Wall Street Tumbang, S&P 500 Catat Kejatuhan Tertajam dalam Dua Bulan
Tuesday, December 03, 2019       05:10 WIB

Ipotnews - Bursa saham Wall Street tumbang, Senin, hari pertama perdagangan Desember, setelah data manufaktir Amerika Serikat menunjukkan tanda pelemahan lebih lanjut, serta menyusul pengumuman Presiden Donald Trump yang akan mengenakan tarif baru terhadap Brasil dan Argentina.
Dow Jones Industrial Average merosot 268,37 poin, atau 0,9% menjadi ditutup pada posisi 27.783,04, demikian laporan   CNBC   dan  AFP , di New York, Senin (2/12) atau Selasa (3/12) pagi WIB.
Sementara itu, indeks berbasis luas S&P 500 meyusut 0,86% atau 27,11 poin menjadi 3.113,87--penurunan satu hari terbesar sejak 8 Oktober--sedangkan Nasdaq Composite Index ditutup anjlok 1,12% atau 97,48 poin menjadi 8.567,99. Indeks utama memulai sesi dengan sedikit kenaikan sebelum berbalik lebih rendah.
Saham Facebook, Amazon dan Alphabet--induk usaha Google--semuanya jatuh setidaknya 1%. Netflix ditutup hampir 1,5% lebih rendah. Roku, yang menjadi salah satu saham terpanas tahun ini, anjlok lebih dari 15%.
Kerugian Senin terjadi setelah kinerja yang kuat sepanjang bulan lalu. Indeks utama mencatatkan kenaikan bulanan terbesar sejak Juni, reli ke rekor tertinggi. S&P 500 melonjak 3,4% bulan lalu sementara Dow melejit 3,7% dan Nasdaq melambung 4,5%.
"Tren dan momentum menuju Desember adalah  bullish ," kata Bruce Bittles, Kepala Strategi Investasi Baird.
Aktivitas manufaktur AS terus berkontraksi bulan lalu, kata Institute for Supply Management. PMI Manufaktur ISM merosot ke posisi 48,1 pada November. Angka itu di bawah perkiraan 49,4. Saham mencapai posisi terendah sesi Senin setelah data tersebut dirilis.
"Jika kita mencari alasan untuk melakukan aksi jual, data ISM pasti memberikannya kepada kita," kata Art Hogan, Kepala Strategi Pasar National Securities. "Pasar sepertinya ingin menempatkannya dalam jangka pendek yang tinggi di sini. Itu hanya berarti investor ingin mengunci beberapa keuntungan."
Dia mencatat, bagaimanapun, bahwa dinamika yang membawa pasar ke rekor tertinggi bulan lalu "terus terjadi."
Sentimen juga berubah setelah Presiden Donald Trump mengatakan China masih ingin membuat kesepakatan perdagangan, "tetapi kita akan lihat apa yang terjadi." Tidak ada indikasi yang jelas kapan kedua negara akan menandatangani perjanjian, dan pekan lalu terjadi ketegangan baru antara Washington dan Beijing setelah Trump menandatangani undang-undang yang mendukung pengunjuk rasa di Hong Kong. Trump mengatakan penandatanganan UU tersebut "tidak membuatnya lebih baik."
Komentar itu muncul setelah media pemerintah China melaporkan, Minggu, bahwa Beijing menginginkan pembatalan tarif untuk kesepakatan perdagangan fase pertama. Kedua belah pihak harus mencapai kesepakatan sebelum 15 Desember. Jika tidak, tarif tambahan AS untuk barang-barang China bisa berlaku.
"Masih ada awan hitam di atas pasar seputar apa yang akan terjadi pada 15 Desember terkait perdagangan," kata Christian Fromhertz, CEO The Tribeca Trade Group.
Trump juga mengatakan, Senin, akan mengembalikan tarif impor logam dari Brasil dan Argentina. Dalam sebuah  tweet , dia berkata: "Brasil dan Argentina melakukan devaluasi besar-besaran atas mata uang mereka, yang merugikan petani kita. Karenanya, segera berlaku, saya akan mengembalikan tarif pada semua baja dan aluminium yang dikirimkan ke AS dari negara tersebut." (ef)

Sumber : Admin