Saham BBCA Jeblok ke Level Terendah 3 Tahun, Asing Net Sell Rp31 T
Wednesday, October 08, 2025       18:35 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia- Saham emiten perbankan milik Grup Djarum, Bank Central Asia (), melemah signifikan pada perdagangan hari ini, Rabu (8/10/2025) dan tercatat sebagai pemberat utama kinerja IHSG hari ini.
Saham tercatat turun 2,64% ke Rp 7.375 per saham dan mencatatkan harga penutupan terendah dalam tiga tahun terakhir. Dalam sebulan saham turun 7,81% dan sejak awal tahun telah anjlok 23,77%. Bahkan dalam tiga tahun terakhir saham terkoreksi 10% lebih.
Ambruknyasaham terjadikala IHSG mencatatkan rekor harga tertinggi (all time high/ATH) dari hari ke hari. IHSG sendiri telah menguat 15,34% tahun ini (YtD) dan menguat 1.086 poin, meski tertekan kinerja yang merupakanlaggardteratas dengan kontribusi pelemahan lebih dari 145 poin ke IHSG tahun ini.
Pelemahan signifikan saham emiten perbankan swasta terbesar RI salah satunya diperparah dengan keluarnya dana asing secara deras. Tercatat sepanjang tahun ini Rp 31,19 triliun dana milik investor asing keluar dari saham . Angka tersebut merupakan yang terbesar di bursa dan nyaris dua kali lipat lebih besar dari emiten kedua yang paling banyak ditinggal modal asing.
Dari sisi kinerja keuangan, torehan laba juga hanya mampu tumbuh satu digit, angka pertumbuhan tersebut merupakan terendah dalam dua tahun. Ini menjadi sinyal nyata bahwapertumbuhan laba emiten bank swasta terbesar nasional mulai menunjukkan perlambatan signifikan
Sepanjang paruh pertama tahun ini, mencatat laba bersih senilai Rp29 triliun, meningkat 8% secara tahunan (yoy). Sekilas, pertumbuhan positif memang bagus, tetapi kalau dilihat secara historis dalam basis kuartalan pertumbuhan ini cenderung melambat.
Sudah empat kuartal beruntun, pertumbuhan laba terus melambat. Pada kuartal II/2025, laba yang diatribusikan ke pemilik entitas induk hanya tumbuh 6,2% QoQ.
Kalau ditarik lebih panjang lagi, ternyata pertumbuhan laba terkini sudah mendekati level terendah pada kuartal akhir 2023 yang hanya tumbuh 3,7% QoQ.
Karena kinerja laba yang melambat, pelaku pasar pun merespon terhadap harga saham yang sejauh ini masih laggard.
Selama 24 tahun atau tepatnya sejak tahun 2000, dalam basis tahunan saham hanya sekali saja mencatat merah yaitu pada krisis 2008. Itu pun hanya 10,96%.
Kali ini, barusembilan bulan terlewat pada 2025 saham sudah jeblok lebih dari 23%.

Sumber : cnbcindonesia.com