News & Research

Reader

Bursa Saham Asia Lebih Berisiko Terdampak Pergeseran Ekpektasi Penurunan Suku Bunga The Fed
Tuesday, April 16, 2024       15:31 WIB

Ipotnerws - Aksi jual besar-besaran pada saham-saham Asia pada hari ini, Selasa (16/4), memunculkan kekhawatiran tentang kerapuhan kawasan ini dalam menghadapi kenaikan suku bunga dan meningkatnya ketegangan geopolitik.
Indeks MSCI Asia Pasifik ambles sebanyak 2,2%, terbesar sejak Agustus tahun lalu. Penurunan ini juga berarti bahwa posisi indeks sekarang ini kurang dari 1% sebelum menghapus kenaikan yang sudah dicatatkan sejauh 2024 ini. S&P 500 melorot 1,2% pada hari Senin tetapi masih naik 6,1% untuk tahun ini.
Para pedagang khawatir bahwa biaya pinjaman yang terus-menerus tinggi - karena ekonomi AS yang tangguh serta kenaikan harga minyak - akan semakin merugikan Asia mengingat tekanan dari dolar yang lebih kuat dan ketergantungan energi di kawasan ini.
Keraguan yang masih ada mengenai pemulihan pertumbuhan China setelah data kuartal pertama yang beragam juga meredupkan harapan akan peningkatan berkelanjutan dalam keuntungan saham Asia. Indeks saham regional berkinerja buruk dibandingkan dengan indeks saham di AS dan Eropa pada tahun 2023.
"Dengan besarnya ekonomi Asia yang bergantung pada impor, bisa jadi sangat rentan terhadap dolar AS yang lebih kuat, yang sering kali menyertai sikap hawkish The Fed," kata Manish Bhargava, manajer investasi di Straits Investment Holdings, Singapura. Pertumbuhan valuasi - bukan kekuatan ekonomi fundamental - telah menjadi pendorong yang lebih besar untuk ekuitas di kawasan ini, imbuhnya.
Data yang dikumpulkan Bloomberg menunjukkan, hampir semua kenaikan indeks saham Asia selama 12 bulan terakhir merupakan hasil dari ekspansi valuasi sebesar 6,5%, sementara estimasi pendapatan hampir tidak berubah.
Sebaliknya, Indeks MSCI World untuk pasar-pasar negara maju telah mengalami pertumbuhan lebih dari 6,5% di kedua sisi pada periode yang sama.
Sementara indeks Asia diperkirakan akan memberikan pertumbuhan laba sebesar 4,1% yoy, pada periode Januari hingga Maret, ekspansi pertama dalam delapan kuartal. Prospek untuk sisa tahun 2024 sekarang diragukan dalam menghadapi sikap Federal Reserve yang tampaknya tidak lagi terburu-buru untuk menurunkan suku bunga.
"Pasar dan ekonomi Asia tampak sangat rentan karena antisipasi kenaikan suku bunga AS yang berkepanjangan, yang telah diperkuat oleh pernyataan dari para pejabat The Fed," kata Tareck Horchani, kepala pialang utama di Maybank Securities Pte Ltd. Akan ada tekanan terhadap mata uang, arus investasi, ekonomi, siklus pelonggaran moneter, dan perdagangan, ujarnya.
Penundaan oleh the Fed terlihat menyebabkan bank-bank sentral di China, Korea Selatan, Indonesia, Filipina, dan Taiwan menunda penurunan suku bunga, tulis para ekonom Morgan Stanley yang dipimpin oleh Chetan Ahya dalam sebuah catatan.
Sementara itu, prospek pemulihan China masih terlihat jauh dari pasti. Data menunjukkan bahwa meskipun ekonomi China berekspansi lebih cepat daripada yang diharapkan pada kuartal pertama, penjualan ritel dan output industri yang mengecewakan di bulan Maret menunjukkan bahwa momentumnya sudah mulai memudar. (Bloomberg)


Sumber : admin

powered by: IPOTNEWS.COM