News & Research

Reader

Reksa Dana Biasa Vs ETF, Mana yang Lebih Menguntungkan?
Wednesday, September 12, 2018       15:43 WIB

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu membahas dua hal terlebih dahulu. Pertama adalah perbedaan antara Reksa Dana biasa dengan Exchange Traded Fund (ETF). Kedua adalah perbandingan kinerja Reksa Dana biasa dengan kinerja ETF.
Exchange Traded Fund atau Reksa Dana Bursa pada dasarnya adalah Reksa Dana juga. Memang ada beberapa perbedaan antara Reksa Dana biasa dan ETF. Misalnya, berdasarkan peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan OJK) yang berlaku saat ini, Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksa Dana biasa wajib dihitung satu kali sehari oleh Bank Kustodian setelah Bursa ditutup.
Sementara itu, untuk Exchange Traded Fund sedikit berbeda, dimana Nilai Aktiva Bersih memang hanya dihitung satu kali sehari oleh Bank Kustodian setelah Bursa tutup (sama seperti Reksa Dana biasa), tetapi Dealer Partisipan juga akan menghitung Nilai Aktiva Bersih secara berkala selama jam perdagangan Bursa (disebut indikasi Nilai Aktiva Bersih atau iNAB).
Untuk Exchange Traded Fund R-LQ45X, Indo Premier sebagai Dealer Partisipan menghitung Nilai Aktiva Bersih ETF setiap 15 detik sekali dan mengumumkannya melalui sistem perdagangan  on-line  miliknya.
Tujuan Dealer Partisipan menghitung iNAB secara berkala adalah untuk memberikan gambaran (indikasi) kepada investor yang melakukan trading di Bursa, berapa (indikasi) nilai aktiva bersih ETF pada setiap saat. Dalam grafik iNAB dapat juga dilihat seberapa 'dekat' Manajer Investasi telah mengikuti ( tracking ) indeks.
Selanjutnya, mengenai kinerja. Reksa Dana biasa pada umumnya dikelola secara aktif sedangkan Reksa Dana Bursa atau Exchange Traded Fund pada umumnya dikelola secara pasif mengikuti indeks.
Mengelola Reksa Dana adalah kewajiban Manajer Investasi. Pada Reksa Dana biasa, Manajer Investasi akan melakukan riset untuk mencari saham-saham yang menurut dia baik dan akan naik nilainya dalam waktu dekat. Manajer Investasi kemudian akan membeli saham-saham yang baik dan menjual saham-saham yang menurut dia kurang baik atau yang nilainya akan turun atau bergerak mendatar ( flat ).
Cara pengelolaan saham seperti ini disebut pengelolaan saham secara aktif. Keberhasilan seorang Manajer Investasi ditentukan oleh kemampuannya mengelola portofolio sehingga mendapatkan hasil setinggi-tingginya. Sampai di sini, tidak ada yang salah dengan metode pengelolaan dana secara aktif.
Sekarang bandingkan cara pengelolaan dana secara aktif ini dengan Reksa Dana Indeksyang dikelola secara pasif. Mengelola Reksa Dana secara pasif berarti menyusun portofolio sesuai dengan komposisi saham dalam indeks. Misalnya, pada Reksa Dana Bursa atau ETFR-LQ45X ada 45 saham dalam portofolio. Jumlah saham-saham dalam portofolio ini persis sama dengan jumlah saham-saham yang ada dalam index LQ45. Bahkan bobot saham-saham dalam portofolio juga sama dengan bobot saham-saham tersebut dalam indeks.
Jika komposisi saham-saham dalam indeksberubah (indeksdi- rebalancing  setiap 6 bulan sekali pada akhir bulan Februari dan akhir bulan Agustus) maka komposisi saham-saham dalam portofolio Reksa Dana Bursa (ETF) juga berubah sesuai dengan perubahan dalam index.
Jelas di sini bahwa pertimbangan ( discretion ) Manajer Investasi tidak diperlukan dalam pengelolaan Reksa Dana secara pasif. Komposisi saham-saham dalam indeks hanya berubah apabila komposisi indeks juga berubah.
Tapi mengapa metode pengelolaan Reksa Dana secara pasif dianggap memberikan hasil yang lebih baik dibanding metode pengelolaan Reksa Dana secara aktif?
Pengelolaan Reksa Dana berdasarkan indeks ( index fund ) telah cukup lama dikenal. Tapi di Indonesia Indeks Fund tidak populer. Pemodal merasa kalau sudah 'menggaji' Manajer Investasi maka sudah selayaknya mereka menuntut Manajer Investasi untuk memberikan imbal hasil (kinerja) yang terbaik, atau paling tidak di atas rata-rata.
Tapi apakah semua Manajer Investasi bisa memberikan hasil di atas rata-rata? Kalau kinerja semua Manajer Investasi di atas rata-rata, siapakah yang ada di bawah rata-rata? Tentu ada Manajer Investasi yang kinerjanya tidak bagus (di bawah rata-rata). Kalau kinerja Manajer Investasi ada di bawah rata-rata maka ia akan ditinggalkan pemodal dan 'gulung tikar'.
Berapa banyak Manajer Investasi yang 'gulung tikar'? Sedikit sekali (hampir tidak ada)!
Fenomena tidak ada Manajer Investasi yang 'gulung tikar' dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa kinerja Manajer Investasi yang buruk tidak akan bertahan lama. Artinya performa yang buruk pada tahun tertentu tidak akan selamanya demikian. Demikian pula sebaliknya.
Kinerja Manajer Investasi yang baik tahun ini (ada di atas rata-rata) dapat berubah menjadi berada di bawah rata-rata pada tahun berikutnya. Artinya, kinerja Manajer Investasi yang berada di atas rata-rata tidak akan bertahan terus setiap tahun. Dengan perkataan lain, sulit untuk mengatakan bahwa kinerja Manajer Investasi adalah murni akibat keahliannya memilih (membeli) saham-saham yang baik dan menjual saham-saham yang buruk.
Kalau kinerja Manajer Investasi ternyata tidak menjamin imbal hasil yang di atas rata-rata, lalu mengapa harus membayar  fee  manajer investasi yang mahal? Mengapa tidak mencoba metode investasi pasif yang lebih murah dan telah pasti hasilnya (walaupun membosankan)?
Lebih lanjut, perhitungan kinerja Reksa Dana aktif selalu dibandingkan dengan kinerja indeks. Dalam membandingkan kinerja Reksa Dana aktif dengan kinerja indeks, Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana selalu memperhitungkan deviden yang diterima Reksa Dana. Tetapi kinerja Indeks hanya dihitung dari harga akhir saham-saham yang menjadi komponen indeks tersebut. Itulah sebabnya kinerja Indeks selalu terlihat lebih tinggi dari sebenarnya.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPOT

powered by: IPOTNEWS.COM