SWF Akan Dorong Ekonomi Indonesia Keluar dari Keterbatasan: Ashmore
Tuesday, December 10, 2019       17:26 WIB

Ipotnews - Pertemuan Presiden Joko Widodo, yang didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Koordinator Luhut Panjaitan, dengan Japan Bank for International Cooperation ( JBIC ) pada awal pekan lalu, menimbulkan harapan akan terbentuknya lembaga dana investasi pemerintah, atau  sovereign wealth fund  (SWF).
Menurut PT Ashmore Asset Management Indonesia, lembaga milik negara yang akan berinvestasi dalam berbagai aset, baik di bidang keuangan atau aset fisik itu, akan membantu perekonomian Indonesia keluar dari berbagai keterbatasan yang ada selama ini. Ashmore memperkirakan bentuk SWF yang akan dibentuk adalah Dana Investasi Devisa atau dana stratejik pembangunan.
"Sekarang ini terdapat 5 jenis SWF: (1) Dana stabilisasi yang biasanya berfokus untuk mempertahankan pendapatan negara sebagai pengganti fluktuasi harga komoditas, (2) Dana tabungan untuk generasi mendatang, (3) Dana Cadangan Pensiun untuk mendukung transfer fiskal dari pemerintah, (4) Dana Investasi Devisa untuk memberi peluang bagi Bank Indonesia untuk mengurangi biaya pemeliharaan cadangan devisa, dan (5) dana pengembangan strategis untuk mempromosikan tujuan ekonomi dan politik negara," tulis Ashmore dalam  The Missing Prespective , Selasa (10/12).
Ashmore berpendapat, dengan adanya SWF ini, Indonesia akan berpeluang untuk tumbuh melebihi 5% per tahun. "Indonesia tersandera oleh kondisi makro eksternal karena secara alamiah selalu defisit. Setiap kali dunia bersin atau pasokan uang global mengering, Indonesia akan terkena flu dan tidak dapat mencapai pertumbuhan PDB yang optimal karena kebutuhan obsesif untuk menstabilkan mata uang," tulis Ashmore.
Indonesia sejauh ini, ungkap Ashmore, tidak mempunyai cukup uang untuk membiayai pertumbuhannya, dan celakanya telah terjebak dalam kisaran pertumbuhan 4-6% selama 19 tahun terakhir, meskipun seharusnya dapat lebih tinggi dengan apa yang disebut sebagai dividen demografis.
"Dengan SWF, aliran modal pada akhirnya akan kembali menguntungkan Indonesia dan menyelesaikan masalah pembiayaan struktural yang telah membatasi pertumbuhan," Ashmore menegaskan.
Dengan mengasumsikan bahwa SWF tersebut akan berupa Dana Investasi Devisa, BI dapat memulainya dengan menempatkan ekuitas sebesar USD10milyar - sebagian kecil dari cadangan devisa BI pada November 2019 yang sebesar USD126,6milyar. Ashmore menilai, dengan rasio tingkat utang/ekuitas sebesar 2x, besaran SWF Indonesia bisa mencapai USD30milyar atau Rp435tr.
Ashmore menyebutkan, jumlah tersebut mencapai 2,7% dari PDB Indonesia, sehingga tersedia tambahan dana untuk pengeluaran fiskal. Sementara itu, berdasarkan laporan IMF,  multiplier  pengeluaran fiskal akan berkisar antara 0,3-1,6x, sehingga Indonesia dapat memiliki opsi 0,24% -1,44% dari tambahan PDB per tahun.
"Tapi hal terbaik tentang SWF adalah dana ini BUKAN bagian dari neraca pemerintah Indonesia, dan oleh karena itu, tidak akan berdampak pada batasan tertinggi defisit sebesar anggaran 3% yang ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)," papar Ashmore.
Menurut Ashmore, dengan adanya SWF, alih-alih selalu mengandalkan daya beli dan konsumsi domestik untuk mendanai pertumbuhan domestik, Indonesia memiliki cara lain untuk mendorong ekonomi domestik dalam bentuk infrastruktur.
Ashmore mengakui, konsumsi masyarakat ("C" dalam PDB) telah melayani Indonesia dengan baik selama beberapa dekade terakhir. "Tetapi itu selalu tergantung pada harga komoditas karena ekonomi kita berbasis komoditas."
Di masa depan, Ashmore meyakini, ekonomi Indonesia perlahan-lahan beralih ke infrastruktur/properti sebagai faktor pendukung pertumbuhan yang lebih dapat diandalkan, berkelanjutan, dan berkualitas. (*)

Sumber : Admin