Sejumlah Perusahaan Bersaing Temukan Vaksin Virus Korona … Xi dan Trump Berebut Pengaruh
Wednesday, May 27, 2020       15:40 WIB

Ipotnews - Pemerintahan Presiden Xi Jinping mengerahkan kekuatan China di belakang upaya pengembangan vaksin virus korona di negara itu, saat dunia berlomba untuk menghasilkan penangkal Covid-19. Xi menjanjikan untuk membagikan setiap vaksin yang berhasil diproduksi secara global
Skala besar dan kecepatan upaya China meningkatkan tekanan kepada AS, di mana pemerintahan Presiden Donald Trump telah meluncurkan program yang disebut Operation Warp Speed untuk mempercepat penelitian dan pengembangan vaksin.
Secara total, perusahaan-perusahaan Cina tengah mengembangkan lima calon vaksin yang sedang diuji pada manusia, paling banyak di negara mana pun. Beijing telah mengerahkan otoritas kesehatannya, regulator obat-obatan dan lembaga penelitian untuk bekerja sepanjang waktu dengan perusahaan-perusahaan lokal.
Para pemimpin Partai Komunis dikabarkan ikut mengawasi beberapa uji coba vaksin. Dana pemerintah dan swasta juga masuk ke perusahaan-perusahaan seperti Sinovac Biotech Ltd. yang berbasis di Beijing, yang pada bulan Mei memulai tahap kedua pengujian vaksinnya.
Upaya China itu dipertunjukkan pada akhir pekan lalu, ketika sebuah studi tahap awal yang diterbitkan dalam jurnal medis terkemuka, The Lancet, menunjukkan bahwa vaksin eksperimental dari CanSino Biologics Inc. China aman dan menghasilkan respons kekebalan.
Menurut Brad Loncar, CEO Loncar Investments AS dan investor CanSino, China bisa lebih dulu melalui garis finish, meskipun ia mengakui masih mengkhawatirkan hasil eksperimen CanSino. "Apakah ini akan menjadi vaksin kuat yang menawarkan perlindungan penuh, itu cerita lain," katanya, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (27/5).
Namun setidaknya, publikasi cepat dalam jurnal internasional menunjukkan keseriusan upaya China untuk segera menghasilkan vaksin Covid-19. China juga menggenjot upaya menghasilkan kandidat vaksin dengan menggunakan teknologi yang lebih tradisional, yang lebih memungkinkan diproduksi massal.
Negara-negara Asia menghadapi persaingan ketat dari Inggris dan AS, dan masih sulit untuk menilai produk eksperimental mana yang akan bekerja dan memghasilkan terlebih dahulu. Tapi yang pasti, negara yang bisa menghasilkan vaksi paling awal akan mendapatkan senjata penting untuk membantu negara lain keluar dari pengurasan sumber daya yang telah memicu kontraksi ekonomi yang parah. Virus yang menyebabkan Covid-19 telah membunuh sekitar 350.000 di seluruh dunia.
Nicholas Thomas,  associate professor  yang mengkhususkan diri dalam kesehatan masyarakat di City University of Hongkong meyakini, China akan menggunakan vaksin apa pun untuk menunjukkan bahwa itu adalah pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam kesehatan global. "Pertanyaan yang kemudian akan muncul adalah sejauh mana kepemilikan mereka terhadap vaksin akan digunakan untuk tujuan geopolitik, khususnya dengan Amerika Serikat," imbuhnya.
Xi berusaha untuk mendongkrak citra bangsanya, setelah banyak menerima kritikan tentang penanganan awal virus yang buruk saat pertama kali muncul di kota Wuhan. Ia menjanjikan bahwa vaksin yang dihasilkan China, setelah disetujui untuk digunakan, akan menjadi barang publik global dan dapat diakses oleh negara-negara berkembang lainnya.
Dengan melakukan hal itu, Xi mengambil sikap bertolak belakang dengan Trump, yang justru mengancam akan memotong dana untuk Organisasi Kesehatan Dunia dalam suatu langkah yang dapat mengganggu inisiatif vaksinasi dan kesehatan masyarakat di negara-negara miskin.
Meskipun Cina telah meningkatkan kecakapan ilmiahnya dalam beberapa tahun terakhir, namun China belum menghasilkan obat atau vaksin baru yang penting dalam indutri kesehatan. Industri vaksinnya dalam beberapa tahun terakhir bahkan dinodai oleh serangkaian skandal produksi di bawah standar dan insiden keselamatan.
Pada April lalu, Gao Fu, direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China mengatakan, dalam sebuah wawancara dengan satisun televisi yang dikelola pmerintah China, CCTV , bahwa negara tersebut dapat memiliki vaksin yang siap untuk penggunaan darurat pada bulan September. Vaksin itu akan segera lebih banyak tersedia untuk orang sehat pada awal tahun depan.
