Risiko Gejolak Pasar Masih Mengancam, Sejumlah ETF Ini Bisa Jadi Benteng
Monday, October 21, 2019       14:41 WIB

Ipotnews - Perlambatan pertumbuhan global dan ketegangan perdagangan mengaburkan prospek pasar ekuitas global, khususnya di pasar negara berkembang, dan telah menyebabkan aliran portofolio bergeser ke arah pendapatan tetap dan pasar uang yang kurang berisiko.
Sementara, meski investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih di saham Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, namun Indo Premier Investment Management ( IPIM ) masih yakin IHSG dapat pulih dan bisa mencapai target (perkiraan IPIM ) di level 6.500 pada tahun ini, namun syaratnya negosiasi perdagangan AS-China menghasilkan kesepakatan yang langgeng dan perdagangan dan manufaktur global menunjukkan tanda-tanda peningkatan.
Dalam situasi itu, demi meminimalkan risiko gejolak di investasi Anda, selain ETF berbasis luas RLQ45 dan , IPIM juga merekomendasikan reksadana saham dan , yang keduanya memiliki bobot tinggi di saham , yang bisa dianggap sebagai benteng di saat terjadi ketidakpastian pasar. Pilihan lainnya, masih menurut IPIM , adalah (SMInfra) yang memiliki bobot sektor keuangan yang relatif rendah.
"Namun, ETF tematik kami (berbasis saham sensitif suku bunga) dan (berbasis Saham-saham BUMN ) saat ini sedang dalam penilaian tertekan karena rumor di pasar bahwa perusahaan-perusahaan BUMN berpotensi diminta untuk menyelamatkan perusahaan yang bermasalah, yang tampaknya tidak mungkin dilakukan. Dengan demikian, kedua ETF ini dapat memperoleh manfaat terbesar dari pemulihan pasar ekuitas jika masalah negatif ini ternyata tidak berdasar.
Paparan pasar
Sebelumnya IPIM memaparkan, kinerja pasar ekuitas global beragam karena hasil laba awal yang kuat sejumlah emiten mengangkat indeks S&P 500, meskipun pada akhir pekan lalu ada kabar perlambatan PDB China pada kuartal III. Sementara pasar saham Eropa tertekan oleh hasil pendapatan yang lemah dan ketidakpastian Brexit. Pertumbuhan PDB Tiongkok sebesar 6,0% pada 3Q19 (3Q18: 6,5%) berada di bawah ekspektasi konsensus 6,1% meskipun masih dalam target pertumbuhan resmi 6,0% -6,5% untuk 2019. Sementara itu, kesepakatan Brexit, PM Inggris dengan Uni Eropa gagal untuk mendapatkan persetujuan parlemen Inggris, sehingga memperpanjang ketidakpastian karena negara tersebut mencari perpanjangan untuk batas waktu 31 Oktober.
Dalam pertemuan gabungan IMF/Bank Dunia di Washington akhir pekan lalu, IMF mengingatkan bahwa perang perdagangan AS-Cina akan memangkas pertumbuhan global 2019 ke laju paling lambat sejak krisis keuangan global 2008 dan prospeknya bisa semakin gelap jika ketegangan perdagangan tetap berlangsung.
IMF memangkas perrkiraan pertumbuhan global 2019 menjadi 3,0%, turun dari 3,2% yang dirilis Juli, karena perdagangan global melambat menjadi hanya 1,0% pada 1H19, tingkat terlemah sejak 2012, karena tarif yang lebih tinggi, ketidakpastian perdagangan yang berkepanjangan, dan kemerosotan dalam industri mobil. Perlambatan pertumbuhan global akan memengaruhi negara-negara Eropa, yang mengandalkan ekspor, sementara AS (sebagai importir bersih) tetap yang paling tidak terkena penurunan ekspor karena basis belanja konsumen domestiknya yang besar.
Sementara itu, IHSG pulih dengan kenaikan enam hari perdagangan berturut-turut sepekan lalu, meskipun penjualan investor asing berlanjut dan menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amin yang diharapkan akan segera mengumumkan kabinet baru.
Untuk sepekan ke depan, pasar mencermati sejumlah kalender ekonomi berikut: Pertemuan Bank Indonesia, data PMI manufaktur dan jasa Oktober untuk Prancis, Jerman, dan kawasan Euro (Kamis 14.15-15: 00) , Rapat Kebijakan BI (Kamis 14:30), Rapat Kebijakan ECB (Kamis 19:30), Data PMI Markit Oktober Amerika (Kamis 20:45) dan Penjualan Rumah Baru AS (Kamis 21:00).
Selain itu, emiten Indonesia akan merilis kinerja 3Q termasuk (Rabu 14:00), (Rabu 17:00), dan pada minggu berikutnya (Senin 17:00). Hasil pendapatan bank penting untuk dicatat sebagai berita terbaru tentang kegagalan perusahaan (Duniatex), restrukturisasi pinjaman (Krakatau Steel), upaya penyelamatan (Bank Muamalat, Jiwasraya), dan aturan akuntansi baru ( PSAK 71) yang akan diterapkan dari mulai tahun 2020.

Sumber : admin