelang sesuai dengan ketersediaan anggaran. Sisanya, 315.901 SR, ditunda hingga tahun depan.
"Kami berharap Inpres ini dapat menjadi terobosan, mengingat rendahnya cakupan layanan air minum di Indonesia. Namun, sayangnya, penundaan ini menghambat langkah yang seharusnya memperbaiki kondisi tersebut," ujar Arief di Jakarta, Rabu (18/9).
Hingga 2022 capaian akses air minum perpipaan berdasarkan data BPS 2023 sebesar 19,76 persen. Di tingkat ASEAN capaian ini termasuk terendah dibanding capaian layanan air perpipaan negara tetangga seperti Singapura 100 persen; Malaysia 95 persen; Thailand 71 persen; Philipina 60 persen; Myanmar 27 persen; Kamboja 25 persen.
"Untuk akses sanitasi, hingga tahun 2022 baru mencapai 10,16 persen dari target 15 persen di tahun 2024, yang menempatkan Indonesia pada posisi terendah di negara ASEAN," sambung Arief yang juga Direktur PDAM Surabaya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Perpamsi, Subekti juga mengaku sangat kecewa dengan komitmen pemerintah yang berkewajiban menyediakan sanitasi layak dan penyediaan air minum sebagai kebutuhan dasar.
Tugas-tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah kini justru menjadi beban bagi Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM ) karena berbagai regulasi yang tidak berpihak dan berbagai pungutan pajak yang semakin besar.
"Kami kan kepanjangan tangan pemerintah, kami disuruh lari cepat untuk membangun infrastruktur air minum tetapi berbagai hambatan justru muncul dari pemerintah," kata Subekti.
Salah satu yang paling disoroti adalah soal perizinan yang tumpang tindih serta sulitnya mengakses air baku di setiap daerah. Hal ini menjadi paradoks ketika pemerintah menerbitkan regulasi yang berpotensi mengancam pemenuhan hak rakyat atas air melalui akses air minum perpipaan.
Seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dimana volume penggunaan air baku berkurang menjadi hanya 20 persen dibandingkan izin sebelumnya yang 100 persen dari kapasitas yang ada.
"Apabila kapasitas yang dimanfaatkan dari sumber mata air dikurangi menjadi 20 persen, tentunya akan timbul permasalahan sosial dan menghambat upaya pemerintah dalam memenuhi hak rakyat atas air," kata dia.
(Marjudin)

Sumber : admin

berita terbaru