Tutup 2020, "Greenback" Catat Depresiasi Terburuk Sejak 2017
Friday, January 01, 2021       05:58 WIB

Ipotnews - Dolar membukukan kerugian tahunan terbesar sejak 2017, Kamis, menutup 2020 yang melihat mata uang tersebut berfungsi sebagai  safe-haven  pada bulan Maret ketika kepanikan atas penyebaran Covid-19 di Amerika memuncak, sebelum jatuh karena stimulus The Fed yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Indeks Dolar AS (Indeks DXY), ukuran  greenback  terhadap sekeranjang enam mata uang utama, melonjak ke level tertinggi tiga tahun di 102,99 pada periode Maret, sebelum mengakhiri 2020 di posisi 89,96, anjlok 6,77% dan merosot 12,65% dari level tertinggi Maret, demikian laporan  Reuters,  di New York, Kamis (31/12) atau Jumat (1/1) pagi WIB.
Prospek ekonomi global yang membaik ketika vaksin Covid-19 diluncurkan, suku bunga yang sangat rendah di Amerika Serikat, serta pembelian obligasi Federal Reserve telah merusak daya tarik dolar.
Ekspektasi stimulus fiskal tambahan dan meningkatnya defisit fiskal serta neraca transaksi berjalan adalah hambatan tambahan yang kemungkinan besar akan merugikan mata uang AS itu pada tahun ini.
"Saya memperkirakan dolar akan terdepresiasi lebih lanjut selama beberapa tahun ke depan karena The Fed mempertahankan suku bunga pada tingkat nol sambil mempertahankan  balance sheet  yang membengkak," kata Kevin Boscher, Kepala Investasi Ravenscroft.
"Besarnya defisit kembar itu mengerdilkan ekonomi utama lainnya."
Euro berakhir di USD1,2215, melonjak 8,97% sepanjang 2020. Euri menyentuh USD1,2310 pada sesi Rabu, level tertinggi sejak April 2018, tetapi mengupas keuntungannya karena investor mengurangi eksposur pada mata uang itu untuk 2020.
Dolar Australia dan Selandia Baru sama-sama mencapai level tertinggi sejak April 2018 pada sesi Kamis dengan Aussie melonjak setingginya USD0,7743 dan kiwi menyentuh USD0,7241. Keduanya memangkas keuntungan tetapi mengakhiri 2020 dengan kenaikan masing-masing 9,76% dan 6,82% versus  greenback. 
Dolar tergelincir 4,90% pada 2020 terhadap mata uang Jepang menjadi 103,25 yen. Dolar bertahan tepat di atas level terendah sembilan bulan di level 102,86 yen yang dicapai pada 17 Desember.
Pemimpin Senat Amerika, Mitch McConnell, memberikan pukulan telak pada Rabu bagi upaya Presiden Republik Donald Trump guna meningkatkan bantuan virus korona untuk rakyat Amerika. Dia menolak menjadwalkan pemungutan suara di Senat yang dipercepat terkait RUU tersebut untuk menaikkan cek bantuan menjadi USD2.000 dari USD600.
Namun, Presiden terpilih dari Partai Demokrat, Joe Biden, yang menjabat bulan depan, diperkirakan mendorong lebih banyak tindakan untuk mendukung ekonomi Amerika.
Data yang dirilis Kamis menunjukkan jumlah warga Amerika yang mengajukan klaim pertama kali untuk tunjangan pengangguran secara tak terduga mencatatkan penurunan pekan lalu, tetapi tetap meningkat lebih dari sembilan bulan.
Investor juga mencermati pemilihan anggota senat di Georgia untuk memperebutkan dua kursi, Selasa depan, yang akan menentukan partai mana yang mengontrol Senat. Jika Partai Republik memenangkan satu atau kedua kursi di Georgia, mereka akan mempertahankan mayoritas tipis di majelis dan dapat memblokir upaya legislatif dan calon yudisial yang diusung Biden.
Poundsterling mendapat dorongan setelah regulator pasar Inggris melakukan intervensi beberapa jam sebelum negara itu meninggalkan pasar tunggal Uni Eropa, Kamis, dengan penurunan parsial pada pembatasan yang berisiko mengganggu perdagangan  swap  senilai miliaran euro.
Pound berakhir melesat 2,98% menjadi USD1,3656 setelah setahun penuh dengan drama Brexit. Sterling mencapai USD1,3686 pada awal sesi Kamis, level tertinggi sejak Mei 2018.
Sementara,  greenback  anjlok 1,79% sepanjang 2020 terhadap dolar Kanada, berakhir di 1,2755 dolar Kanada. Penguatan loonie baru-baru ini tertinggal dari mata uang lain karena harga minyak mengalami tekanan. (ef)

Sumber : Admin