Tak Ada Investasi Tambang Baru Batubara di Dunia, Harga Terus Meningkat
Thursday, June 10, 2021       15:53 WIB

Ipotnews - Harga batubara yang mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun, tidak cukup menarik untuk memacu investasi tambang baru. Pemerintah dan lembaga keuangan global tengah berupaya agar dunia dapat meninggalkan bahan bakar fosil yang disebut paling kotor itu.
Harga batubara melonjak dari China hingga ke Eropa karena permintaan batu bara  rebound  setelah terpukul oleh wabah virus korona, dan pemadaman tambang sementara membatasi pasokan. Namun perusahaan tetap ragu untuk berinvestasi dalam proyek baru, karena pembiayaan makin sulit didapat dan ketidakpastian permintaan jangka panjang.
Meskipun kondisi saat ini menguntungkan bagi penambang, namun bertentangan dengan siklus komoditas pada umumnya. Harga tinggi biasanya akan menjadi sinyal bagi penambang untuk meningkatkan produksi, dan pada akhirnya mengembalikan keseimbangan pasar.
Namun dinamika normal itu terganggu oleh tujuan lingkungan yang lebih luas yang akan mengubah pola investasi untuk bahan bakar fosil.
"Kami perkirakan sebagian besar penambang batubara yang mengekspor ke pasar lintas negara akan berusaha menyerap kenaikan harga batu bara saat ini untuk meningkatkan neraca keuangnnya, ketimbang berkomitmen untuk pasokan baru," kata Viktor Tanevski, analis utama di Wood Mackenzie Ltd.. "Proyek yang sedang dibangun atau siap konstruksi yang dapat dengan cepat mengikuti untuk mengurangi tekanan harga," imbuhnya, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (9/6).
Aktivitas industri yang kuat di negara-negara ekonomi utama meningkatkan konsumsi batubara, sedangkan pasokan terbatas karena berbagai masalah, termasuk hujan lebat di Indonesia, tekanan untuk mengingkatkan keselamatan tambang China, dan pemogokan di Kolombia. Di Eropa, menurut Axpo Solutions AG, permintaan telah meningkat 10% hingga 15% tahun ini, setelah musim dingin yang lebih dingin dari biasanya sehingga membuat penyimpanan gas habis.
Kontrak berjangka untuk batubara berkualitas tinggi di pelabuhan Newcastle di Australia naik menjadi USD118,50 per ton pada hari Rabu, tertinggi sejak 2012. Harga di China, konsumen batu bara terbesar di dunia, naik 34% sejak akhir Februari dan telah meningkat begitu tinggi hingga pemerintah mempertimbangkan untuk menerapkan pembatasan harga.
Sementara itu, perusahaan tambang melakukan apa yang mereka bisa untuk meningkatkan output dari tambang yang ada. PT Bukit Asam Indonesia () mengatakan sedang berusaha meningkatkan produksi tahun ini di tengah penjualan yang menunjukkan sinyal positif.
Di AS, produsen batubara terbesar ketiga di dunia, masih belum memanfaatkan asetnya, terutama setelah produksi merosot selama pandemi. Menurut Lucas Pipes, analis di B. Riley Securities, penambang sesungguhnya dapat menambahkan lebih banyak  shift  atau mempekerjakan kembali beberapa pekerja.
"Anda tidak akan menemukan banyak produsen di luar sana yang mengharapkan akan ada pemulihan untuk permintaan batubara," kata Pipes. "Batubara menghadapi tantangan jangka panjang."
Bahkan di China, yang memproduksi separuh batu bara dunia, penambang raksasa milik negara menyusutkan anggaran belanja modal, kata Michelle Leung, analis Bloomberg Intelligence. Ia mengatakan, tambang yang lebih tua dan lebih kecil di seluruh negeri ditutup, dan perusahaan menggantinya dengan mengoperasikan aset yang lebih besar, menjaga kapasitas produksi relatif stabil.
Pajak karbon yang tinggi di Eropa membuat beberapa operasi tambang menjadi tidak menguntungkan, dan yang lainnya ditutup karena pemerintah berupaya mempercepat transisi energi. Pemasok energi Jerman, Eins Energie di Sachsen GmbH & Co. KG, berencana untuk menutup semua aktivitas pembangkit listrik dan panas berbahan bakar batubara pada awal 2023.
Salah satu perusahaan yang melakukan investasi baru kapasitas batubara adalah Grup Adani India. Konglomerat, yang juga merupakan salah satu operator energi terbarukan terbesar di negara ini, terus menggali dan membangun jaringan rel kereta api di timur laut Australia untuk memproduksi batubara pertamanya tahun ini dari tambang Carmichael, untuk memasok 10 juta ton per tahun.
"Kami telah lama yakin bahwa pertumbuhan populasi dan peningkatan standar hidup di kawasan Asia-Pasifik akan mendorong pertumbuhan berkelanjutan dalam kapasitas pembangkit listrik, terutama di India," kata Chief Executive Officer Adani Australia Lucas Dow.
"Batubara maupun energi terbarukan akan dibutuhkan untuk menyediakan tenaga listrik yang terjangkau dan andal sekaligus mengurangi intensitas emisi," Dow menambahkan.
Pengalaman Adani dalam mengembangkan proyek mungkin menjadi salah satu alasan mengapa proyek yang sama sekali baru, di luar lokasi tambang yang ada, sangat jarang. Butuh sembilan tahun sejak proposal operasi pertama kali diajukan untuk mendapatkan persetujuan akhir, dengan menghadapi kritik publik yang pedas di sepanjang prosesnya.
Pada saat yang sama perizinan dan pembangunan tambang baru menjadi lebih sulit, pembiayaan juga semakin berat, karena perbankan menarik diri dari sektor ini untuk meningkatkan kredensial hijau mereka.
James Stevenson, peneliti utama untuk batubara, logam, dan pertambangan di IHS Markit Ltd. mengatakan, kondisi tersebut membuat pinjaman menjadi lebih mahal. Padahal itulah satu-satunya cara yang dapat ditempuh mayoritas penambang yang tidak dapat mendanai proyek baru dari neraca mereka sendiri.
Namun demikian, meskipun dunia menjauh dari batu bara, permintaan akan tetap kuat hingga tahun 2030-an. Tanpa pasokan baru, kata Stevenson, harga kemungkinan akan tetap tinggi. Ketika pasar tertekan, seperti sekarang, lonjakan harga tidak akan mendorong pasokan baru, tetapi akan memicu gelombang kecil penutupan pembangkit listrik tenaga batubara yang akan mematikan konsumsi sampai pasar menyeimbangkan kembali. (Bloomberg)


Sumber : Admin