News & Articles


Wednesday, March 02, 2022       18:45 WIB

Reksadana Aktif versus Reksadana Pasif



Ada dua strategi investasi yang dipergunakan oleh Manajer Investasi dalam mengelola portofolio reksadana. Strategi pertama adalah strategi investasi aktif, di mana Manajer Investasi berupaya untuk mendapatkan imbal hasil (return) yang setinggi-tingginya.

Manajer Investasi reksadana aktif percaya bahwa keahlian mereka dalam mengelola portofolio akan memberikan kinerja (hasil) yang lebih baik atau lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja indeks harga saham-saham yang menjadi tolok ukurnya (benchmark).

Dalam mengelola portofolionya, Manajer Investasi reksadana aktif akan banyak melakukan penjualan maupun pembelian efek dalam portofolio untuk mendapatkan imbal hasil yang setingi-tingginya. Untuk dapat membeli atau menjual efek yang tepat dalam portofolio, reksadana aktif memiliki team Manajer Investasi dan analis riset yang akan menganalisis pergerakan (tren) ekonomi dan politik (makro) serta analisis akan neraca keuangan dan tren bisnis perusahaan (mikro).

Dalam mengadministrasikan portofolio reksadana, Manajer Investasi reksadana aktif juga akan dibantu oleh Bank Kustodian yang dibayar dengan fee tertentu yang dibebankan pada portofolio reksadana. Pada umumnya reksadana yang ada di pasar, kecuali namanya menyebutkan lain, adalah reksadana aktif.

Dari penjelasan ini, dapat dimengerti, bahwa pada reksadana aktif banyak terjadi pembelian dan penjualan dengan kosekuensi biaya-biaya pajak dan biaya-biaya bursa serta biaya pialang efek (broker) yang lebih tinggi. Di samping itu, reksadana konvensional juga akan membebankan biaya-biaya Manajer Investasi dan biaya Bank Kustodian (fees) yang relatif jauh lebih tinggi kepada pemodal di dalamnya (dibandingkan biaya sejenis untuk reksadana pasif atau ETF).

Di Indonesia, biaya-biaya yang harus diberitahukan dalam prospektus reksadana hanya biaya Manajer Investasi dan biaya Bank Kustodian saja, dan menjadi basis perbandingan biaya-biaya reksadana. Biaya-biaya transaksi lainnya tidak harus diberitahukan dan harus dilihat sendiri dalam laporan audit reksadana setahun sekali.

Di Amerika Serikat, biaya-biaya reksadana dalam setahun dikenal dengan nama expense ratio yang merupakan rasio seluruh biaya reksadana terhadap asset reksadana. Expense ratio tidak tetap dan dapat berubah setiap tahun.

Strategi investasi yang ke dua adalah strategi investasi pasif, di mana Manajer Investasi tidak berupaya mencari imbal hasil investasi yang setinggi-tingginya tetapi hanya imbal hasil yang setara dengan indeks (harga saham-saham) yang menjadi rujukan reksadana itu.

Manajer Investasi pasif percaya bahwa harga efek-efek di pasar modal telah mencerminkan semua informasi yang ada, baik informasi publik maupun non-publik. Oleh karena itu, segala upaya untuk mencari efek-efek yang harganya mis-priced, terlalu murah atau pun terlalu mahal, merupakan usaha yang sia-sia.

Dalam mengelola portofolionya, Manajer Investasi tidak melakukan penjualan dan pembelian efek-efek dalam portofolio, kecuali apabila terjadi perubahan di dalam indeks rujukan reksadana. Perubahan indeks (rebalancing) umumnya hanya terjadi dua kali dalam setahun.

Manajer Investasi reksadana pasif hanya akan membeli atau menjual suatu efek apabila efek tersebut masuk atau keluar dari indeks rujukannya. Manajer Investasi reksadana pasif akan membeli suatu efek hanya sebanyak bobot dari efek tersebut dalam indeks rujukannya.

Secara implisit, dalam reksadana pasif ini, Manajer Investasi percaya akan pasar modal yang efisien (Efficient Market Hypothesis pertama kali dicetuskan oleh Eugene Fama pada tahun 1970). Contoh reksadana pasif adalah reksadana indeks (index fund) dan reksadana Bursa (Exchange Traded Fund).

Di Amerika Serikat, reksadana indeks (index fund) pertama kali diterbitkan oleh Vanguard pada tahun 1976, sedangkan reksadana Bursa (Exchange Traded Fund) pertama diterbitkan oleh State Street Global Advisors (SSGA) pada tahun 1993.

Saat ini, di Amerika Serikat, reksadana-reksadana terbesar dari segi AUM (Asset Under Management) dikelola secara pasif dalam bentuk ETF (Exchange Traded Fund). Manajer Investasi terbesar di Amerika Serikat (nomor 1 sampai dengan nomor 3) adalah Black Rock (iShares), Vanguard (Vanguard First Index Investment Trust), State Street Global Advisors (S&P 500 ETF atau SPDR).

Bahkan, karena keunggulan yang dimiliki ETF, terutama keunggulan biaya investasinya yang jauh lebih rendah dan keunggulan dari segi perpajakan, banyak reksadana indeks yang telah di konversi menjadi ETF.

