Premier Fund Monitor: Pasar Masih Dilanda Ketidakpastian, Tetap Defensif Sepekan ke Depan
Monday, April 06, 2020       14:10 WIB

Ipotnews - Indo Premier Investment Management ( IPIM ) dalam catatan Premier Fund Monitornya hari ini, Senin (6/4), kembali meminta investor bersikap defensif mengingat kondisi pasar yang masih dalam ketidakpastian besar.
Dipaparkan, pasar global sepekan lalu kembali jatuh karena dampak ekonomi coronavirus lebih buruk dari yang diperkirakan. IMF menyatakan bahwa pandemi coronavirus telah menciptakan krisis ekonomi yang jauh lebih buruk daripada krisis keuangan global 2008 ketika ekonomi dunia macet dan lebih dari 90 negara sejauh ini telah mengajukan permohonan bantuan keuangan.
Dampak itu terbukti dari data pekerjaan AS yang semuanya jauh lebih buruk dari yang diperkirakan karena klaim pengangguran melonjak menjadi 6,6 juta (setelah 3,3 juta sepekan sebelumnya), data penggajian non-pertanian turun 701 ribu, dan tingkat pengangguran AS naik menjadi 4,4% (level tertinggi sejak 2017 ) setelah mencapai rekor terendah 3,5% di bulan sebelumnya.
Prospek ekonomi yang suram dan kekhawatiran yang semakin mendalam tentang keparahan dan durasi pandemi telah menyebabkan penurunan di pasar saham global sepekan lalu, setelah kenaikan yang didorong oleh stimulus sepekan sebelumnya.
Namun, harga minyak rebound karena muncul berita bahwa Arab Saudi dan Rusia bakal memperbarui pembicaraan tentang pengurangan produksi minyak untuk mengakhiri perang harga yang telah membanting harga minyak ke level terendah berdekade.
Adapun IHSG sepekan lalu naik 1,71% karena pemerintah mengumumkan Perppu No 1/2020 yang memberikan dasar hukum untuk stimulus fiskal sebesar Rp405 triliun (2,5% dari PDB) melalui penerbitan Obligasi Pemulihan dan partisipasi Bank Indonesia sebagai kreditor kepada pemerintah di pasar primer obligasi. Stimulus diperlukan untuk mencegah resesi.
Prakiraan awal pertumbuhan PDB Bank Dunia sebesar 2,1% untuk Indonesia mengasumsikan kegiatan normal pada bulan Juni tetapi pertumbuhan akan lebih rendah jika pembatasan mobilitas berlanjut ke kuartal ketiga.
Sepekan ke Depan
Kalender ekonomi utama yang harus diwaspadai sepekan ke depan adalah Kepercayaan Konsumen Indonesia (Senin 10:00) dan diumumkan BI menurun dari 117,7 bulan sebelumnya menjadi 113,8 pada Maret. Lalu, data Produksi Industri Jerman (Selasa 13:00), Risalah FOMC (Kamis 01:00), Klaim Pengangguran Awal AS (Kamis 19:30), Tingkat Inflasi AS (Jumat 19:30). Sementara itu, data ekonomi minggu ini menunjukkan PMI Manufaktur pulih di China dan hanya sedikit melemah di AS (lebih baik dari yang diperkirakan).
Konklusi Investasi
Prospek ekuitas secara global akan terus dikaburkan dengan ketidakpastian dan volatilitas yang tinggi karena infeksi coronavirus terus meningkat dan langkah-langkah pengendaliannya mengganggu kegiatan ekonomi.
Sementara di Indonesia, wabah koronavirus diperkirakan masih pada tahap awal dan dengan demikian potensi gangguan ekonominya masih belum diketahui meskipun IPIM meyakini risiko ini sudah dihargai (pricing) sebagian karena valuasi IHSG telah turun hingga 12x mengikuti P/E (vs rata-rata 20-tahun sebesar 13,7x; Rata-rata 10 tahun sebesar 16,3x).
Sebagai perbandingan, IHSG telah jatuh ke level 8x P/E selama krisis keuangan global 2008. "Kami melihat valuasi pasar saat ini menarik bahkan jikapun PDB dan pertumbuhan pendapatan goyah tahun ini karena coronavirus. Namun, kami percaya pemulihan pasar yang berkelanjutan akan membutuhkan perataan kurva infeksi coronavirus dan dimulainya kembali kegiatan ekonomi di Indonesia," papar IPIM dalam catatan Premier Fund Monitor yang dirilis Senin (6/4)
Rekomendasi
IPIM telah merekomendasikan investor untuk tetap defensif sejak tahun lalu dengan ETF kelolaannya yang berbasis luas RLQ45 dan untuk meminimalkan volatilitas, juga ETF kelolaannya yang lain - (SriKehati) dan (Pefindo I-Grade) - yang keduanya memiliki posisi dan bobot besar di saham , yang dianggap sebagai saham defensif pada saat ketidakpastian pasar.
Bagi investor yang mencari keuntungan dari perputaran pasar, pilihan IPIM adalah ETF ( MSCI Large Cap) yang juga dikelolanya, yang konstituennya dari 15 saham berkapitalisasi besar yang dimiliki oleh investor asing telah dipengaruhi oleh penjualan asing dan karenanya semestinya mendapat keuntungan dari pemulihan pasar. memiliki kesamaan dengan dan dalam hal posisi kelebihan bobot di sektor yang sensitif terhadap tingkat bunga (perbankan), termasuk , yang seharusnya menguntungkan ETF ini dari pelonggaran kebijakan moneter BI untuk mengurangi dampak coronavirus.
Sementara itu, (SM-Infra18) dan (SOE) yang fokus pada BUMN di sektor infrastruktur dan keuangan, memang kurang dalam konstituen defensif seperti dan saham konsumen dan dengan demikian dapat dipandang sebagai ETF yang lebih berisiko pada kondisi pasar saat ini. Namun, kedua ETF ini juga memiliki valuasi terendah di antara barisan ETF kelolaan IPIM , dengan P/E 2020F masing-masing 9,4x dan 8,8x, lebih rendah daripada valuasi ETF RLQ45 dan pada P/E 11,9x dan 12,1 x, atau ETF pada P/E 12,7x, dan dengan demikian mungkin memiliki potensi lebih besar jika pasar pulih secara berkelanjutan.

Sumber : admin