Rupiah Melemah Tertekan Oleh Empat Faktor Ini  
Tuesday, September 22, 2020       16:10 WIB

Ipotnews - Setelah menguat dalam beberapa hari terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah pada sore ini. Ada empat faktor baik eksternal maupun internal yang membuat kurs mata uang Garuda tertekan pada hari ini.
Mengutip data Bloomberg pada penutupan Selasa sore (22/9), kurs rupiah berakhir di level Rp14.785 per dolar AS. Posisi tersebut menguat 85 poin atau 0,58% dibandingkan penutupan perdagangan terakhir pada Senin sore (21/9) di level Rp14.700 per dolar AS.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan faktor pertama yang memperlemah rupiah adalah pelaku pasar mengkhawatirkan pernyataan Gubernur The Federal Reserve AS, Jerome Powell yang mengatakan pada hari Senin (21/9) bahwa perekonomian AS membaik. Tetapi Powell memperingatkan bahwa ada jalan panjang yang harus ditempuh sebelum pemulihan penuh ekonomi AS dari dampak pandemi COVID-19.
"Investor juga menantikan komentar Powell ketika dia bersaksi di depan Sub-komite Pemilihan DPR tentang COVID-19 pada hari Rabu (23/9)," kata Ibrahim dalam keterangan resmi.
Faktor kedua, wabah Covid-19 baru di Eropa telah membuat negara-negara seperti Yunani dan Denmark menerapkan kembali langkah-langkah pembatasan selama minggu sebelumnya. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson juga akan mengumumkan pembatasan baru di bar dan restoran di kemudian hari, dengan kekhawatiran bahwa lebih banyak penguncian akan terjadi di Eropa.
Faktor ketiga, rencana amandemen undang-undang Bank Indonesia (BI) masih menjadi headline diberbagai media baik nasional maupun internasional walaupun draft tersebut masih digodok di Banggar DPR. Namun rencana amandemen tersebut menjadi sorotan bagi pelaku pasar baik domestik maupun asing karena mempertanyakan independensi bank sentral yang kemungkinan tidak lagi independen dalam memutuskan kebijakan baik suku bunga maupun stimulus.
"Kekhawatiran pelaku pasar tetap muncul walaupun rencana amandemen ini hanya berlaku di masa covid-19 sampai 2023," ujar Ibrahim.
Ibrahim menjelaskan pemerintah sebetulnya sudah berkali-kali meyakinkan pasar bahwa perluasan wewenang Bank Indonesia karena ekonomi Indonesia dalam keadaan tidak sehat akibat pandemi virus corona. Pandemi ini juga sampai sekarang terus meningkat secara masif dan Indonesia sudah pasti masuk dalam resesi sehingga perlu wadah baru berupa amandemen undang-undang Bank Indonesia untuk menanggulanginya.
Namun lagi-lagi dikalangan pelaku pasar terjadi pro dan kontra atas pernyataan Pemerintah tersebut. Akhirnya pelaku pasar kembali kecewa dan berimbas terhadap aliran keluar modal asing dari pasar valas, obligasi dan Surat Utang Negara( SUN), yang tentunya bisa memberikan efek negatif ke pasar keuangan.
Faktor keempat, permintaan valas korporasi meningkat menjelang akhir Kuartal III 2020. Perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia membutuhkan dolar AS untuk membayar utang, bagi dividen dan sebagainya.
"Jadi jangan heran kalau mata uang garuda di penutupan pasar sore ini mengalami penurunan," tutup Ibrahim.
(Adhitya)

Sumber : Admin