Secara global, data dari banyak perusahaan menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menghasilkan vaksin yang berfungsi dengan baik, sebelum perusahaan mana pun di dunia dapat menyatakan kemenangan.
Di AS, Moderna Inc. telah mengumumkan hasil awal uji klinis Fase I, yang menunjukkan bahwa suntikan calon vaksin ramuannya telah menghasilkan antibodi penawar yang berpotensi mencegah infeksi. Namun, ada kekhawatiran bahwa data yang tersedia tidak cukup untuk menarik kesimpulan tentang kemanjuran vaksin itu.
Sementara itu, AstraZeneca Plc menerima lebih dari USD1 miliar dana pemerintah AS untuk mengembangkan kandidat vaksin Covid-19 dari Universitas Oxford, dan mengatakan telah memiliki perjanjian pasokan untuk 400 juta dosis. Calon vaksin Oxford terbilang sebagai salah satu yang bergerak paling cepat di dunia, dan AstraZeneca memperkirakan akan segera siap dengandosis suntikan yang tepat setelah September.
Namun, seorang mantan ilmuwan riset Universitas Harvard, William Haseltine mengatakan bahwa hasil uji coba hewan terhadap vaksin Oxford lebih lemah daripada vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac. Para peneliti Oxford mengatakan, perbandingan itu tidak tepat untuk menilai penelitian yang dilakukan dengan berbagai jenis vaksin yang diberikan dalam berbagai dosis, pada monyet dengan berbagai tingkat infeksi.
Sementara itu, CanSino membuat vaksinnya dengan menggunakan modifikasi dingin genetikal yang menyebabkan virus membawa materi genetik dari virus korona baru, mirip dengan pendekatan yang digunakan oleh Oxford. Penelitian tentang vaksin CanSino dilakukan di Wuhan, bekerja sama dengan Chen Wei, seorang peneliti militer terkemuka. CanSino sebelumnya bekerja dengan Chen pada vaksin Ebola yang disetujui untuk penggunaan darurat pada tahun 2017.
Meskipun hasil dalam studi Lancet merupakan tonggak sejerah, namun menurunt Chen, harus ditafsirkan dengan hati-hati. "Tantangan dalam pengembangan vaksin Covid-19 belum pernah terjadi sebelumnya, dan kemampuan untuk memicu respons kekebalan ini tidak selalu menunjukkan bahwa vaksin akan melindungi manusia dari Covid-19," ujarnya dalam jurnal tersebut.
Analis Bloomberg Intelligence Sam Fazeli, dalam catatan penelitian mengatakan bahwa studi tentang vaksin CanSino "menjanjikan, tetapi tidak ada alasan untuk dirayakan." Menurut Fazeli, datanya masih memperlihatkan kekurangan, termasuk kemungkinan pasien yang lebih tua memiliki respons yang lebih rendah terhadap vaksin.
Hambatan potensial lain yang dihadapi China, menurut Loncar, adalah tahap akhir pengujian, yang perlu dilakukan di tempat-tempat di mana virus menyebar. Sebagian besar wabah di China telah mereda, dan beberapa kluster yang muncul mungkin tidak cukup besar untuk uji coba tahap akhir.
Beberapa perusahaan Cina lainnya, termasuk Sinovac dan China National Biotec Group Co, memiliki kandidat vaksin dalam tahap uji coba manusia yang menggunakan versi virus corona novel yang sudah mati, yang masih dapat memicu respons kekebalan. Vaksin tidak aktif semacam ini telah dikembangkan selama bertahun-tahun untuk melindungi populasi dari penyakit termasuk polio dan hepatitis.
Anak perusahaan penelitian dan pengembangan Sinovac telah menerima USD15 juta dari perusahaan ekuitas swasta Advantech Capital dan Vivo Capital, untuk mendanai pengembangan vaksin yang tidak aktif, yang dijuluki CoronaVac. Perusahaan itu juga telah menugaskan sebuah pabrik besar untuk memproduksi vaksin virus korona buatannya.
Meskipun vaksin yang tidak aktif kemungkinan lebih lambat dalam pengembangan awalnya, jalur mereka yang lebih akrab dengan produksi massal memungkinkan untuk mengambil alih vaksin yang dibuat para pendatang baru dengan pendekatan yang lebih canggih.
"Vaksin-vaksin itu belum memiliki kemampuan manufaktur dalam skala global yang sesungguhnya," kata Richard Hatchett, CEO Coalition for Epidemic Preparedness Innovations, yang mendanai pengembangan vaksin, tentang perusahaan yang menggunakan teknologi yang lebih baru.
Menurutnya, pendekatan yang lebih tradisional mungkin lebih lambat dalam mencapai penyelesaian, tetapi dapat ditingkatkan lebih cepat. Kondisi itu bisa sangat membantu tujuan Xi untuk mendistribusikan vaksin China di seluruh dunia. (Bloomberg)

Sumber : Admin