Di Indonesia, reksadana indeks masih tergolong baru muncul, tetapi tak lama kemudian reksadana indeks harus langsung berhadapan dengan reksadana Bursa (ETF) yang memiliki lebih banyak keunggulan, terutama karena ETF diperdagangkan di bursa (lebih fleksibel). Saat ini tidak ada reksadana indeks baru yang diterbitkan oleh Manajer Investasi.

Oleh karena itu, di artikel ini kita tidak akan membahas reksadana indeks dan hanya membahas reksada bursa atau ETF saja. Reksadana bursa (ETF) yang pertama di Indonesia adalah R-LQ45X yang diterbitkan oleh Manajer Investasi PT Indo Premier Investment Management, dan R-ABFII yang diterbitkan oleh PT Bahana Aset Management.

R-LQ45X mengacu pada indeks LQ45 yang merupakan indeks dari 45 saham-saham yang paling likuid yang diperdagangkan di BEI (Bursa Efek Indonesia). Sementara itu, R-ABFII atau reksadana Asian Bond Fund Indonesia Index, mengacu pada indeks iBoxx Bond Index, merupakan ETF berbasis obligasi. Kedua ETF pertama di Indonesia ini diterbitkan bersamaan pada bulan Desember 2007.

Di Amerika Serikat, ETF telah menjadi investasi yang sangat popular karena berbagai keunggulannya, yaitu:

(1) ETF sangat efisien, karena dengan hanya membeli satu lembar (share) ETF saja, pemodal akan langsung terdiversifikasi ke dalam semua efek-efek yang ada dalam indeks. Bayangkanlah bahwa Anda adalah pemodal yang ingin berinvestasi pada indeks saham yang paling populer di Amerika Serikat, yaitu indeks S&P 500. Dengan membeli satu lembar ETF S&P500, pemodal di Amerika Serikat sudah otomatis terdiversifikasi ke dalam 500 saham yang ada dalam indeks S&P 500.

(2) ETF sangat transparan karena isi portfolio diberitahukan kepada publik dan nilai portofolio dihitung oleh Manajer Investasi setiap 15 detik sekali. Pemodal setiap saat dapat membandingkan NAB (Nilai Aktiva Bersih) per lembar (share) dengan nilai indeks. Jadi, kemungkinan bahwa pegawai Manajer Investasi memanipulasi nilai ETF praktis tidak ada.

(3) ETF sangat fleksibel karena lembar (share) ETF diperdagangkan di bursa saham, sehingga semua teknik atau strategi berinvestasi saham dapat diterapkan pada ETF. Di Amerika Serikat, strategi investasi saham ini misalnya adalah pembelian secara marjin (margin trading), atau strategi penjualan secara short (penjualan ETF yang belum dimiliki).

Di samping itu, di Amerika Serikat, ada keunggulan ETF yang lain yang tidak dimiliki oleh produk reksadana konvensional, yaitu perpajakan. Keunggulan perpajakan ini timbul karena sistem pembelian dan penjualan ETF yang dapat dilakukan di pasar primer (dalam satuan Unit Kreasi) secara in-kind melalui Dealer Partisipan (keunggulan dari segi perpajakan ini tidak berlaku untuk ETF di Indonesia karena penjualan dan pembelian saham-saham di sini dikenakan pajak final).

Pada pembelian (subscription) di pasar primer secara in-kind, pemodal yang ingin membeli lembaran (share) ETF tidak membayar secara tunai, tetapi harus menyerahkan saham-saham (efek-efek) yang menjadi underlying ETF kepada Manajer Investasi. Demikian juga halnya pada waktu pemodal melakukan penjualan kembali (redemption) di pasar primer kepada Manajer Investasi.

Penjualan kembali ETF ini dilakukan oleh Manajer Investasi secara in-kind, yang artinya dibayarkan kepada pemodal tidak dalam bentuk tunai, tetapi dalam bentuk saham-saham (efek-efek) yang menjadi underlying ETF.

Pada waktu membayar harga penjualan kembali secara in-kind tersebut, Manajer Investasi akan menyerahkan saham-saham lama yang memiliki basis perpajakan besar, sehingga saham-saham (efek-efek) yang tersisa dalam portofolio reksadana hanyalah saham-saham baru yang basis pajaknya nol atau kecil sekali.

Dengan demikian, pajak yang dikenakan pada level ETF menjadi nihil atau kecil sekali. Hal ini berbeda dengan reksadana konvensional dimana untuk setiap penjualan kembali share atau unit reksadana selalu dibayarkan tunai oleh Manajer Investasi.

Pada reksadana konvensional di Amerika Serikat, untuk dapat membayar tunai kepada pemodal, Manajer Investasi harus menjual sebagian portofolionya, dan atas setiap saham yang dijual ada pajak (capital gain) yang akan dikenakan pada reksadana.

Pajak yang dikenakan pada tingkat reksadana ini harus ditanggung oleh seluruh pemegang saham (shareholder) reksadana, termasuk juga oleh para pemegang yang tidak melakukan penjualan kembali. Pada ETF, pajak hanya dikenakan pada pemegang ETF yang melakukan penjualan kembali, dan tidak kepada semua pemodal ETF tersebut.

Oleh: Fredy Sumendap, CFA


powered by: IPOTNEWS.COM


 Previous Page

Untuk informasi, silahkan hubungi kami
   

Copyright@2013 PT INDO PREMIER SEKURITAS Term of Use | Privacy Policy


Website ini dimiliki dan dioperasikan oleh : Indopremier